Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di kawasan Teluk Sepang Bengkulu terus mendapat penolakan dari warga sekitar. Salah satu warga bahkan menuding proyek bernilai ratusan juta dolar itu melanggar sila ke-2 Pancasila yakni kemanusiaan yang adil dan beradap.

Adalah Jalaludin salah satu warga Teluk Sepang yang dari awal konsisten menolak pembangunan PLTU yang berkapasitas 2x100 MW tersebut yang mengatakannya.

Pria paruh baya ini menyebut kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat aktifitas PLTU merupakan bentuk ketidakberadapannya negara terhadap warga sekitar PLTU.

Sedangkan soal keadilan, Jalaludin menganggap proses ganti rugi tumbuhan milik warga yang lahannya kini menjadi bagian dari pembangunan PLTU tidak sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) Bengkulu nomor 27 tahun 2016 tentang pedoman ganti rugi tanam tumbuh untuk kepentingan umum disebutkan nilai ganti rugi.

Tumbuhan milik 11 warga Teluk Sepang hanya dihargai Rp125 ribu per batang. Sedangkan menurut Pergub tersebut, kata Jalaludin, satu batang tumbuhan sawit yang sudah berbuat dihargai Rp700 ribu per batang.

Lahan pertanian warga itu bahkan digusur terlebih dulu baru kemudian dilakukan proses ganti rugi. Penggusuran itu bahkan dilakukan pada malam hari. Kata Jalaludin hal ini sangat tidak berprikemanusiaan.

"Mereka tebasi dulu baru diganti rugi. Memang sejak awal tindakan PLTU itu tidak ada keadilan," katanya saat diwawancarai, Kamis.

Bukan tanpa upaya, sejak awal bersama warga lainnya Jalaludin terus menolak pembangunan PLTU tersebut dan menuntut ganti rugi tanaman tumbuh sesuai dengan aturan.

Upaya audiensi bersama Gubernur Bengkulu, menyampaikan keluh-kesah ke DPRD Provinsi Bengkulu, melakukan aksi unjuk rasa pun telah ditempuh sebagai upaya memperoleh keadilan.

Bahkan belasan warga Teluk Sepang pun pernah bermalam-malam menginap dan mendirikan tenda di PLTU Teluk Sepang untuk menuntut keadilan.

Terbaru, warga Teluk Sepang termasuk Jalaludin bersama Koalisi Langit Biru mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bengkulu agar izin PLTU tersebut dicabut.

"Coba direnungkan, pelanggaran-pelanggaran yang saya sebutkan itu adalah melanggar sila ke-2 Pancasila. Coba bayangkan manusia yang hidup disana," ujarnya.

Pewarta: Carminanda

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019