Medan (Antara Bengkulu) - Jepang dan negara lain masih sangat membutuhkan banyak karet Indonesia khususnya untuk memenuhi kebutuhan pabrik ban.

"Indonesia yang menjadi salah satu negara penghasil terbesar karet dunia, masih diandalkan Jepang untuk mengisi kebutuhan pabrik ban," kata Presiden Direktur PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate, Togar Simanjuntak, di Medan, Rabu.

Pabrik ban Bridgestone, di Jepang dan yang ada di negara lain, misalnya membutuhkan sekitar satu juta ton crumb rubber.

Padahal, produksi pabrikan crumb rubber Bridgestone termasuk yang ada di Indonesia jauh di bawah itu.

"Pabrik Bridgestone di Sumut misalnya produksinya hanya sekitar 80.000 ton per tahun dengan luas areal kebun di Dolok Merangir, Serbelawan yang seluas 18.000 hektare.

Makanya Bridgestone membutuhkan karet petani untuk diolah menjadi crumb rubber atau pabrikan ban di Jepang mengimpor crum rubber Indonesia dan negara penghasil lainnya.

Dia mengakui, produktivitas karet petani di Indonesia seperti Sumut masih jauh dari yang seharusnya seperti yang sudah dicapai di negara penghasil lainnya seperti Malaysia dan Thailand.

Rata-rata produksi kebun karet petani Sumut sekitar 700 ribu - 800 ribu ton per tahun, sedangkan di negara lain termasuk kebun swasta di Indonesia sudah bisa mencapai 1 juta hingga 1,8 juta ton per tahun.

Pengamat ekonomi Sumut, Wahyu Ario Pratomo, menyebutkan, produktivitas karet dan termasuk hasil komoditas petani lainnya yang masih rendah di Indonesia antara lain dipicu tidak terjaganya harga jual di dalam negeri.

"Harga jual yang tren turun saat panen raya membuat petani enggan serius menekuni bisnis tanamannya.Walaupun langkah itu akhrnya merugikan petani sendiri,"katanya.

Penyebab produktivitas yang rendah juga karena ketidakmampuan petani menyediakan dana segar untuk peremajaan tanamannya.

"Dua penyebab utama itu harusnya menjadi perhatian serius pemerintah.Harusnya dengan ketergantungan negara lain atas hasil komoditasl Indonesia, petani nasional bisa lebih sejahtera, bukan seperti dewasa ini yang sebagian besar masih hidup susah,"kata dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara (USU) itu. (Antara)

Pewarta: Oleh Evalisa Siregar

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013