Sampit (Antara Bengkulu) - Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2013 tentang perpanjangan moratorium alias penundaaan izin baru di hutan alam dan lahan gambut konservasi, dinilai sulit mengurangi laju eksploitasi hutan.

"Saya pesimis. Inpres ini secara prinsip tidak jauh berbeda dengan yang sebelumnya, hanya memperpanjang waktu yang hanya sampai dua tahun," kata  Nordin, Direktur Save Our Borneo saat dihubungi dari Sampit, Selasa.

Dikatakan, Inpres ini nampaknya lagi-lagi tidak terlalu dapat diharapkan sebagai upaya sangat serius untuk menyelamatkan dan mempertahankan hutan alam dan lahan gambut, dimana Inpres ini hanya menunda pemberian izin baru berlaku bagi penggunaan kawasan hutan alam primer dan lahan gambut.

Seperti diketahui, Inpres yang dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 13 Mei lalu tersebut berisi tentang penundaan pemberian izin baru hutan alam dan lahan gambut yang berada di hutan konservasi, hutan lindung dan produksi untuk jangka waktu dua tahun ke depan.

Menurut aktivis yang pernah menjadi anggota Dewan Walhi Nasional ini, Inpres tersebut bisa menjadi "bom waktu" yang hanya menunggu waktu meledak. Dia khawatir nantinya tetap saja hutan alam dan gambut akan menjadi sasaran ekploitasi dan perubahan fungsi.

Selain itu, Inpres tersebut sama seperti sebelumnya yakni berbasis waktu dan tidak mustahil tidak memuat kondisi-kondisi target yang harus dicapai. Inpres itu juga tidak memuat instruksi tegas untuk mencabut dan membatalkan seluruh izin-izin yang berada dalam kawasan hutan alam dan lahan gambut.

"Artinya inpres ini hanya menunda suatu masalah bukan mencerabut akar masalah. Dugaan saya, masalah ini akan muncul ketika pasca selesainya masa jabatan Presiden SBY selaku penerbit Ipres dan akan memberikan beban politis kepada presiden masa periode selanjutnya," katanya.

Kondisi ini, sambung Nordin, kembali menunjukkan bahwa kelompok penghambat moratorium cukup berhasil mengamankan aset lahannya yang sudah berizin dalam kawasan hutan alam primer dan lahan gambut hingga dua tahun ke depan sembari menunggu bergantinya rezim pemerintahan.

Persoalan penting lain yang tidak terjawab dari Inpres ini adalah bagaimana dengan berbagai perusahaan yang jelas-jelas membuka hutan alam primer dan lahan gambut yang telah menabrak Inpres "seri" sebelumnya.

"Kenapa tidak ada penindakan yang tegas sebagai pembelajaran, terutama di Kalteng," ucap Nordin.

Seperti dilansir situs resmi Sekretaris Kabinet Indonesia Bersatu yaitu www.setkab.go.id.

Inpres yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Ketua Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional, Kepala Badan Informasi Geospasial.

Ketua Satgas Persiapan Pembentukan Kelembagaan Redd+, para Gubernur dan para Bupati/Walikota itu, Presiden SBY tegas menyebutkan agar penundaan pemberian izin baru juga dilakukan di area penggunaan lain sebagaimana tercantum dalam Peta Indikatif Penundaan Izin Baru.

Khusus kepada Menteri Kehutanan, Presiden SBY memerintahkan, selain melanjutkan penundaan terhadap penerbitan izin baru di areal yang disebutkan di atas, juga melanjutkan penyempurnaan kebijakan tata kelola bagi izin pinjam pakai, dan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam.

Selain itu, melanjutkan peningkatan efektivitas pengelolaan hutan kritis dengan memperhatikan kebijakan tata kelola hutan dan lahan gambut yang baik, antara lain melalui restorasi ekosistem, melakukan revisi terhadap Peta Indikatif Penundaan Izin Baru pada kawasan hutan setiap 6 (enam) bulan.

Dalam menetapkan Peta Indikatif Penundaan Izin Baru hutan primer dan laham gambut pada kawasan hutan yang telah direvisi.

Adapun kepada Menteri Lingkungan Hidup, Presiden SBY menginstruksikan untuk melakukan upaya pengurangan emisi dari hutan dan lahan gambut melalui perbaikan tata kelola pada kegiatan usaha yang diusulkan pada hutan dan lahan gambut yang ditetapkan pada Peta Indikatif Penundaan Izin Baru melalui izin lingkungan.

Presiden juga menginstruksikan Mendagri agar melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Gubernur dan Bupati/Walikota dalam pelaksanaan Inpres No. 6/2013 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutam Alam Primer dan Lahan Gambut itu.

Adapun kepada Kepala BPN, Presiden menginstruksikan untuk melanjutkan penundaan terhadap penerbitan hak-hak atas tanah, antara lain hak guna usaha, hak pakai pada areal penggunaan lain berdasarkan Peta Indikatif Penundaan Izin Baru.

Kepada Kepala Badan Informasi Geospasial, Presiden menginstruksikan agar melakukan pembaharuan peta tutupan hutan dan lahan gambut sesuai Peta Indikatif Penundaan Izin Baru pada kawasan hutan dan areal penggunaan lain setiap 6 (enam) bulan sekali melakui kerjasama dengan Menteri Kehutanan, Kepala BPN, Ketua Satgas Persiapan Pembentukan Kelembagaan REDD+ atau Ketua Lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan tugas khusus di bidang REDD+.

Melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2013 ini, Presiden SBY secara tegas menginstruksikan para Gubernur, Bupati dan Walikota agar melakukan penundaan penerbitan rekomendasi dan izin lokasi baru pada kawasan hutan dan lahan gambut serta areal penggunaan lain berdasarkan Peta Indikatif Penundaan Izin  Baru.

Presiden meminta Menteri Kehutanan agar melaporkan pelaksanaan Inpres ini setiap 6 (enam) bulan atau sewaktu-waktu bila diperlukan. Sementara kepada Kepala UKP4 dan/atau Ketua Satgas Persiapan Pembentukan Kelembagaan REDD+ atau Ketua Lembaga yang dibentuk untuk melakukan tugas khusus di bidang REDD+, diperintahkan untuk melakukan pemantauan pelaksanaan Inpres ini, dan melaporkan hasilnya kepada Presiden. (Antara)

Pewarta: Oleh Norjani

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013