Jambi (Antara Bengkulu) - Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Jambi telah mengirimkan surat ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang meminta agar memperpanjang moratorium penerbitan izin baru bagi pengusahaan di kawasan hutan alam dan lahan gambut.
Permintaan ini disampaikan terkait akan berakhirnya Instruksi Presiden (Inpres) No. 10/2011 tentang Penundaan Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut yang akan berakhir 20 Mei 2013.
"Waktu dua tahun belum termanfaatkan secara efektif untuk pembenahan tumpang tindih perizinan dan keterbukaan proses perizinan," kata Direktur Eksekutif KKI Warsi Rakhmat Hidayat dalam siran persnya yang diterima, Selasa.
Ia menilai, moratorium yang diberlakukan juga belum menghasilkan satu peta bersama (one map) yang defenitif dan berkekuatan hukum yang akan menjadi rujukan semua perizinan dan perencanaan pembangunan kawasan
"Selama ini hanya jeda saja, belum terlihat akan adanya satu peta yang akan menjadi rujukan untuk pengelolaan sumber daya alam Indonesia," katanya.
Menurut Rakhmat dalam moratorium belum mengakomodasi dan melindungi hak-hak suku-suku asli minoritas yang sangat tergantung dengan kawasan hutan seperti Orang Rimba, Talang Mamak dan Bathin IX di Jambi serta suku-suku marginal lainnya yang tersebar di Indonesia.
Moratorium masih belum mampu mengatasi konflik pemanfaatan ruang dan tenurial masyarakat di dalam dan sekitar hutan, dan masih belum mampu melindungi kawasan keanekaragaman hayati tinggi dan kawasan yang mempunyai cadangan karbon tinggi, baik di lahan gambut maupun di luar kawasan hutan, tambah Rakhmat. (ANTARA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013
Permintaan ini disampaikan terkait akan berakhirnya Instruksi Presiden (Inpres) No. 10/2011 tentang Penundaan Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut yang akan berakhir 20 Mei 2013.
"Waktu dua tahun belum termanfaatkan secara efektif untuk pembenahan tumpang tindih perizinan dan keterbukaan proses perizinan," kata Direktur Eksekutif KKI Warsi Rakhmat Hidayat dalam siran persnya yang diterima, Selasa.
Ia menilai, moratorium yang diberlakukan juga belum menghasilkan satu peta bersama (one map) yang defenitif dan berkekuatan hukum yang akan menjadi rujukan semua perizinan dan perencanaan pembangunan kawasan
"Selama ini hanya jeda saja, belum terlihat akan adanya satu peta yang akan menjadi rujukan untuk pengelolaan sumber daya alam Indonesia," katanya.
Menurut Rakhmat dalam moratorium belum mengakomodasi dan melindungi hak-hak suku-suku asli minoritas yang sangat tergantung dengan kawasan hutan seperti Orang Rimba, Talang Mamak dan Bathin IX di Jambi serta suku-suku marginal lainnya yang tersebar di Indonesia.
Moratorium masih belum mampu mengatasi konflik pemanfaatan ruang dan tenurial masyarakat di dalam dan sekitar hutan, dan masih belum mampu melindungi kawasan keanekaragaman hayati tinggi dan kawasan yang mempunyai cadangan karbon tinggi, baik di lahan gambut maupun di luar kawasan hutan, tambah Rakhmat. (ANTARA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013