Pekanbaru (Antara Bengkulu) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyatakan kabut asap dampak dari kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau kembali mencemari udara Semenanjung Malaysia, namun belum separah peristiwa Juni 2013.
"Terakhir tadi pagi, terpantau kualitas udara di Malaysia khususnya wilayah seberang Riau atau Malaka, menurun. Angkanya berkisar antara 101 hingga 107 pollutant standar indeks (PSI) dari normal maksimum 50 PSI," kata Humas BNPB Agus Wibowo yang dihubungi Antara dari Pekanbaru, Senin.
PSI (indeks standar pencemar udara/ISPU) di kisaran 100 hingga 150 masih dikategorikan sedang, dan meski kurang sehat namun belum begitu membahayakan kesehatan manusia.
Menurut ahli, kandungan sulfur dioksida (SO) berada pada posisi kosentrasi 30 PSI, karbon dioksida (CO) 40 PSI, nitrogen dioksida (NO2) 45 PSI belum begitu membahayakan kesehatan manusia.
"Kondisi udara cukup berbahaya jika ISPU menunjukkan angka melebih 150 PSI, dan sangat berbahaya jika berada di atas 200 PSI," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Zainal Arifin.
Humas BNPB Agus Wibowo mengatakan, menurunnya kualitas udara di Malaka, Malaysia, bisa jadi disebabkan maraknya pembakaran dan kebakaran hutan atau lahan di daratan Sumatera khususnya di Riau.
"Namun untuk Singapura masih sangat bersih. Kualitas udara di negara ini normal atau baik," katanya.
Agus mengatakan, BNPB baru saja menggelar rapat koordinasi dengan sejumlah lembaga atau instansi terkait, termasuk TNI/Polri.
"Rapat koordinasi tadi pagi langsung dipimpin oleh Kepala BNPB Syamsul Maarif dan membahas persoalan kabut asap dan kebakaran lahan atau hutan di seluruh wilayah rawan di Tanah Air," katanya.
Ia menjelaskan, saat ini diperkirakan ada sembilan wilayah provinsi yang tengah dalam kondisi rawan kebakaran lahan atau hutan yang terbagi dalam dua zona, yakni Sumatera dan Kalimantan.
Di zona Sumatera, selain Riau, kata dia, daerah rawan juga berada pada Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, dan Aceh.
Kemudian untuk zona Kalimantan, kata Agus, yakni meliputi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah serta Kalimantan Timur.
"BNPB akan melakukan operasi kebakaran lahan di sembilan wilayah rawan tersebut guna mengantisipasi bencana kabut asap seperti yang terjadi pada Juni 2013. Dua negara tetangga (Malaysia dan Singapura) sampai protes," katanya. (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013
"Terakhir tadi pagi, terpantau kualitas udara di Malaysia khususnya wilayah seberang Riau atau Malaka, menurun. Angkanya berkisar antara 101 hingga 107 pollutant standar indeks (PSI) dari normal maksimum 50 PSI," kata Humas BNPB Agus Wibowo yang dihubungi Antara dari Pekanbaru, Senin.
PSI (indeks standar pencemar udara/ISPU) di kisaran 100 hingga 150 masih dikategorikan sedang, dan meski kurang sehat namun belum begitu membahayakan kesehatan manusia.
Menurut ahli, kandungan sulfur dioksida (SO) berada pada posisi kosentrasi 30 PSI, karbon dioksida (CO) 40 PSI, nitrogen dioksida (NO2) 45 PSI belum begitu membahayakan kesehatan manusia.
"Kondisi udara cukup berbahaya jika ISPU menunjukkan angka melebih 150 PSI, dan sangat berbahaya jika berada di atas 200 PSI," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Zainal Arifin.
Humas BNPB Agus Wibowo mengatakan, menurunnya kualitas udara di Malaka, Malaysia, bisa jadi disebabkan maraknya pembakaran dan kebakaran hutan atau lahan di daratan Sumatera khususnya di Riau.
"Namun untuk Singapura masih sangat bersih. Kualitas udara di negara ini normal atau baik," katanya.
Agus mengatakan, BNPB baru saja menggelar rapat koordinasi dengan sejumlah lembaga atau instansi terkait, termasuk TNI/Polri.
"Rapat koordinasi tadi pagi langsung dipimpin oleh Kepala BNPB Syamsul Maarif dan membahas persoalan kabut asap dan kebakaran lahan atau hutan di seluruh wilayah rawan di Tanah Air," katanya.
Ia menjelaskan, saat ini diperkirakan ada sembilan wilayah provinsi yang tengah dalam kondisi rawan kebakaran lahan atau hutan yang terbagi dalam dua zona, yakni Sumatera dan Kalimantan.
Di zona Sumatera, selain Riau, kata dia, daerah rawan juga berada pada Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, dan Aceh.
Kemudian untuk zona Kalimantan, kata Agus, yakni meliputi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah serta Kalimantan Timur.
"BNPB akan melakukan operasi kebakaran lahan di sembilan wilayah rawan tersebut guna mengantisipasi bencana kabut asap seperti yang terjadi pada Juni 2013. Dua negara tetangga (Malaysia dan Singapura) sampai protes," katanya. (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013