Sebanyak lima orangutan kembali dilepasliarkan di kawasan Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat dan mitranya IAR Indonesia.
Direktur Program IAR Indonesia Karmele L Sanchez dalam keterangan tertulisnya di Pontianak, Jumat mengatakan pelepasliaran kelima orangutan itu setelah semuanya dilakukan direhabilitasi.
"Semua orangutan yang dilepasliarkan itu, merupakan orangutan yang diselamatkan dari kasus pemeliharaan ilegal, dan sebelum dilepasliarkan, mereka menjalani masa rehabilitasi di pusat rehabilitasi orangutan di IAR Indonesia, di Ketapang. Proses rehabilitasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan sifat alami mereka sekaligus membuat mereka memiliki kemampuan bertahan hidup di habitat aslinya," ungkapnya.
Dia menambahkan, orangutan akan hidup bersama induknya sejak lahir sampai usia enam hingga delapan tahun. Selama masa pengsuhan inilah, orangutan seharusnya mempelajari berbagai kemampuan hidup seperti memanjat, mencari makan, dan membuat sarang. Namun karena berbagai sebab, bayi orangutan ini terpisah dari induknya dan berakhjr di tangan manusia sehingga kehilangan kesempatan untuk mempelajari segala kemampuan tersebut.
"Proses rehabilitasi sampai pelepasliaran ini bisa memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit, dan saat ini IAR Indonesia menampung lebih dari 90 orangutan untuk direhabilitasi. Proses rehabilitasi juga tidak bisa dibilang singkat yakni butuh tujuh hingga delapan tahun atau tergantung kemampuan masing-masing orangutan itu," ungkapnya
Sejak tahun 2016 IAR Indonesia mendirikan stasiun monitoring untuk memantau orangutan rehabilitasi yang dilepaskna dalam kawasan ini. Tim monitoring diterjunkan untuk melakukan pemantauan perilaku dan proses adaptasi orangutan ini di lingkungan barunya itu.
Tim monitoring yang terdiri dari warga desa penyangga kawasan TNBBBR ini akan mencatat perilaku orangutan setiap dua menit dari orangutan bangun sampai tidur lagi setiap harinya. Proses pemantauan ini berlangsung selama satu hingga dua tahun untuk memastikan orangutan yang dilepaskan bisa bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungan barunya, katanya.
"Kita tidak bisa mensukseskan program ini tanpa partisipasi dan keterlibatan dari warga setempat. Kami sangat bangga bisa bekerjasama dengan warga desa-desa penyangga Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya," ujar Karmele lagi.
Sementara itu, Kepala Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, Agung Nugroho mengatakan bahwa kegiatan pelepasliaran ini dilakukan dengan melalui serangkaian kegiatan dan kajian.
"Semua kegiatan dan kajian ini dilakukan untuk memastikan semua orangutan yang telah dilepasliarkan dapat hidup aman dan nyaman. Ketika pelepasliaran dilakukan bukan berarti kerja kita selesai. Tim monitoring akan bekerja tetap sekitar satu hingga dua tahun untuk memastikan setiap orangutan yang dilepasliarkan dapat beradaptasi dengan habitat barunya, dan kami harapkan orangutan yang dilepaskan di dalam kawasan BTNBBBR ini mampu membentuk populasi baru dan mempertahankan eksistensi spesiesnya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020
Direktur Program IAR Indonesia Karmele L Sanchez dalam keterangan tertulisnya di Pontianak, Jumat mengatakan pelepasliaran kelima orangutan itu setelah semuanya dilakukan direhabilitasi.
"Semua orangutan yang dilepasliarkan itu, merupakan orangutan yang diselamatkan dari kasus pemeliharaan ilegal, dan sebelum dilepasliarkan, mereka menjalani masa rehabilitasi di pusat rehabilitasi orangutan di IAR Indonesia, di Ketapang. Proses rehabilitasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan sifat alami mereka sekaligus membuat mereka memiliki kemampuan bertahan hidup di habitat aslinya," ungkapnya.
Dia menambahkan, orangutan akan hidup bersama induknya sejak lahir sampai usia enam hingga delapan tahun. Selama masa pengsuhan inilah, orangutan seharusnya mempelajari berbagai kemampuan hidup seperti memanjat, mencari makan, dan membuat sarang. Namun karena berbagai sebab, bayi orangutan ini terpisah dari induknya dan berakhjr di tangan manusia sehingga kehilangan kesempatan untuk mempelajari segala kemampuan tersebut.
"Proses rehabilitasi sampai pelepasliaran ini bisa memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit, dan saat ini IAR Indonesia menampung lebih dari 90 orangutan untuk direhabilitasi. Proses rehabilitasi juga tidak bisa dibilang singkat yakni butuh tujuh hingga delapan tahun atau tergantung kemampuan masing-masing orangutan itu," ungkapnya
Sejak tahun 2016 IAR Indonesia mendirikan stasiun monitoring untuk memantau orangutan rehabilitasi yang dilepaskna dalam kawasan ini. Tim monitoring diterjunkan untuk melakukan pemantauan perilaku dan proses adaptasi orangutan ini di lingkungan barunya itu.
Tim monitoring yang terdiri dari warga desa penyangga kawasan TNBBBR ini akan mencatat perilaku orangutan setiap dua menit dari orangutan bangun sampai tidur lagi setiap harinya. Proses pemantauan ini berlangsung selama satu hingga dua tahun untuk memastikan orangutan yang dilepaskan bisa bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungan barunya, katanya.
"Kita tidak bisa mensukseskan program ini tanpa partisipasi dan keterlibatan dari warga setempat. Kami sangat bangga bisa bekerjasama dengan warga desa-desa penyangga Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya," ujar Karmele lagi.
Sementara itu, Kepala Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, Agung Nugroho mengatakan bahwa kegiatan pelepasliaran ini dilakukan dengan melalui serangkaian kegiatan dan kajian.
"Semua kegiatan dan kajian ini dilakukan untuk memastikan semua orangutan yang telah dilepasliarkan dapat hidup aman dan nyaman. Ketika pelepasliaran dilakukan bukan berarti kerja kita selesai. Tim monitoring akan bekerja tetap sekitar satu hingga dua tahun untuk memastikan setiap orangutan yang dilepasliarkan dapat beradaptasi dengan habitat barunya, dan kami harapkan orangutan yang dilepaskan di dalam kawasan BTNBBBR ini mampu membentuk populasi baru dan mempertahankan eksistensi spesiesnya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020