Kota Bengkulu (ANTARA) - Nilam, salah satu komoditas unggulan Indonesia, terus menunjukkan potensinya sebagai produk strategis di pasar global. Dengan kontribusi mencapai 90 persen terhadap kebutuhan minyak nilam dunia, Indonesia, khususnya Aceh, memegang peranan penting dalam industri parfum dan produk turunan lainnya.
Sejarah Panjang Nilam di Indonesia
Sejarah nilam di Indonesia dimulai sejak zaman kolonial Belanda. Nilam pertama kali diperkenalkan dari Filipina dan berkembang pesat di Aceh sebagai salah satu penghasil terbesar minyak atsiri dunia. Minyak nilam, yang dikenal dengan sebutan patchouli oil, digunakan sebagai bahan utama parfum untuk fungsi fiksatif dan penguat aroma.
Sejak 1990-an, Aceh pernah menguasai 70 persen pangsa pasar dunia, meskipun sempat menurun akibat konflik berkepanjangan.
"Nilam adalah komoditas yang memiliki sejarah panjang di Aceh. Bahkan pada masa kolonial, nilam sudah menjadi produk unggulan yang diandalkan untuk pasar internasional," ujar Prof. Syaifullah Muhammad, pakar nilam dari Atsiri Research Center (ARC) Universitas Syiah Kuala dalam podcast ANTARA TV baru-baru ini.
Baca juga: Marsha Aruan ungkap nilam sebagai pilihan parfum favorit
Baca juga: Petani Lebong keluhkan harga nilam rendah
Peran Atsiri Research Center (ARC)
Dalam sepuluh tahun terakhir, Atsiri Research Center (ARC) Universitas Syiah Kuala, Aceh, melakukan berbagai kajian untuk menghidupkan kembali industri nilam. Melalui pendekatan pentahelix, yang melibatkan pemerintah, akademisi, dunia usaha, media, dan masyarakat, ARC berhasil mengimplementasikan strategi dari hulu ke hilir.
Kini, sebanyak 17 kabupaten di Aceh kembali aktif menanam nilam, meningkat dari hanya empat kabupaten sebelumnya.
"Pendekatan pentahelix yang kami terapkan telah membantu membangun ekosistem yang lebih sehat dan berkelanjutan bagi industri nilam. Ini membuka peluang besar bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan," kata Prof. Syaifullah.