Gugatan izin lingkungan PLTU batu bara Teluk Sepang telah terdaftar di PTUN Bengkulu pada 20 Juni 2019 dengan No. 112/G/LH/2019/PTUN.BKL. Proses sidang selama enam bulan, mulai dari Juli 2019 sampai Desember 2019 dengan tergugat I Gubernur Bengkulu, Tergugat II Lembaga OSS dan Tergugat II Intervensi PT Tenaga Listrik Bengkulu (TLB) pemilik proyek PLTU 2 x 100 Megawatt (MW).

Menarik ditelaah lebih dalam terkait masuknya tergugat II Intervensi menjadi para pihak dalam perkara ini berada di ujung prosesi persidangan yaitu di sidang ke 16 dari total sidang sampai putusan adalah 20 kali.

Sementara kesepakatan antara majelis hakim dengan para pihak PT TLB diberi waktu sampai dengan penyampaian duplik.

Koordinator Tim Advokasi Langit Biru, Saman Lating sebahainkuasa hukum warga penggugat mengatakan selama proses persidangan, para penggugat menghadirkan enam orang saksi fakta dan lima orang saksi ahli. Adapun enam saksi fakta yaitu Dr Gunggung Senoaji selaku tim teknis penyusun kerangka acuan Andal PLTU batu bara Teluk Sepang, Martian direktur Yayasan Ulayat Bengkulu, warga Teluk Sepang yaitu Hamidin, Syahril dan Aung, Ali Akbar Ketua Kanopi dan saksi ahli yang dihadirkan adalah Dr. W. Riawan Tjandra ahli hukum administrasi Negara, Yohanes Budi Sulistioadi PhD ahli pemetaan, Prof. R. Budi Haryanto, ahli kesehatan masyarakat, I Gusti Agung Made Wardana ahli hukum lingkungan dan Fredy Chandra ahli kebencanaan.

Kesimpulan dari proses persidangan dengan menghadirkan saksi fakta dan saksi ahli yang disandingkan dengan materi gugatan menyatakan bahwa penerbitan izin lingkungan didasarkan pada ketidakbenaran dan/atau pemalsuan informasi.  Bahwa ada klaim persetujuan warga di dalam dokumen ANDAL PLTU batu bara Teluk Sepang,  terdapat 92 persen masyarakat yang setuju dilakukannya pembangunan PLTU Teluk Sepang dan 8 persen sisanya ragu-ragu merupakan bentuk cacat hukum dan ketidakbenaran informasi. 

Hal ini pun, dikuatkan oleh saksi fakta dalam persidangan yaitu Hamidin dan Syahril.

Terbitnya izin lingkungan dinilai tidak sesuai dengan Perda No 02 Tahun 2012 tentang RTRW Provinsi Bengkulu tahun 2012-2032 dan Perda No 14 Tahun 2012 Tentang RTRW Kota Bengkulu tahun 2012-2032. 

Saksi fakta Gunggung Senoaji, menyatakan dalam persidangan pada 14 Oktober 2019 bahwa ia sudah mengajukan keberatan terhadap rencana pembangunan PLTU Teluk Sepang karena ketidaksesuaian dengan Perda RTRW provinsi maupun kota.

Pernyataan ini diperkuat oleh keterangan Ahli I Gusti Agung Made Wardana PhD menyatakan bahwa apabila dokumen KA ANDAL yang diajukan tidak sesuai dengan RTRW maka dokumen tersebut wajib dikembalikan kepada pemrakarsa. Jadi pilihannya pemrakarsa memindahkan lokasinya atau mengubah terlebih dahulu tata ruang. 

Jika ketidaksesuaian tetap dilanjutkan artinya dokumen KA ANDAL tersebut cacat hukum yuridis dan dapat dibatalkan karena bertentangan dengan PP 27 tahun 2012.

Hal lain dalam proses persidangan dibahas tentang terbitnya izin lingkungan bertentangan dengan kewajiban Gubernur Bengkulu untuk melakukan penanggulangan bencana dan mitigasi bencana. Freddy Chandra selaku saksi ahli bidang kebencanaan menyatakan bahwa berdirinya shelter tsunami di Teluk Sepang merupakan indikator suatu wilayah itu rawan bencana tsunami. Fakta tidak dimuatnya analisis mengenai mitigasi bencana dalam dokumen Andal PLTU Teluk Sepang tahun 2016 dan Adendum Andal PLTU Teluk Sepang tahun 2018 menurut beliau berarti izin lingkungan cacat secara prosedur maupun substansi karena melanggar aspek-aspek mitigasi bencana.

Berdasarkan keterangan ahli kesehatan, Prof Budi Harianto menyatakan bahwa abu yang dihasilkan dari pembakaran batubara PLTU mengandung sumber polutan berupa PM 2,5 arsenik , merkuri, timbal, dan logam berat lainnya apabila masuk ke tubuh manusia akan mengakibat penyakit-penyakit kronis seperti penyakit pernafasan, stroke, cancer, penyakit jantung, kematian dini. 

Selain itu pencemaran udara juga dihasilakna dari debu dengan polutan PM.10 jika terhirup manusia akan masuk sampai saluran nafas atas dari hidung sampai tenggorokan biasanya terletak di kepala salah satunya ISPA.

Manajer Kampanye Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Arip Yogiawan mengatakan bahwa YLBHI mendukung upaya warga Bengkulu menggugat izin Lingkungan PLTU Teluk Sepang.

Menurut dia, jika laut sudah tercemar akan berdampak terhadap biota laut dan kehidupan manusia, maka harus sesegera mungkin pemerintah melakukan tindakan kongkrit, termasuk menghentikan operasi PLTU Teluk Sepang.

Sementara Koordinator Pelaksana Gerakan Bersihkan Indonesia, Ahmad Ashov menyatakan putusan pengadilan atas gugatan masyarakat akan menunjukkan apakah hukum akan berpihak pada bukti-bukti nyata, akal sehat, serta keselamatan rakyat dan lingkungan, atau pada kepentingan keuntungan investasi sesaat saja. 

"Bengkulu bisa menjadi teladan bagi Indonesia di mana keadilan ditegakkan, suatu hal yang semakin sukar ditemukan di Indonesia, dan teladan tersebut dapat ditunjukkan oleh Majelis Hakim PTUN Bengkulu," katanya.

Sementara Juru Kampanye Energi Yayasan Kanopi Hijau Indonesia, Olan Sahayu mengatakan atas nama lingkungan hidup ia berharap gugatan izin lingkungan PLTU batu bara Teluk Sepang dimenangkan oleh rakyat.

Sidang putusan gugatan izin lingkungan ini akan digelar di PTUN Bengkulu pada Selasa (17/12) pukul 09.00 WIB.

Pewarta: Gogo Priogo

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019