"Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah" demikian fatwa yang disampaikan Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno dalam pidatonya pada upacara peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1966 lalu. Pidato ini merupakan pidato terakhir Bung Karno pada peringatan hari kemerdekaan.

Para ahli sejarah sepakat jika di balik pidato ini terkandung semangat kenegarawanan yakni semangat untuk memperkokoh pondasi ideologis sebagai pijakan agar bangsa ini agar tak terombang-ambing dalam kegalauan identitas. Apalagi, saat pidato itu disampaikan bangsa ini baru berusia 25 tahun, terbilang masih belia.

Agaknya Bung Karno sudah memprediksi jika sewaktu-waktu bangsa ini akan berada pada situasi krisis identitas, dimana sejarah bisa saja dibolak-balikan, tak lagi jelas mana ujung dan mana pangkal. Parahnya lagi, jika krisis identitas yang berawal dari kekacauan membaca sejarah ini menjangkiti kawula muda yang disebut-sebut sebagai pewaris bangsa.

Baca juga: Ke Bengkulu, Presiden Jokowi sambangi rumah pahlawan nasional Ibu Fatmawati

Hari ini, Rabu (5/2) tepat di jantung Kota Bengkulu bangsa ini kembali merefleksikan nilai-nilai perjuangan bangsa. Sebuah upaya yang dilakukan negara untuk mengejawantahkan Jasmerah yang disebut Bung Karno itu.

Kehadiran negara untuk memastikan Jasmerah Bung Karno itu tidak hanya sebagai jargon belaka dibuktikan dengan kedatangan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo ke Kota Bengkulu untuk meresmikan monumen pahlawan nasional, sekaligus ibu negara pertama Fatmawati Soekarno.

Peresmian monumen bersejarah ini bertepatan pula dengan peringatan haul Fatmawati Soekarno. Anak dari pasangan Hasan Dien yang merupakan tokoh Muhammadiyah dan Siti Chadijah ini lahir di Bengkulu pada 5 Februari 1923 lalu.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmikan Monumen Fatmawati di Bengkulu, Rabu (5/2/2020). ANTARA/HO Media Center/pri.

Meskipun kehadiran Jokowi ini hanya sekitar 2 jam saja, tetapi kedatangan Jokowi ke Kota Bengkulu kali ini hanya khusus untuk menghadiri haul Fatmawati Soekarno dan meresmikan monumen saja, tak ada agenda lain. Kunjungan ini merupakan kunjungan ke-3 Presiden Jokowi ke Bumi Rafflesia.

Selesai mengikuti rangkaian peringatan haul dan peresmian monumen Fatmawati, Presiden Jokowi bersama rombongan langsung bertolak kembali ke Jakarta. 

Monumen yang diresmikan Jokowi ini tepat berada di jantung Kota Bengkulu yakni di Simpang Lima Ratu Samban. Lokasi ini sehari-harinya ramai dilalui kendaraan baik roda dua maupun roda empat. Tetapi ketika peresmian monumen, lokasi ini steril dari lalu-lalang kendaraan.

Baca juga: Sembilan tuntutan mahasiswa untuk Jokowi, termasuk tutup PLTU batu bara

Baca juga: Empat mahasiswa Bengkulu diamankan polisi saat mendemo presiden Jokowi

Tak jauh dari lokasi berdirinya monumen ini, terdapat rumah panggung berdinding papan dan berlantai kayu. Rumah sederhana ini menjadi tempat Fatmawati menghabisi masa kecil hingga dewasa. Rumah ini juga menjadi saksi awal mula cinta Bung Karno dan Fatmawati. 

Sebelum meresmikan monumen, Presiden Jokowi bersama rombongan sempat singgah sebentar ke rumah yang kini telah menjadi museum tersebut. Sejumlah tokoh nasional lainnya ikut mendampingi Jokowi diantaranya Ketua DPR RI Puan Maharani, Wakil Ketua DPD RI Sultan Bachtiar Najamudin, Menko PMK Muhajir Efendi dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

Menurut Jokowi, Fatmawati Soekarno merupakan sosok yang berjasa dalam upaya merebut dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Fatma sapaan akrabnya, disebut memiliki peran penting dibalik prosesi proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 yakni menjahit bendera pusaka merah putih.

"Ibu Fatmawati bukan hanya ibunya warga Bengkulu, tetapi juga ibunya seluruh rakyat Indonesia. Beliau selamanya akan dikenang karena visi dan pandangan beliau yang jauh kedepan. Atas jasa beliau kita bangsa Indonesia memiliki bendera pusaka merah putih yang dijahit dengan tangan beliau sendiri dan dipersiapkan sebelum Indonesia merdeka," kata Jokowi dalam pidatonya saat meresmikan monumen tersebut.

Fatmawati disunting oleh Bung Karno untuk dijadikan istri pada 1 Juni 1943 atau dua tahun sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Dari pernikahan ini, keduanya dikaruniai 5 orang anak yang salah satunya menjadi Presiden ke-5 Republik Indonesia. 
 
Presiden Joko Widodo menyambangi rumah pahlawan nasional Ibu Fatmawati Soekarno, yang berada di Jalan Fatmawati No.10, Penurunan, Ratu Samban, Bengkulu, Rabu (5/2). (Foto: Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden)

Kelima anak pasangan Bung Karno dan Fatmawati tersebut yakni Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekrnoputri, Sukmawati Seokarnoputri dan Guruh Soekarnoputra.

Fatmawati menghembuskan nafas terakhirnya pada 14 Mei 1980 di Malaysia setelah terkena serangan jantung dalam perjalanan pulang dari ibadah umroh di tanah suci Mekah. Fatmawati dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia pada kepemimpinan Presiden Abdurahman Wahid alias Gusdur kemudian memberikan gelar pahlawan nasional untuk Fatmawati Soekarno. Di Bengkulu, nama Fatmawati juga dijadikan nama untuk bandara dan nama jalan.

Baca juga: Aktivis demo PLTU batu bara Bengkulu adu mulut dengan Polairud

Baca juga: Presiden Jokowi resmikan monumen Fatmawati di Bengkulu

Kata Jokowi, sebagai ibu negara, Fatmawati selalu mendukung perjuangan Bung Karno baik sebelum dan diawal-awal kemerdekaan Republik Indonesia. Kehadiran Fatmawati dianggap sebagai salah satu motivasi Bung Karno untuk selalu menjaga mimpi kemerdekaan Indonesia ditengah keterbatasan masa penjajahan.

Presiden Jokowi ingin peran Fatmawati Soekarno ini dijadikan pelajaran bagi generasi hari ini, terutama tentang keteladanan dan pentingnya arti pengorbanan. Peresmian monumen ini juga disebut sebagai tanda bukti hormat bangsa Indonesia atas perjuangan Fatmawati Soekarno.

"Mengingatkan kita semua anak-anak bangsa sebagai generasi penerus untuk meneladani sikap kenegarawanan ibu Fatmawati, memotifasi bangkitnya sikap-sikap kepahlawanan, reja berkorban untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa," papar Jokowi.

Jokowi juga meminta masyarakat Provinsi Bengkulu untuk selalu merawat dan menjaga monumen bersejarah ini. Hal ini sebagai bentuk penghargaan terhadap semangat perjuangan Fatmawati Soekarno yang tak lekang oleh waktu.


Bendera pusaka

Salah satu anak dari pasangan Bung Karno dan Fatmawati yakni Sukmawati Soekarnoputri saat memberikan sambutan pada acara peresmian monumen menceritakan babak demi babak keterlibatan Fatmawati dalam upaya merebut dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Kata Sukma, sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, ayahnya yakni Bung Karno memberikan tugas khusus untuk ibunya yakni Fatmawati. Bung Karno meminta Fatmawati untuk menjahit bendera merah putih yang nantinya akan dikibarkan setelah proklamasi.

Fatmawati mengindahkan perintah Bung Karno ini. Hanya saja saat itu ia tidak memiliki kain merah-putih untuk dijahit dijadikan bendera. Bung Karno kemudian meminta pemerintahan Jepang saat itu untuk menyediakan kain merah-putih

Tugas suci dan mulia ini dikerjakan Fatmawati dengan sepenuh hati meskipun saat itu ia sedang mengandung anak pertamanya yakni Guntur Soekarnoputra. "Bung Karno bilang sama Jepang saya mau kain merah dan putih, kemudian disediakan oleh pemerintah Jepang. Ibu Fatmawati melaksanakan tugas suci dan mulia yakni menjahit bendera merah putih yang dikibarkan pada 17 Agustus 1945," papar Sukmawati.

Kata Sukma, bendera merah putih yang dijahit ibunya ini sempat beberapa kali terancam dirusak dan diambil oleh Belanda. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1948 saat agresi militer Belanda II. Saat itu Belanda sudah mulai masuk dan ingin menguasai Yogyakarta.

Kebetulan Bung Karno saat itu juga sedang berada di Yogyakarta. Bung Karno menitipkan bendera merah putih yang dijahit Fatmawati itu kepada Muntahar yang saat itu menjadi orang dekatnya. 

Baca juga: Jokowi batal "ground breaking" tol Bengkulu

Kepada Muntahar Bung Karno berpesan agar menjaga bendera merah putih yang dijahit Fatmawati itu dengan segenap jiwa dan raganya. Muntahar pun mengamini perintah Bung Karno itu.

"Saya akan ditangkap, ini saya serahkan bendera merah putih yang dijahit ibu Fatmawati yang dibawa ke Yogya. Selamatkan bendera ini dengan jiwa dan ragamu. Jangan sampai bendera ini diambil dan dirusak oleh siapapun," kata Sukmawati menjelaskan dialog antara Bung Karno dan Muntahar saat itu.

Muntahar pun kemudian menyerahkan kembali bendera merah putih yang dijahit Fatmawati itu saat Bung Karno sudah berada di Jakarta. Bendera itu dikembalikan dalam kondisi utuh. 

"Bapak, saya sudah mengamankan bendera merah putih yang dijahit ibu Fatmawati ini dengan jiwa dan raga saya," kata Sukma menjelaskan penyampaian Muntahar kepada Bung Karno saat mengembalikan bendera merah putih yang dijahit Fatmawati.

Bendera merah putih yang dijahit Fatmawati Soekarno itu kini dikenal dengan bendera pusaka. Bendera itu disimpan sebagai bukti sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia di museum Monas. Bendera pusaka ini dikeluarkan setiap upacara peringatan kemerdekaan pada 17 Agustus.

Monumen Fatmawati Soekarno yang diresmikan Presiden Jokowi di Bengkulu ini pun menggambarkan Fatmawati saat sedang menjahit bendera merah putih. Monumen ini dibuat oleh pematung profesional Indonesia Nyoman Nuarta. 

Pembuatan monumen ini dibiayai menggunakan dana CSR konsorsium perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pembuatan monumen ini juga telah disetujui oleh anak-anak pasangan Bung Karno dan Fatmawati beserta keluarga besar Fatmawati Soekarno.

"Insyaallah ibu Fatmawati dialam barzah tersenyum bahagia karena rakyat Indonesia begitu memaknai perjuangan beliau. Mari kita mendoakan ibu Fatmawati mudah-mudahan almarhumah di alam barzah bahagia, diterima dan dilipat gandakan semua amal kebaikannya, dimaafkan semua khilaf dan salahnya sehingga beliau mendapatkan tempat yang mulia disisi Allah Subhanahu Wa Ta'ala," harap Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah.

Pewarta: Carminanda

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020