Jakarta (Antara) - Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengklaim, produk komoditas udang dari Indonesia bebas residu dan memiliki nilai ekonomis tinggi terutama di pasaran global saat ini sehingga layak menjadi komoditas andalan.
"Diterapkannya 'National Residue Control Plan' (NRCP) setiap tahun oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjadikan produk udang Indonesia bebas residu dengan dicabutnya sanksi oleh Komisi Uni Eropa," kata Sharif Cicip Sutardjo, Sabtu.
Menurut Sharif, udang Indonesia merupakan salah satu komoditas utama dalam industrialisasi perikanan budidaya karena memiliki nilai ekonomis dan permintaan pasar tinggi terutama dalam jangka waktu beberapa bulan terakhir.
Berdasarkan data KKP, nilai ekspor semester I 2013 adalah sebesar 1,97 miliar dolar AS atau sebanyak 36,7 persen dari keseluruhan ekspor produk dari sektor kelautan dan perikanan.
"Tren positif ini karena Indonesia tidak bermasalah dengan serangan wabah penyakit EMS ("Early Mortality Syndrome") yang menyerang pembudidaya udang di negara produsen lain seperti Thailand, Malaysia dan Vietnam," ucapnya.
Menteri Kelautan dan Perikanan berpendapat, usaha budidaya udang di tahun mendatang semakin memiliki peluang besar di pasar dunia karena Indonesia bebas dari tuduhan subsidi atau dumping berdasarkan hasil penyelidikan Departemen Perdagangan Amerika Serikat.
Selain itu, menurut dia, adanya peningkatan permintaan udang tersebut juga dibarengi peningkatan harga udang.
"Hal ini merupakan peluang emas yang harus dimanfaatkan masyarakat pembudidaya udang, khususnya untuk meningkatkan produksi melalui optimalisasi pemanfaatan areal pertambakan secara maksimal," ujarnya.
Di tempat terpisah, Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Rokhmin Dahuri meluncurkan penerapan sistem budidaya udang vanamei supra intensif Indonesia di lokasi pertambakan udang CV Dewi Windu di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, sekitar 150 km utara Makassar, Sabtu.
Sistem budidaya supra intensif ini ditemukan dan telah diujicoba oleh CV Dewi Windu milik Ketua SCI wilayah Indonesia bagian timur Hasanuddin Atjo sejak 2011 pada areal sekitar 1.100 meter persegi.
"Hasilnya cukup menakjubkan yakni mencapai 15,3 ton atau 153 ton per hektare, dan tercatat sebagai angka produktivitas tertinggi tambak udang di dunia saat ini," kata Hasanuddin Atjo.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013
"Diterapkannya 'National Residue Control Plan' (NRCP) setiap tahun oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjadikan produk udang Indonesia bebas residu dengan dicabutnya sanksi oleh Komisi Uni Eropa," kata Sharif Cicip Sutardjo, Sabtu.
Menurut Sharif, udang Indonesia merupakan salah satu komoditas utama dalam industrialisasi perikanan budidaya karena memiliki nilai ekonomis dan permintaan pasar tinggi terutama dalam jangka waktu beberapa bulan terakhir.
Berdasarkan data KKP, nilai ekspor semester I 2013 adalah sebesar 1,97 miliar dolar AS atau sebanyak 36,7 persen dari keseluruhan ekspor produk dari sektor kelautan dan perikanan.
"Tren positif ini karena Indonesia tidak bermasalah dengan serangan wabah penyakit EMS ("Early Mortality Syndrome") yang menyerang pembudidaya udang di negara produsen lain seperti Thailand, Malaysia dan Vietnam," ucapnya.
Menteri Kelautan dan Perikanan berpendapat, usaha budidaya udang di tahun mendatang semakin memiliki peluang besar di pasar dunia karena Indonesia bebas dari tuduhan subsidi atau dumping berdasarkan hasil penyelidikan Departemen Perdagangan Amerika Serikat.
Selain itu, menurut dia, adanya peningkatan permintaan udang tersebut juga dibarengi peningkatan harga udang.
"Hal ini merupakan peluang emas yang harus dimanfaatkan masyarakat pembudidaya udang, khususnya untuk meningkatkan produksi melalui optimalisasi pemanfaatan areal pertambakan secara maksimal," ujarnya.
Di tempat terpisah, Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Rokhmin Dahuri meluncurkan penerapan sistem budidaya udang vanamei supra intensif Indonesia di lokasi pertambakan udang CV Dewi Windu di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, sekitar 150 km utara Makassar, Sabtu.
Sistem budidaya supra intensif ini ditemukan dan telah diujicoba oleh CV Dewi Windu milik Ketua SCI wilayah Indonesia bagian timur Hasanuddin Atjo sejak 2011 pada areal sekitar 1.100 meter persegi.
"Hasilnya cukup menakjubkan yakni mencapai 15,3 ton atau 153 ton per hektare, dan tercatat sebagai angka produktivitas tertinggi tambak udang di dunia saat ini," kata Hasanuddin Atjo.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013