Direktur Institute of Community Justice (ICJ) Makassar Warida Syafie mengatakan bahwa pernikahan dini atau perkawinan anak menyumbang terjadinya maupun meningkatnya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Anak.

ICJ atau Lembaga Peradilan Masyarakat ini fokus pada upaya pencegahan perkawinan anak, bukan hanya di Makassar tapi di 24 kabupaten se Sulawesi Selatan berkolaborasi dengan Koalisi Stop Perkawinan Anak dan Konjen Australia.

"Kami jika sosialisasi atau seminar soal perkawinan anak, hal paling utama adalah kesehatan reproduksi (kespro). Menghadirkan dokter untuk menjelaskan dampak dari kespro. Itu penting sebab menikah secara dini menyumbang pada kematian ibu dan anak," ujarnya.

"Kalaupun dia (anak) selamat,  akibatnya berpeluang terjadi stunting, karena kemampuan menyerap gizi dari ibu dan anak secara bersamaan, ibunya masih butuh tumbuh dan anaknya butuh gizi," tambah Warida menjelaskan.

Maka dari itu, menurut dia, perlu edukasi secara terus menerus kepada masyarakat terkait dampak perkawinan anak terhadap kesehatan yang muaranya kepada regenerasi.

Berdasarkan data yang ada, perkawinan anak Sulsel mencapai 14,10 persen di tahun 2018, 12,11 persen di 2019 dan 11,25 persen di 2020.

Hal senada juga disampaikan Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan Nurseha.

Pernikahan di usia dini atau belum mencapai 19 tahun sangat rentan melahirkan anak yang Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan tentunya berpotensi menjadikan anak stunting.

Sehingga dia memastikan bahwa pernikahan dini sebelum 19 tahun, sangat berhubungan erat dengan resiko terjadinya stunting pada anak yang dilahirkan.

"Ada hubungannya, karena menikah di usia produktif atau anak masih pubertas. Sementara usia kematangan untuk memproduksi anak itu 19 tahun ke atas. Sehingga ketika kawin di usia anak, maka kespro nya belum siap termasuk mengandung," ungkap Nurseha menjelaskan.

Angka stunting di Sulsel pada tahun 2018 mencapai 35,6 persen (Riskesda 2018), tahun 2019 angka stunting menurun hingga 30,5 persen (SSGBI 2019).

Sementara dari data ePPGBM Elektronik Pencatatan & Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat, angka stunting tahun 2020 pada bulan Februari 12,3 persen dan bulan Agustus 11 persen.

Adapun di tahun 2021 bulan Februari angka stunting menurun hingga 9,6 persen dan bulan Agustus turun hingga 9,08 persen.

Warida mengemukakan bahwa bagi perempuan yang masih dalam kelompok anak atau di bawah 19 tahun, masih membutuhkan tablet penambah darah sejak usia 12 tahun.

Menurut Nurseha, kondisi tersebut belum siap mempunyai anak dan akan berpotensi gizi kurang, BBLR rendah dan sangat rentan terjadi kematian ibu dan anak.

"Karena mereka lahir sudah BBLR, belum lagi pola asuh, pola makan dan sanitasi lingkungan dalam pencegahan stunting. Jadi itu sangat rentang. Makanya salah satu pencegahan stunting ialah menekan terjadinya pernikahan di usia dini," ujarnya.

Pewarta: Nur Suhra Wardyah

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2022