Rejanglebong,  (Antara) - Produksi sayuran yang dihasilkan petani Kabupaten Rejanglebong, Bengkulu, saat ini kalah bersaing dengan produk serupa yang dihasilkan dari daerah lainnya.

"Sayuran kita kalah dengan yang dihasilkan Kerinci, Jambi, Padang, Medan, Palembang dan Lampung serta sayuran dari pulau Jawa," kata Edi Podomoro (55) petani sayuran dan juga tokoh masyarakat Kecamatan Selupu Rejang.

Pada hal selama ini Rejanglebong dikenal menjadi pemasok kebutuhan sayuran terbesar di Sumatera, tetapi sekarang produknya kalah bersaing sehingga harganya selalu rendah dari harga sayuran asal daerah lain, ucapnya.

Penilaian di atas dia katakan hasil dari peninjauan langsung dirinya ke beberapa daerah tujuan pemasaran sayuran Kabupaten Rejanglebong dan hasil wawancara dengan para petugas penyuluh lapangan (PPL) di daerah yang dikunjunginya.

Selain terlalu banyak mengandung air, bukan dari bibit unggul, tanaman sayuran asal daerah ini juga terlalu banyak menggunakan pupuk kimia, bukan pupuk organik maupun obat-obatan, yang berbahaya bagi kesehatan manusia,

Selain itu, sistem pengepakan (packing) sayuran yang dilakukan petani atau pedagang sayuran di Rejanglebong juga masih dilakukan seadanya saja pada hal sayuran akan cepat rusak jika pengepakannya tidak benar.

Tidak standarnya sayuran yang dihasilkan daerah itu, bukan saja telah menyebabkan harga jualnya rendah tetapi juga sering tidak laku maupun fluktuasi harga, jika belum panen harga sayuran tinggi sebaliknya jika mereka panen harga anjlok.

"Untuk kentang yang bagus dari Kerinci, untuk cabai merah keriting dari Jambi, Lampung, Palembang, Bandung dan lainnya. Jika cabai dari daerah luar masuk maka cabai merah asal Rejanglebong tidak laku, selain bentuknya besar-besar juga banyak mengandung air, pembeli pasti memilih cabai yang kecil-kecil karena rasanya lebih pedas," ucapnya.

Kepala sub terminal agribisnis (STA) Simpang Nangka, Kecamatan Selupu Rejang, Santoso menyebutkan, dirinya sudah berulangkali mengingatkan pemkab setempat dan pihak DPRD Rejanglebong, agar segera mengoptimalkannya sehingga bisa menjaga stabilitas harga sayuran maupun menjadi pertukaran informasi tekhnologi pertanian dengan daerah lainnya.

"Saat ini sub terminal agribisnis hanya ditempati beberapa pedagang pengumpul sayuran saja, sangat disayangkan bangunan sebesar dan semegah ini tidak difungsikan dengan baik. Para pedagang pengumpul sayuran tidak memanfaatkannya dan memilih membuka usaha di daerah masing-masing," ujarnya.

Tidak optimalnya pemanfaatan terminal agribisnis daerah tersebut kata dia, sudah berlangsung sejak lima tahun belakangan, pada hal bangunan itu dibangun pemerintah semula bertujuan sebagai pusat perdagangan sayuran dari petani ke pedagang pengumpul atau toke sayuran sehingga memudahkan transaksi jual beli serta dapat menyumbangkan PAD bagi daerah. ***2***

Pewarta: Oleh Nur Muhamad

Editor : Triono Subagyo


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014