Perancang busana Tanah Air Merdi Sihombing menampilkan tenun asal Sumatera Utara dalam ajang Eco Fashion Week Indonesia 2019 di Belgia, Jumat.

"Kita memang masih memerlukan sumbangsih banyak pegiat yang mau bekerja dari tataran akar rumput. Perempuan berperan paling besar sebagai benteng pertahanan di dunia seni. Misalnya penenun atau penyulam. Oleh karena itulah saya merasa nyaman bekerja sama dengan perempuan di berbagai pelosok Indonesia untuk menghasilkan karya-karya yang luar biasa," ujar Merdi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Pada ajang itu, Merdi menggelar berbagai desain terbarunya dengan materi kain-kain tenun yang dihasilkan oleh para penenun dari berbagai pelosok Indonesia.

Eco Fashion Week Indonesia sebelumnya sudah pernah digelar di Gedung Stovia, Jakarta menjelang penghujung 2018 silam. Gebrakan baru ini menurut Merdi Sihombing dilakukannya setelah mendapatkan dukungan dan dorongan dari berbagai kalangan, selepas mengikuti gelaran Eco Fashion di Perth.

Beberapa karya penenun yang ditampilkan adalah yang berasal dari daerah Dairi, Sumatra Utara. Hal itu berawal dari inisiatif Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), pemerintah daerah setempat menginsiasi proyek kolaborasi ini, yang kemudian mendapatkan dukungan dari Inalum.




Tema yang diangkat dalam ajang itu yakni "Silahi", karena ulos-ulos yang dipamerkan semuanya adalah ulos marga Silalahi dan dikerjakan masyarakat marga itu di Desa Silahisabungan.

"Proposal yang masuk dari Dairi dianggap menarik. Pembangunan komunitas lain yang juga dilakukan oleh Kemendes PDTT adalah di daerah Barito Kuala. Ini adalah kelanjutan dari kerja sama pada tahun sebelumnya yakni di Alor dan Rote Ndao, yang karya-karyanya sudah kami tampilkan di EFWI 2018," kata Merdi.

Sejumlah kerja sama dilakukan dengan Kemendes PPDTT yakni kegiatan peningkatan kapasitas penenun di daerah tertinggal melalui pewarnaan alam. Mulai dari Kabupaten Alor (23-27 Agustus 2018), Rote Ndao (6-10 November 2018), Lombok Tengah (8-12 Meri 2019), Donggala (29 Juni-4 Juli 2019), Timor Tengah Utara (19-24 September 2019), Nias Selatan (10-14 September 2019), dan Wamena yang rencananya akan dilaksanakan akhir 2019.

EFWI 2019 di Anwerpen, Belgia pada 4 Oktober itu  juga menampilkan tas-tas yang dijalin dan dianyam oleh perempuan-perempuan yang bermukim di lahan gambut. Kolaborasi dengan Badan Restorasi Gambut (BRG) yang dijalin pada tahun 2019, kemudian menelurkan inovasi baru dalam menciptakan desain tas dari bahan purun yang memiliki nilai jual di pasar global.

Purun adalah jenis tumbuhan rumput yang hidup liar di dekat air atau rawa, sejenis dengan daun pandan yang hidup di sekitar rawa. Purun biasanya banyak terdapat di provinsi Sumatra Selatan, Kalimantan Selatan.  Tanaman purun dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk membuat kerajinan tangan yaitu tikar, kipas, tas dan lain-lain.


 
 

Pewarta: Indriani

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019