Kepala BNN RI Komisaris Jenderal Polisi (Komjen Pol) Petrus Reinhard Golose menyatakan pengangguran merupakan salah satu faktor peningkatan kasus narkotika yang terjadi di Indonesia.
“Salah satu faktor (peningkatan kasus narkotika) adalah banyak orang yang tidak mendapat pekerjaan,” kata Petrus dalam konferensi pers yang diselenggarakan di Gedung Utama BNN RI, Jakarta Timur, Kamis.
Terlebih, ketika pandemi COVID-19 melanda Indonesia, terjadi ledakan pengangguran akibat banyaknya perusahaan yang melakukan efisiensi pegawai, bahkan gulung tikar. Para pengangguran inilah yang kemudian menjadi target dari para gembong narkotika untuk memperluas jangkauan peredarannya.
“Dengan modal yang sedikit dari tempat asalnya, (mereka, red) sudah bisa menjual narkotika atau sabu-sabu ini,” tutur Petrus.
Selain itu, peminat narkotika juga meningkat sejak pandemi COVID-19. Menurut Petrus, peningkatan tersebut diakibatkan oleh Work From Home atau bekerja dari rumah dan terbatasnya interaksi yang terjadi antar masyarakat mengakibatkan banyak orang merasa tertekan, depresi, dan sebagainya.
“Mereka berpikir bahwa dengan menggunakan narkotika, mereka bisa mengurangi tekanan. Tapi ini justru membahayakan,” ucap Petrus sembari memaparkan dampak-dampak negatif dari narkotika, yakni sebagai stimulan, depresan, dan juga memberi efek halusinasi.
Barang bukti yang kini menjadi sitaan, yaitu sabu-sabu seberat 324,3 kg, merupakan jenis narkotika yang memberi efek stimulan.
Saat ini, BNN sedang melakukan penelitian untuk melihat peningkatan kasus narkotika di Indonesia sejak pandemi COVID-19.
Direktur Penindakan dan Penyidikan Bea Cukai Bahaduri Wijayanta menambahkan, pada tahun 2021, sinergi bea cukai dengan BNN sudah menangani sebanyak 212 kasus narkotika, dengan total penindakan seberat 844,4 kg. Sedangkan, pada tahun 2020, sinergi bea cukai dan BNN menghasilkan 192 penindakan.
“Ini kenaikan yang cukup pesat,” kata Bahaduri Wijayanta.
Berdasarkan rekapitulasi data dari BNN, total pengungkapan kasus narkotika secara keseluruhan (termasuk di luar keterlibatan bea cukai) sampai bulan Agustus 2021, terutama sabu-sabu, mencapai 2.287,36 kg atau 2,28 ton.
Guna mencegah angka tersebut kian meningkat, dibutuhkan kolaborasi berbagai lembaga yang tidak hanya terbatas pada penindakan, tetapi juga pencegahan dan rehabilitasi, sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika Tahun 2020-2024.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021
“Salah satu faktor (peningkatan kasus narkotika) adalah banyak orang yang tidak mendapat pekerjaan,” kata Petrus dalam konferensi pers yang diselenggarakan di Gedung Utama BNN RI, Jakarta Timur, Kamis.
Terlebih, ketika pandemi COVID-19 melanda Indonesia, terjadi ledakan pengangguran akibat banyaknya perusahaan yang melakukan efisiensi pegawai, bahkan gulung tikar. Para pengangguran inilah yang kemudian menjadi target dari para gembong narkotika untuk memperluas jangkauan peredarannya.
“Dengan modal yang sedikit dari tempat asalnya, (mereka, red) sudah bisa menjual narkotika atau sabu-sabu ini,” tutur Petrus.
Selain itu, peminat narkotika juga meningkat sejak pandemi COVID-19. Menurut Petrus, peningkatan tersebut diakibatkan oleh Work From Home atau bekerja dari rumah dan terbatasnya interaksi yang terjadi antar masyarakat mengakibatkan banyak orang merasa tertekan, depresi, dan sebagainya.
“Mereka berpikir bahwa dengan menggunakan narkotika, mereka bisa mengurangi tekanan. Tapi ini justru membahayakan,” ucap Petrus sembari memaparkan dampak-dampak negatif dari narkotika, yakni sebagai stimulan, depresan, dan juga memberi efek halusinasi.
Barang bukti yang kini menjadi sitaan, yaitu sabu-sabu seberat 324,3 kg, merupakan jenis narkotika yang memberi efek stimulan.
Saat ini, BNN sedang melakukan penelitian untuk melihat peningkatan kasus narkotika di Indonesia sejak pandemi COVID-19.
Direktur Penindakan dan Penyidikan Bea Cukai Bahaduri Wijayanta menambahkan, pada tahun 2021, sinergi bea cukai dengan BNN sudah menangani sebanyak 212 kasus narkotika, dengan total penindakan seberat 844,4 kg. Sedangkan, pada tahun 2020, sinergi bea cukai dan BNN menghasilkan 192 penindakan.
“Ini kenaikan yang cukup pesat,” kata Bahaduri Wijayanta.
Berdasarkan rekapitulasi data dari BNN, total pengungkapan kasus narkotika secara keseluruhan (termasuk di luar keterlibatan bea cukai) sampai bulan Agustus 2021, terutama sabu-sabu, mencapai 2.287,36 kg atau 2,28 ton.
Guna mencegah angka tersebut kian meningkat, dibutuhkan kolaborasi berbagai lembaga yang tidak hanya terbatas pada penindakan, tetapi juga pencegahan dan rehabilitasi, sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika Tahun 2020-2024.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021