Jakarta (Antara) - Koalisi masyarakat sipil untuk penyelamatan hutan Indonesia dan
iklim global menilai, kebijakan penundaan ijin baru dan penyempurnaan
tata kelola hutan dan lahan gambut atau moratorium belum mampu
menyelesaikan permasalahan hutan di Indonesia.
Permasalahan
hutan yang masih terjadi ini di antaranya kebakaran hutan dan masifnya
alih fungsi hutan untuk perkebunan di beberapa wilayah di Indonesia.
"Di tahun 2014, kita menyaksikan kebakaran hebat yang seharusnya
bisa diminimalkan dengan adanya kebijakan moratorium. Di Riau misalnya,
pada Februari 2014 saja telah terjadi kebakaran lahan gambut hebat, di
mana 38,02 persen di antaranya berada di wilayah PIPIB revisi 5," ujar
Pengkampanye Politik Hutan Greenpeace, Teguh Surya, dalam konferensi
pers di Jakarta, Rabu.
Kemudian, dalam kesempatan yang sama, Ahli lahan gambut dari
Satgas STBA (Solusi Tuntas Bencana Asap) Pusat Studi Bencana Universitas
Riau, Haris Gunawan mengatakan, data dari BNPB 2014 kebakaran gambut
menyebabkan sekitar 2.398 hektar cagar biosfer dan 21.914 hektar lahan
terbakar.
"Sekitar 70 persen kebakaran lahan ini terjadi di luar kawasan hutan," katanya.
Selain kebakaran hutan hutan, masalah masifnya alih fungsi hutan
untuk perkebunan skala besar pun tak luput terjadi selama moratorium
yang masa berlakunya tinggal satu tahun ini lagi.
Alih fungsi hutan ini salah satunya terjadi di Papua Barat.
Pihak dari Yayasan Pusaka, Franky Samperante, mengungkapkan, untuk kasus
MIFEE di Kabupaten Merauke, hutan alam, hutan rawa dan savana seluas
1,5 juta hektar yang menjadi tempat hidup orang Marind dialihfungsikan
untuk pembangunan industri pertanian dan perkebunan skala besar.
"Kemudian, di tahun 2013 pemerintah daerah Papua Barat
mengusulkan revisi RTRWP yang melepas kawasan hutan seluas 952.683
hektar dan perubahan alih fungsi seluas 874.914 hektar," tambahnya.
Hal
serupa terjadi di wilayah lain, seperti Sulawesi Tengah dan Kalimantan
Tengah. Sulawesi Tengah yang merupakan wilayah percontohan moratorium
dinilai justru tak berjalan.
"
Sejak dikeluarkannya kebijakan moratorium, ijin pertambangan di
kawasan hutan jutsru bertambah dari 279 pada 2011 dengan luasan sekitar
900 ribu hektar menjadi 443 ijin di tahun 2014 dengan luas 1,3 juta
hektar," ujar pihak dari Yayasan Merah Putih Palu, Azmi Sirajudin dalam
kesempatan yang sama.
Sementara di Kalimantan Tengah, Direktur Walhi Kalimantan
Tengah, Arie Rompas mengatakan, selama pelaksanaan moratorium, masih
ditemukan pengurangan luas awalan hutan dari yang semula 5,7 juta hektar
menjadi 3,8 juta hektar.
"Selama pelaksanaan moratorium di Kalimantan Tengah, masih
ditemukan 12 ijin baru yang dikeluarkan pemerintah di kawasan moratorium
seperti di wilayah lahan gambut dan Taman Nasional Tanjung Puting,"
katanya. (Antara)
Moratorium belum mampu selesaikan permasalahan hutan
Kamis, 22 Mei 2014 9:50 WIB 1625