Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan sudah menyelesaikan audit atas dugaan penggelapan uang negara terkait pemberian honor dewan pengawas dan pembina RSUD M Yunus Bengkulu.
Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Bengkulu Sudiro mengatakan audit sudah tuntas dan hasilnya segera diserahkan kepada kepolisian daerah Bengkulu yang tengah mengusut kasus itu.
"Audit sudah selesai dan ditemukan kerugian negara akibat terbitnya surat keputusan yang tidak sah," katanya kepada wartawan di Bengkulu, Kamis.
Meski tidak menyebut angka kerugian secara rinci, nilai kerugian negara akibat kasus tersebut diperkirakan lebih dari Rp5 miliar.
Sudiro mengatakan surat keputusan pemberian honor kepada dewan pengawas dan dewan pembina adalah tidak sah sebab RSUD itu sudah berbentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Dengan status BLUD, rumah sakit itu yang seharusnya tidak lagi memiliki tim pembina tetapi berganti menjadi badan pengawas.
"Tetapi honor masih diberikan kepada dewan pembina sejak 2010 hingga 2012 dan tentang siapa yang bertanggungjawab mengakibatkan kerugian negara, kami serahkan kepada Polda," katanya.
Sementara penyidik Polda Bengkulu telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus tersebut yakni dua orang mantan Direktur Umum RSUD M Yunus, ZZ dan YT serta seorang staf keuangan rumah sakit, DW.
Direktur Reskrim Khusus Polda Bengkulu, Kombes Pol Mahendra Jaya, mengatakan sudah mendalami hasil penyidikan dan ketiganya telah menyalahgunakan wewenang, serta pengunaan jasa pelayanan yang tidak sesuai dengan peruntukan.
Tersangka ZZ yang menjabat kala itu Kadis Kesehatan Provinsi Bengkulu diketahui memiliki peran sebagai pemberi instruksi dan mengetahui adanya pembayaran insentif karyawan dan honor yang dianggap melanggar aturan.
Sedangkan YZ selaku Direktur RSMY saat itu menandatangani daftar penerima insentif. Sementara Dw yang mengucurkan dana itu.
Adapun pembayaran insentif tersebut tidak mengacu Permendagri No 61 tahun 2007 mengenai pedoman teknis dan pengelolaan keuangan.
"Seharusnya kalau mengacu kepada aturan, pemberian honor harus ditandatangani dan berdasarkan keputusan gubernur. Sedangkan ini keputusan hanya ditanda tangani langsung oleh direktur," katanya.
Dalam salah satu dokumen yang ditandangani mantan Dirut RSUD M Yunus, Yusdi Tazar pada Februari 2012 tim pembina tersebut mulai dari Gubernur dan Wakil Gubernur Bengkulu, Sekretaris Daerah hingga Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu.
Nilai honor berbeda-beda, tertinggi adalah Gubernur Bengkulu sebesar Rp3,8 juta, Wakil Gubernur Rp3,1 juta, Sekretaris Provinsi Rp2,1 juta hingga Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu Rp611 ribu.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013
Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Bengkulu Sudiro mengatakan audit sudah tuntas dan hasilnya segera diserahkan kepada kepolisian daerah Bengkulu yang tengah mengusut kasus itu.
"Audit sudah selesai dan ditemukan kerugian negara akibat terbitnya surat keputusan yang tidak sah," katanya kepada wartawan di Bengkulu, Kamis.
Meski tidak menyebut angka kerugian secara rinci, nilai kerugian negara akibat kasus tersebut diperkirakan lebih dari Rp5 miliar.
Sudiro mengatakan surat keputusan pemberian honor kepada dewan pengawas dan dewan pembina adalah tidak sah sebab RSUD itu sudah berbentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Dengan status BLUD, rumah sakit itu yang seharusnya tidak lagi memiliki tim pembina tetapi berganti menjadi badan pengawas.
"Tetapi honor masih diberikan kepada dewan pembina sejak 2010 hingga 2012 dan tentang siapa yang bertanggungjawab mengakibatkan kerugian negara, kami serahkan kepada Polda," katanya.
Sementara penyidik Polda Bengkulu telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus tersebut yakni dua orang mantan Direktur Umum RSUD M Yunus, ZZ dan YT serta seorang staf keuangan rumah sakit, DW.
Direktur Reskrim Khusus Polda Bengkulu, Kombes Pol Mahendra Jaya, mengatakan sudah mendalami hasil penyidikan dan ketiganya telah menyalahgunakan wewenang, serta pengunaan jasa pelayanan yang tidak sesuai dengan peruntukan.
Tersangka ZZ yang menjabat kala itu Kadis Kesehatan Provinsi Bengkulu diketahui memiliki peran sebagai pemberi instruksi dan mengetahui adanya pembayaran insentif karyawan dan honor yang dianggap melanggar aturan.
Sedangkan YZ selaku Direktur RSMY saat itu menandatangani daftar penerima insentif. Sementara Dw yang mengucurkan dana itu.
Adapun pembayaran insentif tersebut tidak mengacu Permendagri No 61 tahun 2007 mengenai pedoman teknis dan pengelolaan keuangan.
"Seharusnya kalau mengacu kepada aturan, pemberian honor harus ditandatangani dan berdasarkan keputusan gubernur. Sedangkan ini keputusan hanya ditanda tangani langsung oleh direktur," katanya.
Dalam salah satu dokumen yang ditandangani mantan Dirut RSUD M Yunus, Yusdi Tazar pada Februari 2012 tim pembina tersebut mulai dari Gubernur dan Wakil Gubernur Bengkulu, Sekretaris Daerah hingga Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu.
Nilai honor berbeda-beda, tertinggi adalah Gubernur Bengkulu sebesar Rp3,8 juta, Wakil Gubernur Rp3,1 juta, Sekretaris Provinsi Rp2,1 juta hingga Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu Rp611 ribu.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013