Direktur Utama (Dirut) Rumah Sakit Muhammad Yunus (RSMY) Bengkulu, Zulki Maulub Ritonga mengatakan ada empat faktor yang dinilai menjadi penyebab tingginya persentase kematian pasien positif COVID-19 di daerah ini.
Ia mengatakan faktor pertama adalah lambatnya penanganan pasien positif COVID-19.
"Kondisi pasien sudah buruk saat tiba di rumah sakit, ditambah lagi, jika rumah sakit dalam kondisi penuh sehingga sulit memprioritaskan pasien," kata Zulki di Bengkulu, Rabu.
Menurutnya, sebanyak besar pasien COVID-19 di Bengkulu baru pergi berobat ketika kondisinya sudah buruk.
"Ketika gejala ringan dianggap bakal sembuh sendiri atau lebih memilih minum obat warung. Baru ketika kondisinya memburuk pergi ke rumah sakit. Apalagi RS-nya penuh ini agak sulit mana yang lebih dulu diprioritaskan," katanya.
Kemudian potensi kedua adalah kondisi epidemiologi Indonesia.
Kondisi masyarakat Indonesia yang memiliki penyakit bawaan tidak menular seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung juga jadi penyebab tingkat kematian pasien COVID-19 lebih besar.
Kondisi tersebut, katanya, membuat beban penanganan COVID-19 bertambah, kondisi pasien COVID-19 disertai penyakit penyerta akan memburuk.
Terlebih, persentase kematian terkait COVID-19 di Bengkulu disebabkan penyakit komorbid hipertensi atau diabetes melitus.
Faktor ketiga, potensi penyebab kematian terkait COVID-19 adalah ketersediaan fasilitas kesehatan di rumah sakit.
"Persentase pasien COVID-19 yang tergolong banyak, membutuhkan fasilitas kesehatan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk," katanya.
Apalagi, deteksi dini pandemi ini harus diperbanyak baik dalam bentuk tes cepat maupun tes usap.
Juga, katanya, dengan peningkatan kegiatan penelusuran dan uji coba PCR.
Sementara itu, tingginya angka kematian yang saat ini mencapai 31 kasus dan menempati urutan pertama se Indonesia per tanggal 22 September, turut dipengaruhi oleh umur pasien COVID-19 memasuki usia tua.
Perkembangan terkini kasus COVID-19 di Bengkulu yakni 536 kasus positif, 307 kesembuhan, dan 31 kematian.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020
Ia mengatakan faktor pertama adalah lambatnya penanganan pasien positif COVID-19.
"Kondisi pasien sudah buruk saat tiba di rumah sakit, ditambah lagi, jika rumah sakit dalam kondisi penuh sehingga sulit memprioritaskan pasien," kata Zulki di Bengkulu, Rabu.
Menurutnya, sebanyak besar pasien COVID-19 di Bengkulu baru pergi berobat ketika kondisinya sudah buruk.
"Ketika gejala ringan dianggap bakal sembuh sendiri atau lebih memilih minum obat warung. Baru ketika kondisinya memburuk pergi ke rumah sakit. Apalagi RS-nya penuh ini agak sulit mana yang lebih dulu diprioritaskan," katanya.
Kemudian potensi kedua adalah kondisi epidemiologi Indonesia.
Kondisi masyarakat Indonesia yang memiliki penyakit bawaan tidak menular seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung juga jadi penyebab tingkat kematian pasien COVID-19 lebih besar.
Kondisi tersebut, katanya, membuat beban penanganan COVID-19 bertambah, kondisi pasien COVID-19 disertai penyakit penyerta akan memburuk.
Terlebih, persentase kematian terkait COVID-19 di Bengkulu disebabkan penyakit komorbid hipertensi atau diabetes melitus.
Faktor ketiga, potensi penyebab kematian terkait COVID-19 adalah ketersediaan fasilitas kesehatan di rumah sakit.
"Persentase pasien COVID-19 yang tergolong banyak, membutuhkan fasilitas kesehatan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk," katanya.
Apalagi, deteksi dini pandemi ini harus diperbanyak baik dalam bentuk tes cepat maupun tes usap.
Juga, katanya, dengan peningkatan kegiatan penelusuran dan uji coba PCR.
Sementara itu, tingginya angka kematian yang saat ini mencapai 31 kasus dan menempati urutan pertama se Indonesia per tanggal 22 September, turut dipengaruhi oleh umur pasien COVID-19 memasuki usia tua.
Perkembangan terkini kasus COVID-19 di Bengkulu yakni 536 kasus positif, 307 kesembuhan, dan 31 kematian.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020