Pemadaman kebakaran hutan dan lahan di sejumlah daerah di Provinsi Sumatera Selatan semakin sulit dilakukan oleh Satgas operasi darat karena kanal dan embung mulai kering.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sumatera Selatan Iriansyah di Palembang, Minggu mengatakan, kanal dan embung saat ini mulai kering karena periode hari tanpa hujan sudah di atas 21 hari di sejumlah lokasi di Kabupaten Ogan Komering Ilir.
“Kondisi ini semakin menyulitkan personel, karena bukan hanya menghadapi cuaca ekstrem yakni suhu udara yang panas dan angin yang kencang, tapi juga sulitnya mendapatkan sumber air,” kata Iriansyah.
Meski demikian, Satgas Karhutla Sumsel tetap berupaya memaksimalkan satgas darat dengan menambah personel 1.030 orang yang terdiri atas 300 orang perseonel TNI, 500 orang dari Polri, 50 orang dari Satpol PP, dan sisanya dari BNPB dan Tagana.
Ia mengatakan, oleh karena itu satu-satunya upaya yang cukup efektif yakni melalui operasi udara dengan mengerahkan 9 unit helikopter pembom air (waterbombing).
Operasi udara kini difokuskan di Kabupaten Ogan Komering Ilir karena jumlah titik panas terbanyak di Sumsel berada di kawasan tersebut.
Selain itu, juga dilakukan upaya Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dengan menggunakan satu unit pesawat Herkules dan satu unit pesawat cassa.
“Upaya TMC ini juga diakui kurang maksimal karena kecilnya potensi awan yang dapat disemai, tapi Satgas Udara tetap berupaya,” kata dia.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan memperpanjang status tanggap darurat bencana kebakaran hutan dan lahan dari seharusnya berakhir 31 Oktober menjadi 10 November 2019, untuk merespon perkiraan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika yang menyatakan bahwa hujan di wilayah Sumsel akan turun pada pekan kedua November.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sumatera Selatan Iriansyah di Palembang, Minggu mengatakan, kanal dan embung saat ini mulai kering karena periode hari tanpa hujan sudah di atas 21 hari di sejumlah lokasi di Kabupaten Ogan Komering Ilir.
“Kondisi ini semakin menyulitkan personel, karena bukan hanya menghadapi cuaca ekstrem yakni suhu udara yang panas dan angin yang kencang, tapi juga sulitnya mendapatkan sumber air,” kata Iriansyah.
Meski demikian, Satgas Karhutla Sumsel tetap berupaya memaksimalkan satgas darat dengan menambah personel 1.030 orang yang terdiri atas 300 orang perseonel TNI, 500 orang dari Polri, 50 orang dari Satpol PP, dan sisanya dari BNPB dan Tagana.
Ia mengatakan, oleh karena itu satu-satunya upaya yang cukup efektif yakni melalui operasi udara dengan mengerahkan 9 unit helikopter pembom air (waterbombing).
Operasi udara kini difokuskan di Kabupaten Ogan Komering Ilir karena jumlah titik panas terbanyak di Sumsel berada di kawasan tersebut.
Selain itu, juga dilakukan upaya Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dengan menggunakan satu unit pesawat Herkules dan satu unit pesawat cassa.
“Upaya TMC ini juga diakui kurang maksimal karena kecilnya potensi awan yang dapat disemai, tapi Satgas Udara tetap berupaya,” kata dia.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan memperpanjang status tanggap darurat bencana kebakaran hutan dan lahan dari seharusnya berakhir 31 Oktober menjadi 10 November 2019, untuk merespon perkiraan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika yang menyatakan bahwa hujan di wilayah Sumsel akan turun pada pekan kedua November.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019