Suara perempuan dalam Pemilu 2024
Selasa, 23 Januari 2024 9:45 WIB 578
Ini juga dibuktikan ketika kuota 30 persen untuk kandidat perempuan di legislatif, ternyata hanya mencapai 10 persen karena perempuan lebih suka memilih laki-laki dari pada kandidat perempuan.
Kalau selama ini asumsi bahwa perempuan menjadi subordinat karena ada dominasi kaum laki-laki, ternyata ada dominasi bentuk lain, yakni antara perempuan dengan perempuan.
Tara Madden, dalam bukunya "Women vs Women" (2000) menyimpulkan kehidupan konflik perempuan sebagai berikut, "Ternyata dalam diri perempuan selama ini selalu terjadi konflik yang kritis dengan sesama jenis".
Perempuan seringkali merasa belum bisa menganggap perempuan lain sebagai makhluk yang dapat memberikan rasa aman di lingkungannya.
Perempuan sering kali masih menganggap bahwa perempuan lain adalah ancaman yang membahayakan dirinya dalam karir, rumah tangga, dan pribadi. Hal tersebut yang menyebabkan perempuan lebih memilih berteman dengan laki-laki dari pada dengan perempuan.
Dengan pemikiran itu, ada "pertempuran di antara perempuan" yang merupakan lautan konflik yang sulit terselami karena perempuan seringkali tidak jujur dan tidak berani. Selain itu, perempuan lebih sering menggunakan perasaan dalam mengomunikasikan sesuatu kepada orang lain.
Masalah pertikaian perempuan sekarang belum menjadi wacana karena belum mengemuka secara formal. Padahal, kendala ini, menurut Madden, akan terus terinternalisasi dalam diri perempuan dalam wujud sikap, perilaku, dan pemikirannya.
Ketika sekelompok buruh perempuan di pabrik di Jakarta Timur melakukan demo untuk protes terhadap kesejahteraan serta upah buruh, tidak banyak buruh perempuan lain yang mau mendukung, hanya karena takut kehilangan pekerjaan. Kondisi ini dipelihara terus oleh majikan, sehingga ketidakadilan yang menerpa kaum perempuan terus berlanjut, hanya karena sesama buruh perempuan tidak ada yang saling mendukung.
Fenomena ini juga ditunjukkan bagaimana sikap majikan perempuan yang suka menindas pembantu perempuan.
Antitesis
Dengan banyaknya jumlah perempuan pemilih pada Pemilu 2024, sebenarnya merupakan potensi untuk bersama-sama membuat sebuah gerakan perempuan sebagai sahabat bagi kaum perempuan. Gerakan ini sebagai antitesis temuan Tara Madden mengenai "women vs women" menjadi "perempuan sahabat perempuan".
Menurut Direktur STIA LAN Prof Nurliah Nurdin, dalam sebuah seminar di Jakarta, persahabatan perempuan dengan perempuan akan memiliki makna yang signifikan jika secara bersama-sama memecahkan berbagai masalah perempuan, termasuk KDRT.
Peran perempuan dalam Pemilu 2024 bukan hanya menjadi caleg, tapi ikut mengawasi jalannya pemilu dan menjadi pemilih cerdas, maka urusan perempuan diharapkan dapat terpecahkan dengan terpilihnya caleg perempuan sebagai wakil rakyat.
Dengan menjadi pemilih cerdas, perempuan diharapkan dapat memilih pemimpin yang mampu menjawab suara perempuan dalam berbagai bidang kehidupan yang lebih baik.
*) Dr Artini adalah pimpinan Lembaga Pendidikan Jurnalistik Antara 2003-2006