Sejumlah warga Desa Pasar Ngalam Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu meminta perusahaaan perkebunan kelapa sawit PT Agri Andalas untuk merealisasikan kewajiban menyediakan kebun plasma seluas 20 persen dari total luas hak guna usaha perkebunan yang dikelola.
“Kami sudah menuntut kebun plasma sejak tahun 2000 tapi sampai saat ini tidak ada kejelasan,” kata Rinto Kuswoyo salah seorang perwakilan warga usai mengikuti rapat koordinasi dengan tema “Fasilitasi Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan (Bedah Kasus 2019) di Bengkulu, Kamis.
Ia menambahkan permintaan kebun plasma dari warga sangat beralasan sebab hampir 80 persen wilayah desa sudah masuk dalam HGU PT Agri Andalas yang mulai masuk ke wilayah mereka pada 1989.
Dalam kegiatan yang difasilitasi Dinas Tanaman Pangan, Horikultura dan Perkebunan Provinsi Bengkulu itu perwakilan masyarakat Desa Pasar Ngalam lewat Forum Pemohon Plasma PT Agri Andalas, Razik mengatakan sudah mengupayakan tuntutan warga selama belasan tahun ini.
Upaya terakhir dilakukan warga dengan bersurat ke Presiden Joko Widodo yang dilayangkan pada 20 Desember 2018 yang intinya meminta hak atas kebun plasma untuk wilayah desa mereka.
Apalagi, ujarnya saat ini lahan desa sangat terbatas sehingga perangkat desa kesulitan melakukan pengembangan fasilitasi pelayanan masyarakat.
“Seperti tanah pemakaman itu sudah sempit, sementara untuk diperluas tidak ada lagi lahan kosong,” ucapnya.
Surat yang ditujukan ke presiden itu telah dibalas oleh Dirjen Perkebunan pada 1 Februari 2019 yang intinya meminta Dinas Perkebunan Kabupaten Seluma memfasilitasi tuntutan warga dengan memediasi antara perusahaan dan warga.
Namun, hingga saat ini, kata Razik upaya fasilitasi antara warga dengan perusahaan PT Agri Andalas belum pernah dilakukan oleh Dinas Perkebunan Seluma.
Aspirasi itu pun kembali diungkapkan warga dalam pertemuan yang dihadiri perwakilan Polda Bengkulu, Badan Pertanahan Nasional dan Dinas Perkebunan provinsi dan kabupaten/kota tersebut.
Pada akhir pertemuan, petani diminta menandatangani isi kesepakatan dimana salah satu poinnya adalah bahwa sesuai Peraturan Menteri Agraria Tata Ruang/BPN RI no.7 tahun 2017 tentang Penetapan Hak Guna Usaha, pelaksanaan memfasilitasi pembangunan kebun plasma seluas 20 persen dari luas HGU dapat dilakukan pada saat permohonan HGU atau pada saat perpanjangan jangka waktu HGU.
“Kami menolak menandatangani karena saat ditanya kapan HGU berakhir tidak ada yang bisa menjawab,” kata Razik.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019