Denpasar (Antara) - Lembaga kebudayaan Bentara Budaya Bali (BBB) menggelar diskusi sejarah dan seni rupa yang terangkum dalam pustaka bertajuk "Bung Karno: Kolektor dan Patron Seni Rupa Indonesia".
Diskusi di BBB Ketewel, Kabupaten Gianyar pada Sabtu (12/2) itu, menampilkan pembicara Mikke Susanto, pengajar Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta yang juga penulis seni rupa, kata Putu Aryasthawa, staf BBB yang merancang kegiatan tersebut di Denpasar, Jumat.
Ia mengatakan, ada banyak hal terkait Bung Karno yang senantiasa menarik untuk diulas, baik menyangkut kiprahnya sebagai tokoh sejarah maupun sisi lain dalam kehidupan Sang Proklamator.
Namun demikian belum banyak buku maupun sumber yang mengetengahkan secara khusus keterkaitan Bung Karno dengan dunia seni rupa di Indonesia, ujar Putu.
Oleh sebab itu, Mikke Susanto akan mendialogkan buku terkininya yang bertajuk "Bung Karno: Kolektor dan Patron Seni Rupa Indonesia" yang melibatkan seniman, budayawan dan berbagai komponen masyarakat Bali.
Pada diskusi itu akan menampilkan pembahas Pande Wayan Suteja Neka, budayawan dan pendiri Museum Neka serta moderator Kun Adnyana.
Buku berjudul "Bung Karno: Kolektor dan Patron Seni Rupa Indonesia" itu merupakan hasil karya penelitian tesis S2 Mikke Susanto, terdiri dari empat bab utama.
Bung Karno, menurut Susanto, tidak saja seorang proklamator, Presiden pertama Republik Indonesia dan Bapak pendiri bangsa, namun juga seorang pecinta dan patron seni.
"Kecintaan terhadap karya seni itu membawa Bung Karno dekat dengan banyak seniman, terutama pelukis. Dari sanalah Bung Karno mulai mengoleksi karya-karya seni yang dibukukan dalam buku koleksi Bung Karno sebanyak lima jilid," tutur Susanto.
Sejarah mencatat, Bung Karno memiliki ikatan tersendiri dengan Pulau Dewata, karena Ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai, lahir di tanah dengan seribu pura tersebut, disamping Pulau Dewata memukau Bung Karno dengan pesona kultural, adat istiadat, dan keseniannya.
Semuanya itu tidak mudah dilupakan begitu saja, terbukti melalui capaian arsitektur yang terbilang unggul, yakni Istana Tampak Siring dan Bali Beach Hotel, hotel bertingkat sepuluh, fasilitas pariwisata kelas bintang yang pertama dibangun di Bali tahun 1969.
Bung Karno pun menjalin persahabatan dengan seniman-seniman asing seperti Le Mayeur, R. Bonnet, Antonio Blanco, dan Christiano, serta dengan perupa-perupa Bali antara lain Ida Bagus Made Poleng, Ida Bagus Made Nadera, Lempad, Tungeh dan Regig.
Cerita unik
Kisah sejarah dan seni rupa tersebut menjadi bahasan utama dalam buku "Bung Karno: Kolektor dan Patron Seni Rupa Indonesia". Selain itu juga dipaparkan cerita-cerita unik seputar Bung Karno sekaligus sebagai kolektor maupun patron seni rupa Indonesia.
Buku setebal 500 halaman itu juga menyuguhkan beragam informasi yang selama ini belum terpublikasikan, termasuk pertemuan presiden dengan seniman tersohor, proses pengoleksian karya-karya seni ataupun kejadian lain yang penuh sentuhan kemanusiaan, jelas Mikke Susanto.
Pada bagian pertama buku tersebut juga menjelaskan mengenai munculnya kesadaran artistik dan estetik Bung Karno melalui penelusuran terhadap latar belakang kehidupan Bung karno, terutama yang berkaitan dengan seni.
Bagian Kedua berisi penjelasan tentang buku koleksi seni rupa Bung Karno yang berjumlah lima buah buku. Selanjutnya Bagian Ketiga banyak bercerita tentang kedekatan Bung Karno dengan para pelukis disertai kisah-kisah menarik tentang cara Bung Karno memperoleh karya seni rupa dan sikap-sikap yang menunjukkan sebagai seorang patron.
Pada bagian terakhir menjelaskan bagaimana kecintaan Bung Karno terhadap karya seni memengaruhi dan terimplementasikan pada berbagai kebijakan politiknya.
Buku Bung Karno: Kolektor dan Patron Seni Rupa Indonesia pertama kali diluncurkan di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada 6 Maret 2014, salah satu karya Mikke Susanto, konsultan kurator koleksi Istana Kepresidenan RI.
Ia telah mencatatkan namanya dalam 408 kurator dunia versi majalah on line Universes in Universe, di antara nama-nama lain seperti Jim Supangkat, M. Dwi Marianto, Amir Sidharta, Agung Hujatnikajenong, Rizki A. Zaelani, & Alia Swastika.
Mikke Susanto M.A, lahir di Kencong, Jember, Jawa Timur, 22 Oktober 1973 atau 41 tahun yang silam. Ia adalah kurator dari Pameran Seni Visual 12 Perupa kontemporer Ternama "Documenting Now". (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014
Diskusi di BBB Ketewel, Kabupaten Gianyar pada Sabtu (12/2) itu, menampilkan pembicara Mikke Susanto, pengajar Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta yang juga penulis seni rupa, kata Putu Aryasthawa, staf BBB yang merancang kegiatan tersebut di Denpasar, Jumat.
Ia mengatakan, ada banyak hal terkait Bung Karno yang senantiasa menarik untuk diulas, baik menyangkut kiprahnya sebagai tokoh sejarah maupun sisi lain dalam kehidupan Sang Proklamator.
Namun demikian belum banyak buku maupun sumber yang mengetengahkan secara khusus keterkaitan Bung Karno dengan dunia seni rupa di Indonesia, ujar Putu.
Oleh sebab itu, Mikke Susanto akan mendialogkan buku terkininya yang bertajuk "Bung Karno: Kolektor dan Patron Seni Rupa Indonesia" yang melibatkan seniman, budayawan dan berbagai komponen masyarakat Bali.
Pada diskusi itu akan menampilkan pembahas Pande Wayan Suteja Neka, budayawan dan pendiri Museum Neka serta moderator Kun Adnyana.
Buku berjudul "Bung Karno: Kolektor dan Patron Seni Rupa Indonesia" itu merupakan hasil karya penelitian tesis S2 Mikke Susanto, terdiri dari empat bab utama.
Bung Karno, menurut Susanto, tidak saja seorang proklamator, Presiden pertama Republik Indonesia dan Bapak pendiri bangsa, namun juga seorang pecinta dan patron seni.
"Kecintaan terhadap karya seni itu membawa Bung Karno dekat dengan banyak seniman, terutama pelukis. Dari sanalah Bung Karno mulai mengoleksi karya-karya seni yang dibukukan dalam buku koleksi Bung Karno sebanyak lima jilid," tutur Susanto.
Sejarah mencatat, Bung Karno memiliki ikatan tersendiri dengan Pulau Dewata, karena Ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai, lahir di tanah dengan seribu pura tersebut, disamping Pulau Dewata memukau Bung Karno dengan pesona kultural, adat istiadat, dan keseniannya.
Semuanya itu tidak mudah dilupakan begitu saja, terbukti melalui capaian arsitektur yang terbilang unggul, yakni Istana Tampak Siring dan Bali Beach Hotel, hotel bertingkat sepuluh, fasilitas pariwisata kelas bintang yang pertama dibangun di Bali tahun 1969.
Bung Karno pun menjalin persahabatan dengan seniman-seniman asing seperti Le Mayeur, R. Bonnet, Antonio Blanco, dan Christiano, serta dengan perupa-perupa Bali antara lain Ida Bagus Made Poleng, Ida Bagus Made Nadera, Lempad, Tungeh dan Regig.
Cerita unik
Kisah sejarah dan seni rupa tersebut menjadi bahasan utama dalam buku "Bung Karno: Kolektor dan Patron Seni Rupa Indonesia". Selain itu juga dipaparkan cerita-cerita unik seputar Bung Karno sekaligus sebagai kolektor maupun patron seni rupa Indonesia.
Buku setebal 500 halaman itu juga menyuguhkan beragam informasi yang selama ini belum terpublikasikan, termasuk pertemuan presiden dengan seniman tersohor, proses pengoleksian karya-karya seni ataupun kejadian lain yang penuh sentuhan kemanusiaan, jelas Mikke Susanto.
Pada bagian pertama buku tersebut juga menjelaskan mengenai munculnya kesadaran artistik dan estetik Bung Karno melalui penelusuran terhadap latar belakang kehidupan Bung karno, terutama yang berkaitan dengan seni.
Bagian Kedua berisi penjelasan tentang buku koleksi seni rupa Bung Karno yang berjumlah lima buah buku. Selanjutnya Bagian Ketiga banyak bercerita tentang kedekatan Bung Karno dengan para pelukis disertai kisah-kisah menarik tentang cara Bung Karno memperoleh karya seni rupa dan sikap-sikap yang menunjukkan sebagai seorang patron.
Pada bagian terakhir menjelaskan bagaimana kecintaan Bung Karno terhadap karya seni memengaruhi dan terimplementasikan pada berbagai kebijakan politiknya.
Buku Bung Karno: Kolektor dan Patron Seni Rupa Indonesia pertama kali diluncurkan di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada 6 Maret 2014, salah satu karya Mikke Susanto, konsultan kurator koleksi Istana Kepresidenan RI.
Ia telah mencatatkan namanya dalam 408 kurator dunia versi majalah on line Universes in Universe, di antara nama-nama lain seperti Jim Supangkat, M. Dwi Marianto, Amir Sidharta, Agung Hujatnikajenong, Rizki A. Zaelani, & Alia Swastika.
Mikke Susanto M.A, lahir di Kencong, Jember, Jawa Timur, 22 Oktober 1973 atau 41 tahun yang silam. Ia adalah kurator dari Pameran Seni Visual 12 Perupa kontemporer Ternama "Documenting Now". (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014