Mukomuko   (ANTARA Bengkulu) - Puluhan warga Desa Pondok Kandang, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, Kamis siang, mendatangi kantor DPRD setempat, menuntut pembatalan surat keputusan bupati atas pencopotan jabatan kepala desa mereka.

"Alasan pencopotan kepala desa sangat sepele. Surat laporan dari oknum warga tentang kinerja kepala desa tidak prosedural dan terkesan rekayasa," kata anggota Badan Perwakilan Desa Pondok Kandang A. Jakfar saat melakukan aksi demo tersebut, Kamis.

Kepala desa dilaporkan menghambat dan tidak memberikan undangan untuk rekam data kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) sementara, setelah berkoordinasi dengan pemerintah kecamatan undangan langsung diberikan.

Ia mengatakan, sejumlah warga yang sebelumnya tidak diberikan undangan mengikuti rekam data e-KTP itu, karena tidak mengikuti ronda malam, sehingga warga tersebut kena sanksi desa sesuai dengan kesepakatan bersama.

"Undangan ditahan tidak lama, karena e-KTP program nasional, maka undangan diberikan kepada warga tersebut, dan saat ini 100 persen warga telah menyelesaikan rekam data," kata dia menjelaskan.

 Ia membantah keterangan tertulis dari oknum warga sebagai pelapor kepada pemerintah setempat, bahwa kepala desa menyalahgunakan anggaran.

 "Setiap melakukan kegiatan apalagi berhubungan dengan masyarakat, kepala desa tidak tertutup dan terbuka melalui musyawarah," ujarnya.

Bahkan, dalam beberapa kesempatan kepala desa mengorbankan honor demi untuk membiayai kegiatan gotong royong dan kegiatan masyarakat lainnya.

"Jangankan mau menyalahgunakan, justru kepala desa sendiri yang bersedia menyerahkan honornya untuk kegiatan desa dan masyarakat," ujarnya.

Ketua BPD Pondok Kandang Ahmad Duner membantah, laporan nepotisme yang ditudingkan oknum warga setempat yang menyatakan, jika dirinya terpilih sebagai ketua BPD karena kakak kandungnya.

"Memangnya tidak boleh keluarga dari kepala desa menjadi perangkat desa dan BPD. Kami terpilih berdasarkan musyawarah dan mufakat bukan karena ada hubungan darah," jelasnya.

Ia mengatakan, dalam aspirasi itu ikut mendampingi sejumlah, yakni karang taruna, BPD, majelis taklim, remaja masjid, badan musyawarah adat (BMA), pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK), lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM), forum lembaga swadaya masyarakat, aliansi masyarakat peduli hutan produksi terbatas (AMP HPT), dan LBH Muko Muko center menyatakan lima sikap.

                                            Penyataan sikap
Ahmad Duner menerangkan, ada lima pernyataan sikap kami terhadap keputusan dan kebijakan pencopotan Ahmad Zuhur sebagai Kepala Desa Pondok Kandang pertama, mengecam dan arogansi kebijakan kepala daerah yang dinilai melanggar peraturan pemerintah nomor 72/2005 tentang pemerintahan desa.

Kedua, anggota DPRD didesak untuk mencari akar permasalahan yang sebenarnya terkait pencopotan kepala desa sekaligus membatalkan surat keputusan pemberhentian jabatan kepala desa setempat.

Ketiga, pemerintah setempat harus memulihkan kembali nama baik kepala desa, karena kebijakan tersebut tidak prosedural dan profesional. Keempat, demi penegakan supremasi hukum.

Terakhir, pihaknya berharap DPRD dan masyarakat mendukung upaya kepala desa yang saat ini melaporkan oknum warga masyarakat yang telah mencemari nama baik ke kepolisian daerah Bengkulu dan melaporkan keputusan pemberhentian kepada pengadilan tata usaha negara.

Sementara itu Wakil Ketua I DPRD setempat Yurmardi menghargai keputusan dari warga itu, dan lembaga itu akan memanggil pihak-pihak yang mengeluarkan kebijakan seperti badan pemberdayaan masyarakat dan pemerintah desa, inspektorat, sekretaris daerah, dan bagian pemerintahan.

"Kami akan memanggil pihak eksekutif sebagai eksekutor dalam hal ini, karena kami tidak bisa menyelesaikan persoalan kepala desa ini, semua keputusan tetap di tangan kepala daerah," ujarnya.

Anggota DPRD lainnya Adrizon mengatakan, bahwa pertemuan ini merupakan permulaan bagi lembaga itu untuk mencari kebenaran dengan memanggil pihak-pihak yang terkait dengan pencopotan kepala desa. (KR-FTO)


Pewarta:

Editor : Indra Gultom


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012