Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Lembaga swadaya masyarakat Fitra menyebutkan belanja pegawai Pemerintah Provinsi Bengkulu telah membebani APBD daerah itu sehingga belanja modal terus menyusut.

"Belanja modal terus menyusut sedangkan belanja pegawai terus meningkat, artinya pemerintah masih lebih berkutat pada persoalan birokrasi bukan pelayanan publik," kata Sekretaris Nasional LSM Fitra, Abdul Waid di Bengkulu, Rabu.

Ia mengatakan hal itu saat menjadi salah satu narasumber dalam seminar pencegahan korupsi melalui peningkatan kualitas pelayanan publik dan pengelolaan APBD di Provinsi Bengkulu.

Waid yang menyampaikan materi dengan topik "Pencegahan Korupsi Anggaran Daerah" menyebutkan APBD Provinsi Bengkulu dibebani belanja pegawai hingga mencapai  45 persen.

"Padahal APBD itu bersumber dari rakyat melalui pajak, retribusi dan lainnya, tapi ternyata belanja modal pada 2012 hanya 20 persen," katanya.

Belanja pegawai Pemprov Bengkulu pada 2008 sebesar Rp269,9 miliar meningkat menjadi Rp496,8 miliar pada 2012.

Sedangkan belanja modal pada 2008 sebesar Rp388,3 miliar, terus menyusut hingga pada 2012 sebesar Rp321,6 miliar.

Angka tersebut kata dia menunjukkan rendahnya alokasi untuk masyarakat dimana pada 2012 nilai APBD sebesar Rp1,5 triliun dimana sebesar Rp496 miliar dibelanjakan untuk pegawai yang berjumlah 6.298 orang.

"Jika dibuat rata-rata maka setiap pegawai di Provinsi Bengkulu memperoleh alokasi sebesar Rp78,8 juta per tahun," katanya.

Sedangkan sisanya sebesar Rp1 triliun dan jika diandakan dana tersebut untuk pemenuhan program yang berhubungan dengan masyarakat yang berjumlah 1,7 juta jiwa maka setiap warga hanya memperoleh Rp635 ribu per tahun atau Rp52 ribu per bulan.

Dana tersebut disalurkan untuk beberapa program pendidikan, kesehatan, pertanian, pembangunan dan pengadaan insfrakstruktur.

"Hitungan ini masih mengabaikan fakta terlalu banyak belanja barang dan jasa yang kembali ke aparat daerah, seperti pemeliharaan gedung, pembelian mobil dinas, perjalan dinas dan juga mengabaikan asumsi 30 persen dana APBD dikorupsi," katanya.

Waid juga menyoroti rendahnya nilai belanja modal yakni hanya 20 persen dari APBD padahal, amanat peraturan minimal 29 persen dari total APBD.

Selain itu, ia juga mempertanyakan dana hibah yang mencapai Rp234 miliar pada 2012 sedangkan pada tahun anggaran 2011 hanya Rp21,6 miliar.

Sementara itu Kepala Bidang Investigasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Bengkulu Ganis memperjelas bahwa dana hibah dalam APBD Bengkulu tahun anggaran 2012 hanya sebesar Rp17 miliar.

"Karena dana BOS dimasukkan dalam pos dana hibah sehingga jumlahnya begitu besar, tapi untuk hibah pemerintah daerah sebenarnya hanya Rp17 miliar," katanya.

Namun, Ganis tetap menyoroti alokasi dana hibah yang terus menerus diberikan oleh pemerintah daerah kepada instansi vertikal dan nilainya cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Ia mengatakan pemberian dana hibah kepada instansi vertikal seharusnya tidak perlu dilakukan setiap tahun, apalagi dengan APBD yang nilainya kecil. (ANT)

Pewarta:

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012