Jakarta  (ANTARA Bengkulu) - Peneliti asal Indonesia menemukan bakteri yang berasal dari daging sapi lokal mampu mengawetkan olahan daging, demikian laporan penelitian saat Seminar ITSF tentang Pengetahuan Alam dan Teknologi di Balai Kartini, Jakarta pada Rabu.

"Bakteriosin yang diproduksi oleh bakteri asam laktat efektif menjadi pengawet makanan alami, namun hal itu terbatas karena sifat antimikrobanya hanya aktif dalam kondisi asam. Kami menemukan plantaricin sebagai salah satu jenis bakteriosin yang diproduksi 'Lactobacillus plantarum' dari daging sapi lokal," kata peneliti Irma Isnafia Arief seusai seminar.

Irma mengatakan telah mengisolasi suku dari "Lactobacillus planatarum" yang spesifik berasal dari Indonesia bernama "Lactobacillus planatarum IIA/1A5", "Lactobacillus planatarum IIA/1B1", "Lactobacillus planatarum IIA/2B2" dan "Lactobacillus planatarum IIA/1C4".

Dia mengatakan penelitian telah membuktikan suku yang juga berjenis protein itu berfungsi sebagai anti-bakteri patogen seperti "Escherichia coli", "Staphylococcus aureus" dan "Salmonella Typhimurium" yang dapat menyebabkan diare serta mengganggu sistem kekebalan tubuh dan menyebabkan demam tiphus.

"Kami harapkan plantarisin itu benar-benar efektif terhadap bakteri patogen tertentu dan jenis bakterinya benar-benar spesifik dengan hasil akhir nanti kita akan punya pengawet yang berasal dari protein yang aman untuk tubuh," kata Irma kepada ANTARA.

Jika protein tersebut di konsumsi manusia bersama daging atau makanan olahan dari daging maka akan terdegradasi oleh enzim pepsin di lambung kemudian kembali didegradasi oleh usus dengan enzim tripsin yang akhirnya akan menjadi asam amino.

"Sebagai pengawet daging, Lactobacillus planatarum itu aman di konsumsi sehingga tidak ada residu di dalam tubuh," kata Irma yang menambahkan dia masih harus melakukan penelitian lebih jauh untuk memurnikan bakteri tersebut dari jenis bakteri lainnya.

Menurut Irma jika sumber isolasi bakteri yang digunakan bukan daging maka "Lactobacillus"-nya pun akan memiliki karakteristik yang berbeda.

"Rencananya kami akan mengaplikasikan protein ini untuk 'animal product' seperti baso, sosis, kornet serta produk olahan daging lain," jelas Irma.

Plantarisin yang ditemukan Irma menurutnya bagus untuk media berkondisi basah karena aktivitasnya akan semakin tinggi.

Plantarisin tersebut dikumpulkan menggunakan teknik mikrobiologi serta dipupuk oleh Irma dan dikembangkan di medium yang spesifik untuk "Lactobacillus".

"Setelah terbentuk koloni bakteri nanti akan kami ambil dan benar-benar dikembangkan hingga menjadi plantarisin tunggal," kata Irma.

Penggunaan pengawet alami tersebut kepada masyarakat, menurut Irma, sangat efisien dengan produksi masal menggunakan media lain yang setara seperti ampas tahu.

"Kami berencana untuk produksi massal dengan media ampas tahu untuk hasilkan 'Lactobacillus' yang sama. Ampas tahu murah sehingga kita bisa hasilkan pengawet komersial dalam negeri yang murah dan aman," jelas Irma yang berkelakar bahwa itu masih dalam perencanaan.

Dia mengaku jika proses pemurnian bakteri dapat dilakukan maka dia siap untuk mematenkan penemuannya.

Irma menjelaskan besarnya jumlah penggunaan plantirisin sebagai bahan pengawet adalah 0,3 persen dari besaran makanan.

"Ada penerbit di Jerman yang ingin siarkan penemuan saya dengan hanya mengirim laporan penelitian ini kemudian dibayar dengan sistem royalti," kata Irma menambahkan jika telah diterbitkan dan dikenal masyarakat dunia maka akan menaikkan nama Indonesia.

Untuk penelitian lanjutan, Irma memperkirakan dalam waktu satu tahun dia bisa mendapatkan "Lactobacillus" yang benar-benar murni.

"Kami perkirakan kalau ada dananya kami bisa selesaikan dalam jangka waktu satu tahun dan akan bisa daftar paten," harap Irma yang menambahkan Universitas Osaka di Jepang telah mengajak kerja sama pelanjutan penelitian tersebut. (ANT)

Pewarta:

Editor : AWI-SEO&Digital Ads


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012