Mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indra Sari Wisnu Wardhana didakwa melakukan tindak pidana korupsi Persetujuan Ekspor (PE) Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara Rp6,047 triliun dan perekonomian negara Rp12,312 triliun.

"Terdakwa Indra Sari Wisnu Wardhana melakukan perbuatan bersama dengan Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei, Master Parulian Tumanggor, Stanley Ma dan Pierre Togar Sitanggang melakukan perbuatan melawan hukum sehingga memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara seluruhnya Rp6.047.645.700.000," kata jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung Muhammad di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei adalah penasihat kebijakan/analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) yang juga selaku Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Master Palulian Tumanggor adalah Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Stanley Ma merupakan Senior Manager Corporate Affair PT.Victorindo Alam Lestari dan Pierre Togar Sitanggang adalah General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas.

Perbuatan Indra Sari tersebut memperkaya sejumlah korporasi yakni pertama, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar yaitu PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar alam Permai, PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, seluruhnya sejumlah Rp1.693.219.882.064.

Kedua, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Musim Mas yaitu PT Musim Mas, PT Musim Mas–Fuji, PT Intibenua Perkasatama, PT. Agro Makmur Raya, PT. Megasurya Mas, PT. Wira Inno Mas, seluruhnya sejumlah Rp626.630.516.604.

Ketiga, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Permata Hijau yaitu dari PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Permata Hijau Sawit, dan PT Pelita Agung Agrindustri seluruhnya sejumlah Rp124.418.318.216

"Yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925," tambah jaksa.

Dalam dakwaan disebutkan demi mengimplementasikan arahan Presiden Joko Widodo pada 3 Januari 2022 yaitu agar Menteri Perdagangan menjamin stabilitas harga minyak goreng dalam negeri.

Kementerian Perdagangan lalu mengeluarkan Peraturan Mendag No. 01 Tahun 2022 agar pelaku usaha berpartisipasi ikut mendistribusikan minyak goreng merek MINYAKITA dan menggunakan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp14.000/liter. Namun, dalam praktiknya tidak dipatuhi karena hanya bersifat "voluntary" (sukarela) sehingga pengusaha memilih untuk melakukan ekspor dan minyak goreng di pasar dalam negeri pun mengalami kelangkaan.

Pada 14 Januari 2022, Menteri Perdagangan saat itu Muhammad Lutfi, Indra Sari Wisnu Wardhana, Oke Nurwan, tim Kemendag dan juga Lin Che Wei melakukan rapat yang membahas skenario untuk melakukan stabilisasi harga dan ketersediaan stok minyak goreng.

"Lin Che Wei mengusulkan mengenai besaran DMO (Domestic Market Obligation atau batas wajib pasok minyak goreng) sebesar 20 persen melalui diskresi Mendag dengan mengadakan konsorsium bersama dan kebun berkewajiban untuk mensuplai CPO sesuai luasan lahan dan usulan tersebut diterima oleh M Lutfi," ungkap jaksa.

Atas usulan Lin Che Wei tersebut, Indra Sari mengatakan "Saya ga akan bunyikan angka 20 persen persen Pak, kan kita yang potong, kita kasih tahu lisan saja pak, kalau tulis jadi masalah kita nanti". Dalam rapat tersebut, juga dibicarakan tentang adanya pemberian kemudahan kepada pelaku usaha untuk mengatur sendiri (Self Regulation) terkait keberimbangan antara ekspor dan minyak goreng yang didistribusikan di dalam negeri.

Pada 27 Januari 2022 M Lutfi selaku Mendag pun menerbitkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price obligation (DPO) yaitu melalui Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Perdirjen Daglu) Nomor 2 tahun 2022 yang ditandatangani Indra Sari Wisnu Wardhana.

Pengajuan permohonan Persetujuan Ekspor pun harus dilakukan secara elektronik melalui sistem INATRADE dimana data dan dokumen adminitrasi pengajuan seharusnya diverifikasi Tim Kerja Bidang Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan.

Pada 4 Februari 2022, perusahaan yang tergabung dalam Grup Musim Mas yaitu PT Agro Makmur Raya dan PT. Inti Benua Perkasatama mengajukan persetujuan ekspor, namun ternyata syarat-syaratnya ada yang belum lengkap.

Namun pada 7 Februari 2022, Indra Sari menerbitkan persetujuan ekspor untuk dua perusahaan itu yaitu PT Agro Makmur Raya dengan total ekspor 1.490.000 kg dan jumlah DMO 298.000 dan PT Inti Benua Perkasatama dengan total ekspor 11.229.000 kg dan jumlah DMO 2.245.800 Kg.

"Persetujuan ekspor (PE) yang diberikan oleh terdakwa Indra Sari meski mengetahui bahwa dokumen persyaratan belum dilengkapi yaitu dokumen faktur pajak dari ritel," ungkap jaksa.

Pada 7 Februari 2022, Indra Sari juga mengeluarkan persetujuan ekspor untuk PT Wira Inno Mas dengan total ekspor 12.500.000 Kg dan jumlah DMO 2.500.000 Kg tapi tidak memastikan distribusi minyak goreng sampai ke ritel; untuk PT Mikie Oleo Nabati Industri dengan total ekspor 172.800 Kg dan jumlah DMO 34.560 Kg dan pada 9 Februari untuk PT Musim Mas dengan total ekspor 15.923,0000 Kg dan jumlah DMO 3.184.600.Kg.

"Jumlah keseluruhan permohonan persetujuan ekspor yang diajukan oleh Grup Musim Mas periode 4 - 9 Februari 2022 adalah 41.314.800 Kg dan jumlah DMO 20 persen sebanyak 8.262.960 Kg padahal jumlah realisasi DMO yang dilaporkan oleh perusahaan-perusahaan tersebut untuk mendapatkan PE tidak terpenuhi yang mengakibatkan minyak goreng di pasar dalam negeri masih mengalami kelangkaan dalam periode tersebut," tambah jaksa.


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Eks Dirjen Kemendag didakwa korupsi persetujuan ekspor "CPO"

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2022