Pengamat kepolisian Irjen Pol. Purn. Sisno Adiwinoto memandang aparat polisi dan instansi terkait telah melaksanakan tugas dan kewajibannya di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, sesuai dengan amanat konstitusi dan undang-undang.
"Menurut hemat saya, aparat kepolisian dan instansi terkait semuanya adalah 'kambing putih' yang sudah melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan amanat konstitusi dan undang-undang," kata Sisno Adiwinoto dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Menurut Sisno, kasus di Wadas yang terjadi beberapa hari lalu saat sebagian orang mengkritisi dan membingkai cerita (framing) terkait dengan pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia disebabkan oleh kurangnya pemahaman yang tepat dari masyarakat ataupun anggota polisi sendiri terhadap tugas pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (harkamtibmas).
"Polisi hadir di Desa Wadas dalam rangka pendampingan dan pengamanan petugas BPN, pihak BBWS Serayu Opak, Dinas PUPR, dan Dinas Pertanian untuk melakukan pengukuran lahan sekaligus inventarisasi tanaman serta apa pun yang ada di atas tanah lokasi proyek bendungan, bukan untuk pengepungan Desa Wadas," ujarnya.
Sisno pun memandang proyek bendungan tersebut merupakan salah satu proyek strategis nasional sehingga sesungguhnya merupakan tugas seluruh komponen masyarakat untuk menyukseskan pembangunannya.
Selanjutnya, dalam pelaksanaan tugas harkamtibmas, kata Sisno, anggota Polri bisa melaksanakan tindakan diskresi kepolisian sesuai dengan kewenangannya. Hal itu berarti anggota Polri bisa membuat parameter agar tidak terjadi benturan kontak fisik antara pihak kontra dan pro.
"Anggota Polri bisa bertindak selama tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai 'tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab' yang diatur dalam KUHAP," ujar Sisno.
Ia mengatakan bahwa mereka menempuh upaya penangkapan dalam rangka mengamankan sementara seseorang atau beberapa pihak.
Dalam pelaksanaan tugas harkamtibmas itu, kata dia, polisi sesuai dengan kewenangannya memang dapat melakukan tindakan penangkapan dengan tujuan bukan untuk diproses dalam sistem peradilan pidana.
Sebaliknya, penangkapan sebagai upaya mencegah terjadinya bentrokan antarwarga di lingkungan masyarakat.
"Boleh dilakukan selama tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai 'tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab' sebagai syarat dilakukannya tindakan polisi menurut penilaiannya sendiri sesuai dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002," kata Sisno.
Di dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri disebutkan bahwa untuk kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.
Menurut dia, permasalahan memang bisa timbul karena semua tindakan polisi harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, termasuk tindakan penangkapan tersebut.
Sisno mengatakan bahwa masyarakat yang merasa rugi berhak untuk menggugat polisi melalui upaya hukum praperadilan. Di lain pihak, polisi juga berhak mengajukan argumentasi tentang penggunaan kewenangan diskresi kepolisian.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2022
"Menurut hemat saya, aparat kepolisian dan instansi terkait semuanya adalah 'kambing putih' yang sudah melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan amanat konstitusi dan undang-undang," kata Sisno Adiwinoto dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Menurut Sisno, kasus di Wadas yang terjadi beberapa hari lalu saat sebagian orang mengkritisi dan membingkai cerita (framing) terkait dengan pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia disebabkan oleh kurangnya pemahaman yang tepat dari masyarakat ataupun anggota polisi sendiri terhadap tugas pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (harkamtibmas).
"Polisi hadir di Desa Wadas dalam rangka pendampingan dan pengamanan petugas BPN, pihak BBWS Serayu Opak, Dinas PUPR, dan Dinas Pertanian untuk melakukan pengukuran lahan sekaligus inventarisasi tanaman serta apa pun yang ada di atas tanah lokasi proyek bendungan, bukan untuk pengepungan Desa Wadas," ujarnya.
Sisno pun memandang proyek bendungan tersebut merupakan salah satu proyek strategis nasional sehingga sesungguhnya merupakan tugas seluruh komponen masyarakat untuk menyukseskan pembangunannya.
Selanjutnya, dalam pelaksanaan tugas harkamtibmas, kata Sisno, anggota Polri bisa melaksanakan tindakan diskresi kepolisian sesuai dengan kewenangannya. Hal itu berarti anggota Polri bisa membuat parameter agar tidak terjadi benturan kontak fisik antara pihak kontra dan pro.
"Anggota Polri bisa bertindak selama tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai 'tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab' yang diatur dalam KUHAP," ujar Sisno.
Ia mengatakan bahwa mereka menempuh upaya penangkapan dalam rangka mengamankan sementara seseorang atau beberapa pihak.
Dalam pelaksanaan tugas harkamtibmas itu, kata dia, polisi sesuai dengan kewenangannya memang dapat melakukan tindakan penangkapan dengan tujuan bukan untuk diproses dalam sistem peradilan pidana.
Sebaliknya, penangkapan sebagai upaya mencegah terjadinya bentrokan antarwarga di lingkungan masyarakat.
"Boleh dilakukan selama tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai 'tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab' sebagai syarat dilakukannya tindakan polisi menurut penilaiannya sendiri sesuai dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002," kata Sisno.
Di dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri disebutkan bahwa untuk kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.
Menurut dia, permasalahan memang bisa timbul karena semua tindakan polisi harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, termasuk tindakan penangkapan tersebut.
Sisno mengatakan bahwa masyarakat yang merasa rugi berhak untuk menggugat polisi melalui upaya hukum praperadilan. Di lain pihak, polisi juga berhak mengajukan argumentasi tentang penggunaan kewenangan diskresi kepolisian.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2022