Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Puluhan wartawan media cetak dan elektronik di Provinsi Bengkulu, menggelar aksi dengan berjalan mundur, dan mulut tertutup lakban di depan Makorem 041 Garuda Emas, Rabu.
Aksi itu digelar sebagai wujud solidaritas terhadap kekerasan yang dialami sejumlah wartawan yang sedang melakukan tugas peliputan di Kabupaten Kampar, Riau pada Selasa (16/10).
Unjuk rasa yang menarik perhatian sejumlah pengguna jalan itu mendapat penjagaan dari Kepolisian Resor Bengkulu.
Koordinator aksi, Safran Ansori yang juga wartawan Metro TV mengatakan aksi jalan mundur dengan mulut tertutup itu sebagai simbol mundurnya demokrasi di Indonesia.
"Ini kemunduran bagi demokrasi kita, tugas wartawan yang dilindungi Undang-undang telah dilecehkan aparat negara," katanya.
Ia mengatakan tindakan tersebut tidak cukup dengan permintaan maaf kepada para jurnalis korban kekerasan, tapi harus dituntaskan secara hukum.
Setelah menggelar aksi diam di depan Makorem 041 Gamas, para wartawan bergerak ke gedung DPRD Provinsi Bengkulu.
Sekretaris PWI Bengkulu Deva P Musriadi dalam orasinya di depan kantor DPRD Provinsi Bengkulu mengatakan segenap insan pers Bengkulu mengutuk keras aksi kekerasan oleh perwira TNI AU.
"Pers adalah alat kontrol demokrasi, dan kebebasan pers adalah hak azasi masyarakat demokratis," katanya.
Ia meminta lembaga DPRD Provinsi Bengkulu membuat surat pernyataan yang akan diteruskan ke Mabes TNI.
Sejumlah anggota DPRD Provinsi Bengkulu menemui wartawan dan menyatakan keprihatinan atas kekerasan yang menimpa wartawan di Riau.
"Kami sangat prihatin dan mengecam keras tindakan tersebut, dan meminta Panglima TNI untuk mencopot perwira yang menganiaya wartawan," katanya.
Aksi para jurnalis itu berlangsung tertib. Setelah menyampaikan aspirasinya, para wartawan membubarkan diri dengan tertib. (RNI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012
Aksi itu digelar sebagai wujud solidaritas terhadap kekerasan yang dialami sejumlah wartawan yang sedang melakukan tugas peliputan di Kabupaten Kampar, Riau pada Selasa (16/10).
Unjuk rasa yang menarik perhatian sejumlah pengguna jalan itu mendapat penjagaan dari Kepolisian Resor Bengkulu.
Koordinator aksi, Safran Ansori yang juga wartawan Metro TV mengatakan aksi jalan mundur dengan mulut tertutup itu sebagai simbol mundurnya demokrasi di Indonesia.
"Ini kemunduran bagi demokrasi kita, tugas wartawan yang dilindungi Undang-undang telah dilecehkan aparat negara," katanya.
Ia mengatakan tindakan tersebut tidak cukup dengan permintaan maaf kepada para jurnalis korban kekerasan, tapi harus dituntaskan secara hukum.
Setelah menggelar aksi diam di depan Makorem 041 Gamas, para wartawan bergerak ke gedung DPRD Provinsi Bengkulu.
Sekretaris PWI Bengkulu Deva P Musriadi dalam orasinya di depan kantor DPRD Provinsi Bengkulu mengatakan segenap insan pers Bengkulu mengutuk keras aksi kekerasan oleh perwira TNI AU.
"Pers adalah alat kontrol demokrasi, dan kebebasan pers adalah hak azasi masyarakat demokratis," katanya.
Ia meminta lembaga DPRD Provinsi Bengkulu membuat surat pernyataan yang akan diteruskan ke Mabes TNI.
Sejumlah anggota DPRD Provinsi Bengkulu menemui wartawan dan menyatakan keprihatinan atas kekerasan yang menimpa wartawan di Riau.
"Kami sangat prihatin dan mengecam keras tindakan tersebut, dan meminta Panglima TNI untuk mencopot perwira yang menganiaya wartawan," katanya.
Aksi para jurnalis itu berlangsung tertib. Setelah menyampaikan aspirasinya, para wartawan membubarkan diri dengan tertib. (RNI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012