Tanaman aren bagi masyarakat Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, merupakan komoditas unggulan setelah kopi dan aneka sayuran. Tanaman ini tumbuh subur di 14 dari 15 kecamatan di wilayah ini.
Tanaman aren bagi masyarakat Indonesia umumnya menjadi pepohonan untuk pembatas lahan dengan tanah warga lainnya. Juga menjadi tanaman konservasi air dan tanah terutama pada kawasan miring, jurang, dan daerah aliran sungai (DAS) agar tidak menjadi lahan kritis.
Selain itu, tanaman aren ini juga memiliki banyak manfaat karena hampir seluruh bagiannya bisa dijadikan produk pangan maupun kerajinan rumah tangga.
Asmawi, warga Desa Air Meles Bawah, Kecamatan Curup Timur, Kabupaten Rejang Lebong, merupakan petani aren yang sudah 30 tahun menekuni usaha tersebut. Pohon aren bagi pria 56 tahun itu telah menjadi berkah dan pundi-pundi rupiah bagi keluarganya.
Lelaki yang memiliki tiga anak perempuan ini sejak sejak umur 26 tahun telah menjadi petani aren, profesi turun-temurun dari orang tua dan nenek moyangnya itu dilakoninya dengan penuh semangat kendati kadang hasil dari pengolahan gula aren tidak selalu menggembirakan.
Kebun aren milik Asmawi seluas 2 hektare dengan ditanami pohon aren sebanyak 350 batang. Setiap hari ia seorang diri naik turun pohon aren untuk menyadap air nira guna dijadikan gula aren atau mereka sebut gula batok.
"Air nira yang bisa diambil setiap harinya mencapai 200 liter. Setelah dimasak bisa menjadi gula batok sekitar 20 kilogram. Saat ini harga gula aren di (tingkat) perajin sekitar Rp17.000 per kg," terangnya.
Tanaman aren yang disadapnya itu sendiri saat ini sudah berumur 20 tahun bahkan ada yang lebih. Dari sekian banyak batang tanaman ini sudah ada beberapa puluh batang yang telah dilakukan penyulaman dengan tanaman baru karena produksi air niranya sudah menyusut akibat berumur tua.
Upaya penyulaman tanaman aren itu dilakukannya guna menjaga agar tanaman aren di kebunnya tetap produktif. Tindakan ini sebagai antisipasi mencegah punahnya tanaman aren di Bumi Rejang Lebong seiring dengan kemajuan zaman, perubahan budaya, dan mulai menyempitnya lahan pertanian.
Terancam punah
Keberadaan tanaman aren di Kabupaten Rejang Lebong saat ini, menurut dia, terancam punah karena banyak tanaman yang mati sebab sudah tua, juga akibat pengambilan buah kolang-kaling secara besar-besaran guna memenuhi kebutuhan ekspor.
"Saat ini kolang-kaling yang sudah diolah dibeli oleh penampung Rp6.000 per kg, harganya terbilang tinggi sehingga banyak orang yang mencari buah aren ini untuk diolah jadi kolang-kaling," ujarnya.
Buah kolang-kaling dari kebun milik Asmawi sendiri setiap tahunnya bisa menghasilkan ratusan tandan. Namun dirinya tidak mau menjual seluruh tandan buah ini lantaran takut nanti akan menyebabkan tanamannya mati. Ia tetap konsisten mengambil air nira dan serabut atau ijuknya saja.
Selain itu, usaha pengolahan produk turunan dari tanaman aren ini juga semakin sedikit yang menekuninya dan hanya dilakukan kaum tua atau tidak ada regenerasi.
"Kalangan anak muda banyak tidak mau jadi perajin gula aren karena kerjanya susah dan untuk menghasilkan gula aren bisa memakan waktu 8 jam dan harga jualnya juga segitu-gitu saja," urainya.
Ketua Komisi II DPRD Rejang Lebong Wahono menyatakan tanaman aren merupakan komoditas unggulan daerah ini sehingga perlu terus dijaga agar tidak punah.
"Setelah tanaman kopi dan aneka sayuran lainnya, tanaman aren jadi unggulan karena bisa diambil buahnya untuk dijadikan kolang-kaling guna memenuhi kebutuhan ekspor," kata Wahono.
Karena itu, dia meminta Pemkab Rejang Lebong melalui dinas terkait melakukan upaya-upaya untuk melestarikan tanaman aren yang tumbuh di belasan kecamatan wilayah itu, melalui peremajaan dan pembagian bibit gratis.
Menurut dia, adanya kegiatan pengambilan buah aren secara besar-besaran juga memengaruhi produksi air nira yang dihasilkan sehingga bisa menurunkan produksi gula aren atau gula batok yang dihasilkan Kabupaten Rejang Lebong ke depannya.
Peremajaan tanaman
Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan (Distankan) Kabupaten Rejang Lebong Zulkarnain menyebutkan di daerah itu saat ini sudah ada tanaman aren varietas lokal unggulan Semulen ST 1 yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan tanaman aren lainnya.
"Bibitnya saat ini bukan hanya kami sebarkan di wilayah Kabupaten Rejang Lebong tetapi juga ke luar seperti Sulawesi, Aceh, Bandung, Bali, dan lainnya. Bibit ini mereka beli di sini karena sudah bersertifikat," ujarnya.
Menurut Zulkarnain, adanya ekspor kolang-kaling dari Kabupaten Rejang Lebong sejak beberapa tahun belakangan harus dipikirkan dampaknya. Pemerintah setempat harus menyiapkan anggaran pembelian bibit untuk peremajaan tanaman aren.
Tanaman aren sendiri memiliki usia tanam 7 hingga 10 tahun. Jika terlambat dilakukan peremajaan maka bisa dipastikan produksi gula aren dari Kabupaten Rejang Lebong akan menurun drastis.
"Jangankan dalam kurun waktu 7 tahun, dalam waktu 2 tahun ke depan kita juga agak khawatir. Permasalahan ini sudah lama dipikirkan, tetapi belum dianggarkan karena keterbatasan anggaran daerah. Kami sudah memperbanyak benihnya di kebun induk," jelasnya.
Untuk program budi daya tanaman ini nantinya dapat dilakukan dengan menggunakan dana desa yang diterima masing-masing desa selain mengandalkan anggaran dari pemkab setempat. Perkebunan tanaman aren yang ada di Kabupaten Rejang Lebong, menurut dia, sampai dengan akhir 2022 lalu mencapai 2.280 hektare, dengan jumlah produksi gula aren dalam setahun sebanyak 5.441,68 ton.
Luas perkebunan aren di Kabupaten Rejang Lebong ini yang terluas berada di Kecamatan Sindang Kelingi, yakni 984,5 hektare, kemudian di Kecamatan Selupu Rejang seluas 592 hektare, dan selebihnya tersebar dalam 12 kecamatan lainnya.
Bibit unggul
Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Rejang Lebong saat ini terus menyosialisasikan penggunaan varietas aren lokal daerah itu yang dinamai Semulen ST-1 yang memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan tanaman sejenis lainnya dalam peremajaan tanaman aren di Kabupaten Rejang Lebong.
Varietas aren Semulen ST-1 yang mengambil nama dari bahasa Suku Rejang, suku di Kabupaten Rejang Lebong dan Bengkulu, yang berarti anak perempuan atau anak gadis itu, telah dilepas secara nasional oleh Kementerian Pertanian pada 2018.
Varietas aren Semulen ST-1 ini memiliki keunggulan karena produksinya pertengahan di antara aren genjah dan aren dalam, tahan hama, mudah tumbuh di berbagai kondisi daerah.
Selain itu varietas aren Semulen ST-1 bisa menghasilkan hingga umur 6-7 tahun dengan jumlah produksi antara aren genjah dan dalam, air nira yang dihasilkan lebih banyak, yakni antara 15-30 liter per hari, dan tingginya hanya 10 meter. Ini berbeda tanaman aren lainnya yang bisa mencapai 15 meter atau lebih.
Perbanyakan bibit aren varietas Semulen itu sendiri sudah dilakukan Dinas Pertanian dan Perikanan Rejang Lebong dengan melakukan penangkaran benih indukan di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perbenihan di Desa Air Bening, Kecamatan Bermani Ulu Raya dengan jumlah mencapai 150 batang.
Bibit tanaman aren varietas ini juga sudah ditangkarkan secara profesional oleh petani di Kecamatan Padang Ulak Tanding (PUT). Bibit yang dihasilkan sudah bersertifikat dan dipasarkan secara nasional guna memenuhi kebutuhan berbagai daerah di Tanah Air.
Tanaman aren yang tumbuh subur di Kabupaten Rejang Lebong saat ini bukan hanya menjadi tanaman konservasi dalam menyelamatkan bumi dari perubahan iklim, mencegah terjadinya bencana alam tanah longsor, kekeringan, dan tentunya menjadi pundi-pundi rupiah masyarakat Rejang Lebong dari air nira yang diolah menjadi gula aren, ijuk dan pohonnya untuk kerajinan dan buahnya sebagai komoditas ekspor.
Untuk kelangsungan dari komoditas unggulan "Bumi Pat Petulai" julukan Kabupaten Rejang Lebong ini diperlukan upaya serius guna menjaga kelestarian tanaman aren melalui program peremajaan massal, regenerasi petani aren, dan tak kalah pentingnya lagi memberikan dukungan kepada petani aren dalam mendapatkan bantuan pemerintah.
Ikhtiar menjaga kelestarian pohon aren itu agar petani senantiasa menyesap manisnya tetesan nira.
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023
Tanaman aren bagi masyarakat Indonesia umumnya menjadi pepohonan untuk pembatas lahan dengan tanah warga lainnya. Juga menjadi tanaman konservasi air dan tanah terutama pada kawasan miring, jurang, dan daerah aliran sungai (DAS) agar tidak menjadi lahan kritis.
Selain itu, tanaman aren ini juga memiliki banyak manfaat karena hampir seluruh bagiannya bisa dijadikan produk pangan maupun kerajinan rumah tangga.
Asmawi, warga Desa Air Meles Bawah, Kecamatan Curup Timur, Kabupaten Rejang Lebong, merupakan petani aren yang sudah 30 tahun menekuni usaha tersebut. Pohon aren bagi pria 56 tahun itu telah menjadi berkah dan pundi-pundi rupiah bagi keluarganya.
Lelaki yang memiliki tiga anak perempuan ini sejak sejak umur 26 tahun telah menjadi petani aren, profesi turun-temurun dari orang tua dan nenek moyangnya itu dilakoninya dengan penuh semangat kendati kadang hasil dari pengolahan gula aren tidak selalu menggembirakan.
Kebun aren milik Asmawi seluas 2 hektare dengan ditanami pohon aren sebanyak 350 batang. Setiap hari ia seorang diri naik turun pohon aren untuk menyadap air nira guna dijadikan gula aren atau mereka sebut gula batok.
"Air nira yang bisa diambil setiap harinya mencapai 200 liter. Setelah dimasak bisa menjadi gula batok sekitar 20 kilogram. Saat ini harga gula aren di (tingkat) perajin sekitar Rp17.000 per kg," terangnya.
Tanaman aren yang disadapnya itu sendiri saat ini sudah berumur 20 tahun bahkan ada yang lebih. Dari sekian banyak batang tanaman ini sudah ada beberapa puluh batang yang telah dilakukan penyulaman dengan tanaman baru karena produksi air niranya sudah menyusut akibat berumur tua.
Upaya penyulaman tanaman aren itu dilakukannya guna menjaga agar tanaman aren di kebunnya tetap produktif. Tindakan ini sebagai antisipasi mencegah punahnya tanaman aren di Bumi Rejang Lebong seiring dengan kemajuan zaman, perubahan budaya, dan mulai menyempitnya lahan pertanian.
Terancam punah
Keberadaan tanaman aren di Kabupaten Rejang Lebong saat ini, menurut dia, terancam punah karena banyak tanaman yang mati sebab sudah tua, juga akibat pengambilan buah kolang-kaling secara besar-besaran guna memenuhi kebutuhan ekspor.
"Saat ini kolang-kaling yang sudah diolah dibeli oleh penampung Rp6.000 per kg, harganya terbilang tinggi sehingga banyak orang yang mencari buah aren ini untuk diolah jadi kolang-kaling," ujarnya.
Buah kolang-kaling dari kebun milik Asmawi sendiri setiap tahunnya bisa menghasilkan ratusan tandan. Namun dirinya tidak mau menjual seluruh tandan buah ini lantaran takut nanti akan menyebabkan tanamannya mati. Ia tetap konsisten mengambil air nira dan serabut atau ijuknya saja.
Selain itu, usaha pengolahan produk turunan dari tanaman aren ini juga semakin sedikit yang menekuninya dan hanya dilakukan kaum tua atau tidak ada regenerasi.
"Kalangan anak muda banyak tidak mau jadi perajin gula aren karena kerjanya susah dan untuk menghasilkan gula aren bisa memakan waktu 8 jam dan harga jualnya juga segitu-gitu saja," urainya.
Ketua Komisi II DPRD Rejang Lebong Wahono menyatakan tanaman aren merupakan komoditas unggulan daerah ini sehingga perlu terus dijaga agar tidak punah.
"Setelah tanaman kopi dan aneka sayuran lainnya, tanaman aren jadi unggulan karena bisa diambil buahnya untuk dijadikan kolang-kaling guna memenuhi kebutuhan ekspor," kata Wahono.
Karena itu, dia meminta Pemkab Rejang Lebong melalui dinas terkait melakukan upaya-upaya untuk melestarikan tanaman aren yang tumbuh di belasan kecamatan wilayah itu, melalui peremajaan dan pembagian bibit gratis.
Menurut dia, adanya kegiatan pengambilan buah aren secara besar-besaran juga memengaruhi produksi air nira yang dihasilkan sehingga bisa menurunkan produksi gula aren atau gula batok yang dihasilkan Kabupaten Rejang Lebong ke depannya.
Peremajaan tanaman
Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan (Distankan) Kabupaten Rejang Lebong Zulkarnain menyebutkan di daerah itu saat ini sudah ada tanaman aren varietas lokal unggulan Semulen ST 1 yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan tanaman aren lainnya.
"Bibitnya saat ini bukan hanya kami sebarkan di wilayah Kabupaten Rejang Lebong tetapi juga ke luar seperti Sulawesi, Aceh, Bandung, Bali, dan lainnya. Bibit ini mereka beli di sini karena sudah bersertifikat," ujarnya.
Menurut Zulkarnain, adanya ekspor kolang-kaling dari Kabupaten Rejang Lebong sejak beberapa tahun belakangan harus dipikirkan dampaknya. Pemerintah setempat harus menyiapkan anggaran pembelian bibit untuk peremajaan tanaman aren.
Tanaman aren sendiri memiliki usia tanam 7 hingga 10 tahun. Jika terlambat dilakukan peremajaan maka bisa dipastikan produksi gula aren dari Kabupaten Rejang Lebong akan menurun drastis.
"Jangankan dalam kurun waktu 7 tahun, dalam waktu 2 tahun ke depan kita juga agak khawatir. Permasalahan ini sudah lama dipikirkan, tetapi belum dianggarkan karena keterbatasan anggaran daerah. Kami sudah memperbanyak benihnya di kebun induk," jelasnya.
Untuk program budi daya tanaman ini nantinya dapat dilakukan dengan menggunakan dana desa yang diterima masing-masing desa selain mengandalkan anggaran dari pemkab setempat. Perkebunan tanaman aren yang ada di Kabupaten Rejang Lebong, menurut dia, sampai dengan akhir 2022 lalu mencapai 2.280 hektare, dengan jumlah produksi gula aren dalam setahun sebanyak 5.441,68 ton.
Luas perkebunan aren di Kabupaten Rejang Lebong ini yang terluas berada di Kecamatan Sindang Kelingi, yakni 984,5 hektare, kemudian di Kecamatan Selupu Rejang seluas 592 hektare, dan selebihnya tersebar dalam 12 kecamatan lainnya.
Bibit unggul
Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Rejang Lebong saat ini terus menyosialisasikan penggunaan varietas aren lokal daerah itu yang dinamai Semulen ST-1 yang memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan tanaman sejenis lainnya dalam peremajaan tanaman aren di Kabupaten Rejang Lebong.
Varietas aren Semulen ST-1 yang mengambil nama dari bahasa Suku Rejang, suku di Kabupaten Rejang Lebong dan Bengkulu, yang berarti anak perempuan atau anak gadis itu, telah dilepas secara nasional oleh Kementerian Pertanian pada 2018.
Varietas aren Semulen ST-1 ini memiliki keunggulan karena produksinya pertengahan di antara aren genjah dan aren dalam, tahan hama, mudah tumbuh di berbagai kondisi daerah.
Selain itu varietas aren Semulen ST-1 bisa menghasilkan hingga umur 6-7 tahun dengan jumlah produksi antara aren genjah dan dalam, air nira yang dihasilkan lebih banyak, yakni antara 15-30 liter per hari, dan tingginya hanya 10 meter. Ini berbeda tanaman aren lainnya yang bisa mencapai 15 meter atau lebih.
Perbanyakan bibit aren varietas Semulen itu sendiri sudah dilakukan Dinas Pertanian dan Perikanan Rejang Lebong dengan melakukan penangkaran benih indukan di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perbenihan di Desa Air Bening, Kecamatan Bermani Ulu Raya dengan jumlah mencapai 150 batang.
Bibit tanaman aren varietas ini juga sudah ditangkarkan secara profesional oleh petani di Kecamatan Padang Ulak Tanding (PUT). Bibit yang dihasilkan sudah bersertifikat dan dipasarkan secara nasional guna memenuhi kebutuhan berbagai daerah di Tanah Air.
Tanaman aren yang tumbuh subur di Kabupaten Rejang Lebong saat ini bukan hanya menjadi tanaman konservasi dalam menyelamatkan bumi dari perubahan iklim, mencegah terjadinya bencana alam tanah longsor, kekeringan, dan tentunya menjadi pundi-pundi rupiah masyarakat Rejang Lebong dari air nira yang diolah menjadi gula aren, ijuk dan pohonnya untuk kerajinan dan buahnya sebagai komoditas ekspor.
Untuk kelangsungan dari komoditas unggulan "Bumi Pat Petulai" julukan Kabupaten Rejang Lebong ini diperlukan upaya serius guna menjaga kelestarian tanaman aren melalui program peremajaan massal, regenerasi petani aren, dan tak kalah pentingnya lagi memberikan dukungan kepada petani aren dalam mendapatkan bantuan pemerintah.
Ikhtiar menjaga kelestarian pohon aren itu agar petani senantiasa menyesap manisnya tetesan nira.
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023