Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa isu adanya radikalisme tidak perlu dibesar-besarkan.
"Radikalisme itu bisa ada di setiap negara, tidak ada negara yang bisa kebal dengan paham ini," kata Luhut di Jakarta, Jumat mengomentari adanya penusukan terhadap Menko Polhukam Wiranto di Pandeglang.
Baca juga: Rumah penusuk Wiranto digeledah, polisi sita anak panah beserta busur dan buku
Luhut mencontohkan paham radikalisme di negara-negara lain tindakannya lebih mengerikan serta berdampak besar bagi negara. Sedangkan upaya penusukan kepada Menko Polhukam Wiranto hanya aksi kecil yang memang menunjukkan paham itu masih ada.
"Satu insiden kemarin tidak akan berdampak besar, saya percaya aparat mampu meredam itu," ujar Luhut.
Diinformasikan dari Mabes Polri, salah satu pelaku penusukan terhadap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto yang bernama Syahril Alamsyah alias Abu Rara diduga terpapar paham radikal.
"Terduga pelaku saat ini sudah diamankan di Polres Pandeglang dan masih diperiksa oleh Polres Pandeglang, Polda Banten dan dibantu Densus 88. Diduga pelaku terpapar radikal ISIS," tutur Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo.
Baca juga: Saleh Husin jenguk Wiranto setelah jalani operasi
Afiliasi pelaku dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di Indonesia masih didalami. Dari hasil keterangan sementara, motif pelaku yang terpapar paham radikal akan menyerang pejabat publik yang melakukan penegakan hukum terhadap kelompok itu.
Syahril Alamsyah berasal dari Medan dan durasi berada di Banten masih didalami oleh kepolisian. Bahkan, pelaku telah mempersiapkan senjata tajam saat berada di acara yang digelar di Universitas Mathlaul Anwar itu.
Dedi Prasetyo membantah penusukan menunjukkan terjadi kecolongan dalam pengamanan Wiranto karena interaksi masyarakat dengan pejabat publik saat di daerah merupakan kegiatan yang wajar.
"Bersalaman, disapa, itu hal yang biasa. Barikade untuk untuk pengawalan tetap melekat. Ada pamkat dekat beliau, pamwal juga ada. Standar operasional prosedur pengawalan dan pengamanan pejabat publik melekat," tutur Dedi Prasetyo.
Polisi telah menangkap dua pelaku penusuk Wiranto, selain Syahril Alamsyah, juga seorang perempuan bernama Fitri Andriana asal Brebes.
Baca juga: Luka tusuk di perut, Wiranto jalani operasi selama 3 jam
Baca juga: Menhan: Para pengawal menteri harus lebih waspada
Baca juga: Sejumlah kalangan curigai kasus penusukan Wiranto rekayasa
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019
"Radikalisme itu bisa ada di setiap negara, tidak ada negara yang bisa kebal dengan paham ini," kata Luhut di Jakarta, Jumat mengomentari adanya penusukan terhadap Menko Polhukam Wiranto di Pandeglang.
Baca juga: Rumah penusuk Wiranto digeledah, polisi sita anak panah beserta busur dan buku
Luhut mencontohkan paham radikalisme di negara-negara lain tindakannya lebih mengerikan serta berdampak besar bagi negara. Sedangkan upaya penusukan kepada Menko Polhukam Wiranto hanya aksi kecil yang memang menunjukkan paham itu masih ada.
"Satu insiden kemarin tidak akan berdampak besar, saya percaya aparat mampu meredam itu," ujar Luhut.
Diinformasikan dari Mabes Polri, salah satu pelaku penusukan terhadap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto yang bernama Syahril Alamsyah alias Abu Rara diduga terpapar paham radikal.
"Terduga pelaku saat ini sudah diamankan di Polres Pandeglang dan masih diperiksa oleh Polres Pandeglang, Polda Banten dan dibantu Densus 88. Diduga pelaku terpapar radikal ISIS," tutur Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo.
Baca juga: Saleh Husin jenguk Wiranto setelah jalani operasi
Afiliasi pelaku dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di Indonesia masih didalami. Dari hasil keterangan sementara, motif pelaku yang terpapar paham radikal akan menyerang pejabat publik yang melakukan penegakan hukum terhadap kelompok itu.
Syahril Alamsyah berasal dari Medan dan durasi berada di Banten masih didalami oleh kepolisian. Bahkan, pelaku telah mempersiapkan senjata tajam saat berada di acara yang digelar di Universitas Mathlaul Anwar itu.
Dedi Prasetyo membantah penusukan menunjukkan terjadi kecolongan dalam pengamanan Wiranto karena interaksi masyarakat dengan pejabat publik saat di daerah merupakan kegiatan yang wajar.
"Bersalaman, disapa, itu hal yang biasa. Barikade untuk untuk pengawalan tetap melekat. Ada pamkat dekat beliau, pamwal juga ada. Standar operasional prosedur pengawalan dan pengamanan pejabat publik melekat," tutur Dedi Prasetyo.
Polisi telah menangkap dua pelaku penusuk Wiranto, selain Syahril Alamsyah, juga seorang perempuan bernama Fitri Andriana asal Brebes.
Baca juga: Luka tusuk di perut, Wiranto jalani operasi selama 3 jam
Baca juga: Menhan: Para pengawal menteri harus lebih waspada
Baca juga: Sejumlah kalangan curigai kasus penusukan Wiranto rekayasa
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019