Langkat, Sumut (Antara Bengkulu) - Sekitar 10 ton per hari mangrove (bakau) yang berada di kawasan pesisir pantai timur terutama di kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara dijadikan arang terutama untuk ekspor maupun konsumsi masyarakat umum.
"Ini juga merupakan salah satu dari kepunahan hutan mangrove," kata salah seorang warga Pangkalan Susu Rais di Pangkalan Susu, Selasa.
Kerusakan dan kepunahan hutan mangrove tidak hanya disebabkan alih fungsi lahan mangrove menjadi perkebunan kelapa sawit, juga disebabkan mangrove tersebut dijadikan arang oleh masyarakat setempat, katanya.
"Sekitar 10 ton per harinya tanaman mangrove dirusak dan dirambah kayunya untuk dijadikan arang," ungkap Rais.
Malah, disampaikannya pengelola arang mangrove tersebut diduga tidak satu pun yang mempunyai izin, namun hingga sekarang ini tidak ada perhatian untuk penindakannya.
"Jadi kerusakan hutan mangrove Langkat ini salah satunya juga diakibatkan penebangan liar yang dijadikan arang," ujarnya.
Rais juga mengungkapkan bahwa arang mangrove sangat baik mutunya, dimana kalau beberapa tahun yang lalu, banyak dieksport ke beberapa negara seperti Turki, Singapura, Hongkong, untuk dijadikan pemanas bila kala musim dingin tiba, maupun juga untuk kepentingan lain.
Bila dilihat hampir sebahagian besar hutan mangrove Pangkalan Susu kini sudah punah, sementara upaya untuk pelestariannya belum ada terlihat dan ini sangat memprihatinkan.
Untuk itulah diharapkan instansi terkait semisal Dinas Kehutanan dan Perkebunan Langkat, polisi, maupun aparat lainnya, untuk segera menertibkan perambahan hutan mangrove ini sebelum semaunya semakin hancur.
"Hingga sekarang tidak ada konstribusi dari arang ini untuk peningkatan pendapaan asli daerah, jadi kenapa dibiarkan begitu saja," katanya.
Secara terpisah Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Penegak Amanat Rakyat (PARRA) Sumatera Utara Surkani sangat mendukung bila instansi terkait maupun pihak kepolisian segera menertibkan hutan mangrove yang diolah menjadi arang.
"Harus ada penertiban untuk menyelamatkan hutan mangrove ini, walaupun bila dilihat sekalanya sangat kecil bila dibandingkan dengan alih fungsi lahan," katanya.
Namun bila perharinya bisa 10 ton untuk satu kecamatan, maka ada sembilan kecamatan di Langkat ini yang mempunyai hamparan hutan mangrove.
Tentu semakin besar juga kepunahan dan kerusakan yang terjadi, maka pemanasan global pun jelas semakin tinggi di Langkat ini, dan itu tidak kita inginkan. (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013
"Ini juga merupakan salah satu dari kepunahan hutan mangrove," kata salah seorang warga Pangkalan Susu Rais di Pangkalan Susu, Selasa.
Kerusakan dan kepunahan hutan mangrove tidak hanya disebabkan alih fungsi lahan mangrove menjadi perkebunan kelapa sawit, juga disebabkan mangrove tersebut dijadikan arang oleh masyarakat setempat, katanya.
"Sekitar 10 ton per harinya tanaman mangrove dirusak dan dirambah kayunya untuk dijadikan arang," ungkap Rais.
Malah, disampaikannya pengelola arang mangrove tersebut diduga tidak satu pun yang mempunyai izin, namun hingga sekarang ini tidak ada perhatian untuk penindakannya.
"Jadi kerusakan hutan mangrove Langkat ini salah satunya juga diakibatkan penebangan liar yang dijadikan arang," ujarnya.
Rais juga mengungkapkan bahwa arang mangrove sangat baik mutunya, dimana kalau beberapa tahun yang lalu, banyak dieksport ke beberapa negara seperti Turki, Singapura, Hongkong, untuk dijadikan pemanas bila kala musim dingin tiba, maupun juga untuk kepentingan lain.
Bila dilihat hampir sebahagian besar hutan mangrove Pangkalan Susu kini sudah punah, sementara upaya untuk pelestariannya belum ada terlihat dan ini sangat memprihatinkan.
Untuk itulah diharapkan instansi terkait semisal Dinas Kehutanan dan Perkebunan Langkat, polisi, maupun aparat lainnya, untuk segera menertibkan perambahan hutan mangrove ini sebelum semaunya semakin hancur.
"Hingga sekarang tidak ada konstribusi dari arang ini untuk peningkatan pendapaan asli daerah, jadi kenapa dibiarkan begitu saja," katanya.
Secara terpisah Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Penegak Amanat Rakyat (PARRA) Sumatera Utara Surkani sangat mendukung bila instansi terkait maupun pihak kepolisian segera menertibkan hutan mangrove yang diolah menjadi arang.
"Harus ada penertiban untuk menyelamatkan hutan mangrove ini, walaupun bila dilihat sekalanya sangat kecil bila dibandingkan dengan alih fungsi lahan," katanya.
Namun bila perharinya bisa 10 ton untuk satu kecamatan, maka ada sembilan kecamatan di Langkat ini yang mempunyai hamparan hutan mangrove.
Tentu semakin besar juga kepunahan dan kerusakan yang terjadi, maka pemanasan global pun jelas semakin tinggi di Langkat ini, dan itu tidak kita inginkan. (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013