Juha Christensen, fasilitator perdamaian Aceh, mengatakan proses perdamaian yang sudah berjalan di Tanah Rencong bisa saja diterapkan untuk menciptakan perdamaian di Papua.
"Ya, kita kan sudah buktikan di Aceh bahwa melalui proses dialog, di mana ada pihak ketiga yang independen, Itu bisa selesai konflik yang lebih dari 30 tahun," katanya di Jakarta, Rabu.
Hal tersebut diungkapkan pria berkebangsaan Finlandia itu, saat Dialog Publik "Memaknai Perdamaian Aceh: Refleksi 14 Tahun MoU RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)".
Juha yang sangat fasih berbahasa Indonesia mengatakan proses perdamaian yang tercipta di Aceh bisa menjadi model dan harapan penyelesaian konflik di daerah-daerah lain, termasuk Papua.
Ia menjelaskan setiap konflik pasti memiliki kondisi kekhasan tertentu yang dipengaruhi berbagai aspek, baik pernah ada di Aceh ataupun daerah-daerah lain.
"Tentu ada hal-hal, faktor khusus, seperti pada perdamaian Aceh dan perundingan Helsinki. Tetapi, kalau ada kemauan, pasti bisa. Semua negara ingin bisa selesai masalah-masalah domestik dan internalnya," katanya.
Juha mengaku tidak terlalu memahami kondisi konflik di Papua karena memang tidak menangani sebagaimana konflik di Aceh, tetapi kunci menyelesaikan konflik adalah melalui dialog.
Mengenai pendekatan bersenjata melalui berbagai operasi untuk mengatasi konflik di Papua, ia menghormati karena TNI dan kepolisian memiliki kewenangan dan tanggung jawab masing-masing.
"Tentu ada tugas TNI, tugas Polri. Tetapi, kalau untuk konflik-konflik itu kan harus ada dialog. Apakah masalah internal domestik, atau ada masalah lebih besar, perang. Itu yang kami promosikan, dialog," ujar Juha.
Konflik dengan kelompok sipil bersenjata di Papua hingga sekarang ini masih terus berlangsung dan menimbulkan korban dari kedua pihak. Terakhir, anggota Polri Briptu Hedar gugur setelah ditembak.
Anggota Ditreskrimum Polda Papua yang meninggal dalam penyanderaan kelompok bersenjata di Kabupaten Puncak, Papua, itu dikabarkan sempat berusaha melawan dan melarikan diri, tetapi kemudian ditembak.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019
"Ya, kita kan sudah buktikan di Aceh bahwa melalui proses dialog, di mana ada pihak ketiga yang independen, Itu bisa selesai konflik yang lebih dari 30 tahun," katanya di Jakarta, Rabu.
Hal tersebut diungkapkan pria berkebangsaan Finlandia itu, saat Dialog Publik "Memaknai Perdamaian Aceh: Refleksi 14 Tahun MoU RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)".
Juha yang sangat fasih berbahasa Indonesia mengatakan proses perdamaian yang tercipta di Aceh bisa menjadi model dan harapan penyelesaian konflik di daerah-daerah lain, termasuk Papua.
Ia menjelaskan setiap konflik pasti memiliki kondisi kekhasan tertentu yang dipengaruhi berbagai aspek, baik pernah ada di Aceh ataupun daerah-daerah lain.
"Tentu ada hal-hal, faktor khusus, seperti pada perdamaian Aceh dan perundingan Helsinki. Tetapi, kalau ada kemauan, pasti bisa. Semua negara ingin bisa selesai masalah-masalah domestik dan internalnya," katanya.
Juha mengaku tidak terlalu memahami kondisi konflik di Papua karena memang tidak menangani sebagaimana konflik di Aceh, tetapi kunci menyelesaikan konflik adalah melalui dialog.
Mengenai pendekatan bersenjata melalui berbagai operasi untuk mengatasi konflik di Papua, ia menghormati karena TNI dan kepolisian memiliki kewenangan dan tanggung jawab masing-masing.
"Tentu ada tugas TNI, tugas Polri. Tetapi, kalau untuk konflik-konflik itu kan harus ada dialog. Apakah masalah internal domestik, atau ada masalah lebih besar, perang. Itu yang kami promosikan, dialog," ujar Juha.
Konflik dengan kelompok sipil bersenjata di Papua hingga sekarang ini masih terus berlangsung dan menimbulkan korban dari kedua pihak. Terakhir, anggota Polri Briptu Hedar gugur setelah ditembak.
Anggota Ditreskrimum Polda Papua yang meninggal dalam penyanderaan kelompok bersenjata di Kabupaten Puncak, Papua, itu dikabarkan sempat berusaha melawan dan melarikan diri, tetapi kemudian ditembak.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019