Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi menilai alih fungsi kawasan hutan yang masuk dalam revisi rencana tata ruang wilayah Provinsi Bengkulu untuk mengakomodasi kepentingan pemilik modal yakni perusahaan tambang dan batu bara.

"Jika melihat kawasan yang berubah fungsi dan sebagian yang dilepas menjadi kawasan nonhutan maka sangat jelas untuk mengakomodasi kepentingan pemodal, bukan masyarakat," kata Koordinator KKI Warsi Bengkulu Nurkholis Sastro di Bengkulu, Kamis.

Ia mengatakan dari seluas 31.000 hektare hutan yang berubah fungsi dan 2.192 hektare yang dilepas menjadi area penggunaan lain disinyalir telah diawali transaksi jual beli kawasan.

Kajian KKI Warsi Bengkulu terdapat empat perusahaan tambang serta tiga perusahaan perkebunan yang diduga kuat terlibat dalam proses alih fungsi hutan tersebut.

"Kalau untuk masyarakat hanya sedikit seperti di Kabupaten Rejang Lebong dan Seluma, sedangkan kawasan yang lainnya tidak ada pendudukan masyarakat," tambahnya.

Ia menyebutkan, kawasan hutan yang berubah fungsi untuk kepentingan pertambangan antara lain kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) fungsi khusus Pusat Latihan Gajah (PLG) di Kabupaten Bengkulu Utara.

Pemerintah melepas sekitar 700 hektare untuk pengembangan habitat gajah Sumatra (Elephas maximus) itu menjadi Hutan Produksi Kemasyarakatan (HPK) yang dinilai akan dialihkan menjadi pertambangan.

Lalu kawasan Hutan Lindung Rindu Hati dan Hutan Lindung Bukit Sanggul serta HPT Bukit Badas.

Sedangkan untuk kepentingan perusahaan perkebunan antara lain kawasan HPT Lebong Kandis, HPT Air Ipuh dan HPT Air Ipuh II di perbatasan Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Mukomuko.

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyetujui perubahan fungsi dan status 31.013 hektare hutan melalui revisi rencana tata ruang wilayah Provinsi Bengkulu.

"Keputusan itu diterbitkan pada akhir tahun 2011 dengan menyetujui perubahan fungsi seluas 31.013 hektare kawasan hutan, dan perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan hutan seluas 2.192 hektare," kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Bengkulu Edy Waluyo.

Ia mengatakan, keputusan tersebut dituangkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan RI nomor SK.643/Menhut-II.2011. Selain perubahan antar fungsi kawasan hutan seluas 31.013 hektare.

Menhut juga menyetujui penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas 101 hektare.

Fungsi kawasan hutan yang diubah seluas 31.013 hektare tersebut yakni kawasan hutan Cagar Alam (CA) menjadi Taman Wisata Alam (TWA) seluas 3.212 hektare, Taman Buru (TB) menjadi Hutan Lindung (HL) seluas 398 hektare, Hutan Lindung menjadi Produksi Terbatas (HPT) seluas 5.358 hektare.

Selanjutnya kawasan HPT menjadi Tahura seluas 485 hektare, HPT menjadi TWA seluas 1.412 hektare, HPT menjadi Hutan Produksi Kerakyatan seluas 2.329 hektare, Hutan Produksi (HP) menjadi TWA seluas 6.325 hektare, HP menjadi HPT seluas 2.050 dan HP menjadi HPK seluas 9.434 hektare.

"Perubahan fungsi yang diputuskan Menteri Kehutanan ini sudah melalui kajian tim terpadu," tambahnya.

Sementara kawasan hutan yang dilepas atau peruntukannya berubah dari kawasan hutan menjadi bukan hutan seluas 2.192 hektare sebagian besar adalah permukiman tua yang sudah ada sebelum Tata Guna Hutan Kesepatan (TGHK) pada 1999.

Ia mencontohkan keberadaan Desa Bengko dan Desa Talang Belitar di Kabupaten Rejang Lebong yang merupakan desa tua dan sudah ada sejak zaman Belanda.

"Begitu juga di Kabupaten Seluma ada beberapa desa yang ditetapkan dalam kawasn hutan padahal desa itu adalah desa tua yang sudah ada sebelum penetapan TGHK," tambahnya. (T.KR-RNI/I016)

Pewarta:

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012