Palu (Antara Bengkulu) - Taman Nasional Lore Lindu di Sulawesi Tengah merupakan salah satu paru-paru dunia yang masih tergolong bagus dibandingkan lainnya di tanah air.

Taman Nasional itu terletak di dua wilayah yaitu Kabupaten Poso dan Kabupaten Sigi.Namun yang paling luas dari kawasan lindung tersebut masuk berada di Kabupaten Sigi (dahulu Kabupaten Donggala).

Kabupaten Sigi merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Donggala dan pada Juni 2013 berusia lima tahun.

Taman Nasional Lore Lindu memiliki luas hutan sekitar 217 ribu hektare.

Di sekitar areal Taman Nasional Lore Lindu terdapat puluhan desa, dan ada beberapa desa berada dalam kawasan lindung.

Salah satunya adalah Desa Katu. Desa itu berada di Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso. Bahkan sebelum ditetapkan menjadi Taman Nasional, Desa Katu sudah berdiri.

Jumlah penduduk yang ada di Desa Katu saat ini berkisar 300 ribu jiwa. Mata pencaharian pokok adalah bercocok tanam.

Masyarakat yang ada di desa itu terbilang cukup ramah dengan hutan sekitarnya. Mereka selama ini hidup secara turun-temurun dengan tetap menjaga kelestarian flora dan fauna yang ada di dalam kawasan hutan lindung, kata Kepala Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu, Harijoko Setio Prasetyo.

Namun berbeda dengan masyarakat yang ada di desa lain di sekitar kawasan Taman Nasional Lore Lindu yang menjadi kembanggaan masyarakat Sulawesi Tengah itu.

Masyarakat bukan ikut menjaga, tetapi justru menjadikan kawasan hutan lindung sebagai sumber penghidupan sehari-hari mereka.

Justru, katanya berbagai hasil hutan seperti kayu, rotan dan satwa yang selama ini menjadi daya tarik bagi para wisatawan manca negara untuk berkunjung ke obyek wisata Taman Nasional terus diburu masyarakat.

Belum lagi ada warga "nakal" yang menyerobot masuk membuka areal perkebunan di dalam kawasan hutan lindung.

Memang tidak bisa dipungkiri hingga kini berbagai gangguan di dalam kawasan hutan lindung tersebut masih saja terjadi.

Hal itu tidak bisa dihindari karena selain areal hutan lindung yang sangat luas dan juga petugas yang ada masih jauh dari kebutuhan, juga warga terdesak dengan berbagai kebutuhan hidup yang meliputi sandang, pangan dan papan.

Meski berbagai upaya pencegahan terus gencar dilakukan pihak Balai Taman Nasional bersama unsur TNI dan Polri serta kelompok partisipatif di desa-desa di sekitar kawasan taman, namun gangguan tetap masih berlangsung.

Gangguan yang paling banyak terjadi seperti pencurian kayu, rotan, perburuan satwa langka dan juga pembukaan kebun.

Sementara kasus peladang berpindah-pindah sejak beberapa tahun terakhir ini di dalam areal Taman Nasional Lore Lindu semakin berkurang.

Harijoko tidak merinci, kecuali mengatakan khusus untuk pembukaan lahan penduduk yang berpindah-pindah semakin berkurang.

Tetapi yang sering terjadi sampai sekarang ini adalah pencurian hasil hutan dan pembukaan lahan untuk kebun masyarakat.

Belakangan ini pembukaan lahan untuk areal kebun masyarakat dan pencurian kayu serta rotan banyak terjadi di Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso.

Terutama di Desa Watumaeta, Kecamatan Lore. Di sana masih ada saja warga yang masuk-keluar hutan lindung mencuri kayu dan rotan untuk diperdagangkan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Di situ juga beberapa waktu lalu ditemukan warga berkebun di dalam areal hutan lindung.

    
                               Razia bersama
Berbagai upaya telah dilakukan pihak Balain Taman Nasional Lore Lindu, termasuk diantaranya melakukan razia bersama aparat TNI dan Porli serta kelompok partisipatif masyarakat setempat.

Dari operasi yang dilakukan pihak balai bersama petugas Polri dan TNI serta kelompok partisipatif masyarakat, kata Harijoko berhasil menangkap sejumlah warga "nakal" yang membuka kebun dan mencuri kayu serta rotan di dalam Taman Nasional Lore Lindu.

Ada sekitar enam warga, termasuk penduduk Desa Watumaeta, Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso berhasil ditangkap petugas.

Mereka berhasil diringkus petugas Polisi Hutan dari Balai Taman Nasional Lore Lindu bersama aparat gabungan TNI dan Polri di tengah-tengah hutan lindung di wilayah Kecamatan Lore Utara.

Saat ditangkap para tersangka tidak bisa melarikan diri dan kini mereka dalam proses hukum di Palu. "Mereka kami tangkap karena sudah berulang-ulang kali diperingati, tetapi tetap saja melakukan tindakan tak terpuji itu," kata Harijoko.

Sebenarnya, sebelum mereka ditangkap petugas kami sudah memperingati, tetapi tidak diindahkannya. "Karena sudah beberapa kali, maka untuk membuat mereka jerah terpaksa diproses sesuai hukum yang berlaku," katanya.

Menurut dia, jika para pelaku tidak ditindaki, maka tidak menutup kemungkinan akan semakin banyak warga yang melakukan tindakan serupa.

Pemerintah sebenarnya tidak sampai hati untuk menghukum mereka, tetapi kalau tetap dibiarkan (tidak ditindaki) maka akan semakin enak mereka melakukannya.

Ia berharap dengan ditangkapnya mereka, paling tidak ada efek jerah.

"Kita berharap mereka tidak akan lagi mengulangi perbuatan seperti itu. Juga warga lain tidak akan melakukan tindakan tersebut," ujarnya.  

Harijoko  juga mengatakan membutuhkan tambahan personel, karena hingga kini masih kekurangan petugas untuk menjaga dan mengamankan areal kawasan hutan lindung.

Petugas yang ada saat ini hanya sekitar 50 orang, sementara hutan yang harus diamankan mencapai 217.981.18 hektare.

"Bararti setiap petugas harus mengawasi rata-rata 50.000 hektare hutan yang tersebar di dua kabupaten yaitu Poso dan Sigi," katanya.

Menurut dia, secara logika tidak masuk akal satu orang mampu dapat mengamankan hutan seluas itu dari berbagai gangguan.

Meski masih dihadapkan pada masalah kekurangan personel, pihak BTNLL selama ini cukup berhasil dalam mengamankan kawasan taman nasional, katanya.

"Itu bisa dilihat dari tingkat gangguan, termasuk perambahan dan pencurian hasil-hasil hutan di dalam kawasan kurun tiga tahun terakhir semakin berkurang," ujarnya.

Harijoko sangat berharap pada tahun-tahun mendatang mendapat tambahan bantuan petugas guna meningkatkan pengawasan dan pengamanan di kawasan TNLL.

    
             Ikut menjaga
Sementara Wakil Bupati Sigi, Livingstone Sango minta masyarakat untuk ikut menjaga dan mengamankan, bukan sebaliknya merusak hanya karena kepentingan pribadi.

"Taman Nasional Lore Lindu  bukan hanya  aset Pemerintah Sulteng, tetapi Bangsa Indonesia.Bahkan merupakan paru-paru dunia," kata wabup Livingstone.

Ia mengatakan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) merupakan paru-paru dunia yang selama ini banyak dikunjungi berbagai wisatawan mancanegara dan juga menjadi tempat penelitian.

Jika keberadaan TNLL tetap terawat dengan baik akan sangat bermanfaat tidak hanya kelangsungan hidup flora dan fauna, tetapi bagi orang banyak, terutama anak cucu kita.

Informasi dari balai memang masih ada perambahan dan juga kegiatan illegal logging, namun sudah menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran masyarakat yang bermukim di dalam maupun luar kawasan  TNLL semakin tinggi.

Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk ikut menjaga dan mengamankan kawasan hutan lindung tidak terlepas perhatian pihak balai, pemerintah kabupaten,kecamatan,desa, dan juga tentu peran serta dari para tokoh masyarakat dan adat dalam memberikan pemahaman kepada warga.

Partisipasi aktif dari semua pihak yang terlibat, terutama pemerintah kecamatan dan desa serta tokoh masyarakat dan lembaga-lembaga adat di desa masing-masing sangat diperlukan dan terus ditingkatkan.

Ia berharap ke depan sudah tidak ada lagi warga yang masuk ke kawasan hutan dan membuka kebun baru di sana.

Data menunjukan ada sekitar 60 desa yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Lore Lindu. "Ya namanya dekat dengan kawasan hutan, tentu rawan," katanya.

Wabup Livingstone juga memberikan apresiasi bagi salah desa yang ada dalam Taman Nasional Lore Lindu yaitu Desa Katu.

Sejak turun-temurun sampai sekarang ini masyarakat yang bermukim di dalam kawasan TNLL itu tidak pernah merusak hutan.

Mereka selama ini tidak pernah menyerobot untuk membuka lahan perkebunan baru. Masyarakat di sana sangat ramah dengan lingkungan hutan yang ada disekitarnya. "Mereka menjaga hutan seperti menjaga barang berharga milik mereka sendiri.

"Kesadaran tinggi ini yang perlu dicontohi oleh masyarakat desa lain yang bermukim di sekitar kawasan TNLL," katanya.

Jika semua pihak menyadari betapa bermanfaatnya hutan yang ada di sekitar kita, maka seharusnya kelestarian dijaga dengan sebakik mungkin.

Menjaga agar supaya Taman Nasional Lore Lindu bebas dari berbagai jenis gangguan, berarti menyelamatkan kelangsungan hidup sebanyak   117 jenis mamalia, 29 reptilia, 14 jenis amfibia, dan lebih dari 50 persen diantaranya satwa endemik Sulawesi. (Antara)

Pewarta: Oleh Anas Masa

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013