Organisasi Cahaya Perempuan Women Crisis Center (WCC) Bengkulu menyoroti sejumlah kasus bunuh diri yang dilakukan oleh perempuan rentang usia 19 hingga 25 tahun yang dipicu depresi.
"Penelitian menunjukkan bahwa perempuan sebenarnya sangat rentan terhadap masalah psikologi seperti depresi yang bisa menjadi alasan bunuh diri. Di masyarakat Eropa, tahun 2015 u, tingkat gangguan kesehatan mental cenderung berkisar pada 20-40 persen lebih tinggi untuk perempuan dibanding laki-laki," kata Direktur WCC Bengkulu, Tini Rahayu di Bengkulu Sabtu.
Baca juga: Mahasiswi Bengkulu asal Muara Enim ditemukan tewas tergantung di kamar kos
Tini mengatakan, dari perspektif gender, permasalahan tentu bermula dari relasi komunikasi dan sikap yang bias atau sering tidak setara antara perempuan dan laki-laki yang berakibat depresi secara berlebihan.
"Misal kalau terjadi masalah, maka yang salah langsung perempuan karena terjadi ketimpangan relasi antar keduanya. Belum lagi soal tidak adanya dukungan dari lingkungan keseharian ketika mereka menemui persoalan dalam hidupnya," katanya.
Tini menekankan perlunya pembahasan problematika remaja menjadi fokus perhatian dalam perencanaan program daerah.
Sebab remaja adalah generasi penerus bangsa sehingga perhatian terhadap kalangan ini sangat penting.
Baca juga: Mahasiswi Bengkulu ditemukan tergantung diduga bunuh diri
"Miris dan sedih ketika tau anak muda usia 18 hingga 21 tahun yang merupakan masa remaja akhir atau batas dewasa awal memilih mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Jelas kita paham bahwa problematika remaja itu kompleks sekali mulai dari masalah kesehatan seksual dan reproduksi, orientasi seksual, kehamilan tidak diinginkan, penyakit menular seksual, apalagi jika bicara tentang relasi intim antara perempuan dan laki-laki yang dikemas dalam bungkus pacaran," kata Tini.
Dalam sepekan terakhir dua kasus bunuh diri oleh kalangan mahasiswa disebabkan rasa kecewa perempuan terhadap pasangannya yang perlu dikaji lebih dalam lewat perspektif psikologi kejiwaan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020
"Penelitian menunjukkan bahwa perempuan sebenarnya sangat rentan terhadap masalah psikologi seperti depresi yang bisa menjadi alasan bunuh diri. Di masyarakat Eropa, tahun 2015 u, tingkat gangguan kesehatan mental cenderung berkisar pada 20-40 persen lebih tinggi untuk perempuan dibanding laki-laki," kata Direktur WCC Bengkulu, Tini Rahayu di Bengkulu Sabtu.
Baca juga: Mahasiswi Bengkulu asal Muara Enim ditemukan tewas tergantung di kamar kos
Tini mengatakan, dari perspektif gender, permasalahan tentu bermula dari relasi komunikasi dan sikap yang bias atau sering tidak setara antara perempuan dan laki-laki yang berakibat depresi secara berlebihan.
"Misal kalau terjadi masalah, maka yang salah langsung perempuan karena terjadi ketimpangan relasi antar keduanya. Belum lagi soal tidak adanya dukungan dari lingkungan keseharian ketika mereka menemui persoalan dalam hidupnya," katanya.
Tini menekankan perlunya pembahasan problematika remaja menjadi fokus perhatian dalam perencanaan program daerah.
Sebab remaja adalah generasi penerus bangsa sehingga perhatian terhadap kalangan ini sangat penting.
Baca juga: Mahasiswi Bengkulu ditemukan tergantung diduga bunuh diri
"Miris dan sedih ketika tau anak muda usia 18 hingga 21 tahun yang merupakan masa remaja akhir atau batas dewasa awal memilih mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Jelas kita paham bahwa problematika remaja itu kompleks sekali mulai dari masalah kesehatan seksual dan reproduksi, orientasi seksual, kehamilan tidak diinginkan, penyakit menular seksual, apalagi jika bicara tentang relasi intim antara perempuan dan laki-laki yang dikemas dalam bungkus pacaran," kata Tini.
Dalam sepekan terakhir dua kasus bunuh diri oleh kalangan mahasiswa disebabkan rasa kecewa perempuan terhadap pasangannya yang perlu dikaji lebih dalam lewat perspektif psikologi kejiwaan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020