Jakarta (Antara) - Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo menyatakan bahwa Indonesia masih belum bisa dijuluki sebagai 'Negara Maritim', karena menurutnya Indonesia masih belum memenuhi syarat sebagai 'Negara Maritim'.
"Kita belum bisa dijuluki sebagai 'Negara Maritim', ya sekarang konektivitas antar pulau belum berjalan baik, infrastruktur belum siap, bahkan UU Kelautan saja baru siap September ini," kata Sharif dalam jumpa pers mengenai UU Kelautan di Jakarta, Senin.
Meskipun Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas laut mencapai 5,8 juta km2 yang terdiri dari perairan teritorial 3,1 juta km2 dan ZEE Indonesia 2,7 km2 dan terdiri dari 17.508 buah pulau dengan panjang pantai mencapai 104.000 km, kendati demikian Indonesia dikatakan Sharif baru layak disebut sebagai 'Negara Kepulauan'.
Menurut Sharif, Indonesia masih belum memikirkan secara komprehensif mengenai sarana, prasarana, serta infrastruktur yang seharusnya mendukung satu negara maritim.
Sharif mengatakan bahwa sejatinya 'Negara Maritim' adalah negara yang sektor ekonomi, perdagangan, dan kegiatan lain, sepenuhnya mengandalkan potensi laut.
"Karena pada prinsipnya 'Negara Maritim' adalah negara yang bisa mengelola dan mendayagunakan sumber daya kelautan secara maksimal dan tetap menjaga kelestarian daripada laut dan lingkungannya," tegas Sharif.
Ia kemudian memberikan contoh 'Negara Maritim' seperti Tiongkok, Thailand, Vietnam, Jepang, Kanada, dan Belanda, yang sesungguhnya tidak memiliki laut yang tergolong luas, namun mampu memberdayakan sumber daya laut dengan maksimal.
"Hasil inilah yang menjadikan PDB terbesar mereka berasal dari laut. Maka bisa disebut 'Negara Maritim'. Sementara kita masih belum bisa. Masih banyak yang harus diatur, masih banyak tahapannya," kata Sharif. ***2***