Ratusan warga Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu menerima pembagian sertifikat tanah dalam program reforma agraria yang digagas pemerintah pusat di wilayah itu.
Kepala Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Rejang Lebong Krisno Kusdibyo disela-sela acara empat tahun kepemimpinan Bupati Ahmad Hijazi-Iqbal Bastari di Gedung Serbag Guna Rejang Lebong, Senin, mengatakan pembagian sertifikat tanah dalam program reforma agraria tersebut sudah mulai dilaksanakan sejak 2019 lalu dan sampai kini sudah berkisar 2.500 persil atau bidang tanah.
"Sampai saat ini sudah berkisar 2.500 persil, dan tahun ini akan kita tambah sekitar 1.000-an lagi sehingga bisa memenuhi target pendistribusiannya menjadi 3.600 persil," ujar dia.
Pembagian tanah atau redistribusi tanah yang diterima masyarakat Rejang Lebong tersebut kata dia, dilakukan pada lahan eks HGU PT Bumi Mega Sentosa (BMS) yang berada di wilayah Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kota Padang dan Sindang Beliti Ulu, di mana redistribusi tanah ini diterima oleh masyarakat di tiga kecamatan dengan dibuktikan identitas kependudukan Rejang Lebong.
Sejauh ini dalam pendistribusian sertifikat tanah itu pihaknya mengalami beberapa kendala seperti adanya warga yang telah lama menggarap lahan eks HGU itu bukan pendudukan Rejang Lebong, tetapi penduduk datangan dari Sumatera Selatan yang posisi pemukimannya dengan lahan hanya dipisahkan oleh rel kereta api.
"Kita sudah upayakan mereka dapat sertifikat ini tapi mereka bukan penduduk Rejang Lebong sehingga tidak bisa di proses, karena aturannya berdasarkan KTP dan NIK sehingga mereka yang bukan penduduk Rejang Lebong, Bengkulu tidak bisa kami proses," terangnya.
Sementara itu, Usep Setiawan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden yang turut menyaksikan acara penyerahan redistribusi tanah dalam reforma agraria di Rejang Lebong mengatakan, potensi objek tanah reforma agraria di daerah itu cukup banyak karena setiap tahunnya berkembang terus seperti eks HGU.
"Jadi HGU yang habis ada ribuan hektare, jadi itu bisa diredistribusi untuk kepentingan petani. Selain tanah bekas HGU juga tanah bekas kawasan hutan ini juga bisa juga menjadi objek reforma agraria, jadi potensi-potensi ini terus diidentifikasi dan verifikasi kemudian diterbitkan sertfikatnya oleh ATR/BPN," jelasnya.
Selain itu, kata Usep di Provinsi Bengkulu saat ini juga terdapat hutan adat yang berada di Kabupaten Rejang Lebong dan Kabupaten Lebong, di mana pihaknya bersama dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bengkulu sudah mengawalnya sejak 2017 lalu guna diterbitkan Perda dan SK pengakuan masyarakat adat serta tinggal menunggu usulan hutan adat ke Menteri LHK.
Dia berharap, semua bupati dan wali kota pada tahun ini agar segera membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) sebagai kelembagaan yang sifatnya multi pihak yang dalam artian melibatkan pihak ATR/BPN kemudian OPD-OPD tingkat kabupaten dan ada unsur perwakilan masyarakat adat dan petani, karena dalam APBN 2020 sudah disiapkan anggarannya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020
Kepala Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Rejang Lebong Krisno Kusdibyo disela-sela acara empat tahun kepemimpinan Bupati Ahmad Hijazi-Iqbal Bastari di Gedung Serbag Guna Rejang Lebong, Senin, mengatakan pembagian sertifikat tanah dalam program reforma agraria tersebut sudah mulai dilaksanakan sejak 2019 lalu dan sampai kini sudah berkisar 2.500 persil atau bidang tanah.
"Sampai saat ini sudah berkisar 2.500 persil, dan tahun ini akan kita tambah sekitar 1.000-an lagi sehingga bisa memenuhi target pendistribusiannya menjadi 3.600 persil," ujar dia.
Pembagian tanah atau redistribusi tanah yang diterima masyarakat Rejang Lebong tersebut kata dia, dilakukan pada lahan eks HGU PT Bumi Mega Sentosa (BMS) yang berada di wilayah Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kota Padang dan Sindang Beliti Ulu, di mana redistribusi tanah ini diterima oleh masyarakat di tiga kecamatan dengan dibuktikan identitas kependudukan Rejang Lebong.
Sejauh ini dalam pendistribusian sertifikat tanah itu pihaknya mengalami beberapa kendala seperti adanya warga yang telah lama menggarap lahan eks HGU itu bukan pendudukan Rejang Lebong, tetapi penduduk datangan dari Sumatera Selatan yang posisi pemukimannya dengan lahan hanya dipisahkan oleh rel kereta api.
"Kita sudah upayakan mereka dapat sertifikat ini tapi mereka bukan penduduk Rejang Lebong sehingga tidak bisa di proses, karena aturannya berdasarkan KTP dan NIK sehingga mereka yang bukan penduduk Rejang Lebong, Bengkulu tidak bisa kami proses," terangnya.
Sementara itu, Usep Setiawan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden yang turut menyaksikan acara penyerahan redistribusi tanah dalam reforma agraria di Rejang Lebong mengatakan, potensi objek tanah reforma agraria di daerah itu cukup banyak karena setiap tahunnya berkembang terus seperti eks HGU.
"Jadi HGU yang habis ada ribuan hektare, jadi itu bisa diredistribusi untuk kepentingan petani. Selain tanah bekas HGU juga tanah bekas kawasan hutan ini juga bisa juga menjadi objek reforma agraria, jadi potensi-potensi ini terus diidentifikasi dan verifikasi kemudian diterbitkan sertfikatnya oleh ATR/BPN," jelasnya.
Selain itu, kata Usep di Provinsi Bengkulu saat ini juga terdapat hutan adat yang berada di Kabupaten Rejang Lebong dan Kabupaten Lebong, di mana pihaknya bersama dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bengkulu sudah mengawalnya sejak 2017 lalu guna diterbitkan Perda dan SK pengakuan masyarakat adat serta tinggal menunggu usulan hutan adat ke Menteri LHK.
Dia berharap, semua bupati dan wali kota pada tahun ini agar segera membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) sebagai kelembagaan yang sifatnya multi pihak yang dalam artian melibatkan pihak ATR/BPN kemudian OPD-OPD tingkat kabupaten dan ada unsur perwakilan masyarakat adat dan petani, karena dalam APBN 2020 sudah disiapkan anggarannya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020