Menyusuri jalanan perkampungan di Surabaya, jangan kaget jika dalam beberapa pekan terakhir terpasang bendera warna-warni di samping tiang-tiang listrik di ujung gang.
 
Biasanya bendera itu diikat menggunakan tali rafia, gagangnya dari bambu dan ada penanda nama seseorang yang ditulis di atas potongan kardus. Sudah lumrah, jika kita mendapatinya, dapat disimpulkan di gang tersebut sedang ada hajatan. Mayoritas pernikahan.
 
Pemandangan seperti itu kerap kita lihat tak hanya di Surabaya, tapi di daerah-daerah lain karena sama-sama menggelar hajatan pada bulan sama, yaitu Zulhijah. Orang lebih akrab dengan sebutan "Bulan Haji", yang secara budaya sering dikaitkan dengan bulan baik jika menggelar pernikahan.
 
Tak heran muncul sebutan bulan ini sebagai bulan "musim menikah". Meskipun untuk waktu pelaksanaan nikah tidak ada waktu khusus, namun melangsungkan akad nikah pada Zulhijah sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat Nusantara.

Baca juga: Mengenal lebih dekat robot tematik REIVER juara 2 KRI 2023
 
Mengutip laman Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur, jatim.nu.or.id, mengenai penentuan bulan atau hari baik untuk pelaksanaan pernikahan sebenarnya tidak ada dasar atau dalil yang pasti.
 
Meskipun terdapat pendapat para fuqaha atau ahli fiqih tentang anjuran dilaksanakannya pada Jumat, karena hari tersebut tergolong mulia dalam Islam.
 
Ada sebagian riwayat yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW menikahkan putri terkasihnya Sayyidah Fathimah dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib pada awal bulan Zulhijah. Riwayat ini populer di kalangan Syi’ah.

Sementara riwayat lain menurut Ibn Sa’ad dalam "Al-Thabaqat al-Kubra" mengatakan bahwa Sayidina Ali menikahi Sayyidah Fathimah di bulan Rajab, setelah lima bulan sejak kedatangan Nabi Muhammad SAW ke Madinah.
 
Kemudian Sayidina Ali berkumpul dengan Sayidah Fatimah setelah pulang dari Perang Badar, dan usia Fatimah saat berkumpul dengan Sayidina Ali berusia 18 tahun.
 
Terlepas dari perbedaan riwayat tentang waktu pernikahan Sayyidina Ali dengan Sayyidah Fathimah, bulan Zulhijah adalah termasuk bagian dari empat bulan haram. Empat bulan mulia dalam Islam itu adalah Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab.

Baca juga: Membentuk karakter manusia sadar sampah
 
Sebenarnya, keempat bulan tersebut ditetapkan sebagai bulan haram sudah terjadi pada masa jahiliyah. Asal muasalnya adalah karena pada bulan Zulkaidah sampai bulan Muharram masyarakat Arab melaksanakan ibadah haji, dimulai berangkat menuju Makkah pada bulan Zulkaidah dan kembali dari Makkah ke daerah masing-masing pada bulan Muharram. Kemudian pada bulan Rajab, mereka biasanya melaksanakan ibadah umrah.
 
Maka untuk menghormati jamaah haji dan umrah, bangsa Arab pada masa jahiliyah sepakat untuk tidak bererang pada bulan-bulan tersebut. Dan jika ada dua kabilah yang saling berperang, maka kedua kabilah harus melakukan gencatan senjata untuk sementara.
 
Tradisi ini kemudian diakui dalam Islam, sebagaimana dalam surat Al-Taubah ayat 36. Meskipun tradisi lama jahiliyah tentang bulan haram diapresiasi oleh Islam, namun ada pula keyakinan jahiliyah yang ditolak, yaitu pantangan menikah pada bulan-bulan haji.
 
Percaya atau tidak, tradisi tersebut terjadi sampai sekarang. Saat bulan-bulan tertentu, tidak sedikit pasangan melangsungkan pernikahan. Pun termasuk di bulan-bulan tertentu juga, banyak pasangan pantang melaksanakan janji setia sehidup semati di hadapan penghulu, yaitu Muharram atau lebih dikenal dengan bulan Suro.
 
Saat ini, Muharram atau dalam penanggalan Jawa disebut bulan Suro tiba. Pada tahun 2023, 1 Muharram atau 1 Syuro bertepatan dengan tanggal 19 Juli 2023. Bulan Suro seringkali dikaitkan dengan berbagai pantangan karena dipercaya dapat membawa malapetaka.
 
Beberapa kepercayaan turun-temurun meyakini bahwa pasangan yang menikah di bulan Muharram akan menghadapi nasib buruk, seperti masalah keuangan, kecelakaan, penyakit serius, hingga kematian.
 
Maka sekali lagi, tidak heran jika biasanya menjelang Zulhijah berakhir, akan ada banyak pesta pernikahan. Imbasnya, jalan di mana-mana ditutup.
 
 
Tahun Baru Islam
 
Muharram pada penanggalan hijriyah adalah bulan pertama. Artinya, merupakan awal tahun yang kaitannya dengan tahun baru. Bulannya persis setelah Zulhijah. Kali ini, umat Islam merayakan Tahun Baru 1 Muharram 1445 Hijriyah.
 
Berbagai acara religius dan yang ada keterkaitannya digelar. Tak hanya dari sekolah-sekolah Muslim, pemerintah di berbagai tingkatan, mulai kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat, menyelenggarakan kegiatan keislaman, terutama pengajian.
 
Meski tercatat sebagai tanggal merah yang berarti hari libur nasional, di tingkat sekolah-sekolah, siswanya biasanya tidak diliburkan, melainkan diganti kegiatan-kegiatan bernuasa Islami.
 
Yang paling sering dan terlihat adalah pawai atau jalan bersama mengelilingi perkampungan dengan membawa poster bertemakan peringatan Tahun Baru Islam.
 
Suatu budaya yang jangan sampai dilewatkan. Sedari kecil sudah diajarkan bagaimana sebagai umat Islam lebih memilih Muharram sebagai momentum tahun baru, dibandingkan Januari atau tahun baru masa penanggalan Masehi.

Baca juga: Melindungi macan tutul dari ancaman kepunahan di Meru Betiri

Baca juga: Kuliner khas Solo menuju gastronomi bintang lima
 
Anak-anak harus diajarkan bagaimana cara menghormati bulan Muharram, menyambutnya dengan suka cita, memperingatinya dengan hati gembira.
 
Selain di masyarakat, pemerintahan juga menyelenggarakan berbagai kegiatan menyambut Tahun Baru Islam ini, seperti pengajian dan lainnya. Pemerintah Provinsi Jawa Timur menggelar acara jalan sehat yang dipusatkan di Masjid Nasional Al Akbar Surabaya (MAS) pada Rabu, 19 Juli 2023.
 
Gelaran ini akan menarik minat warga karena menyediakan banyak hadiah menarik, dengan hadiah utama umrah ke Tanah Suci Makkah.
 
Jalan sehat menempuh rute 3,6 kilometer, diselenggarakan secara gratis dan diperbolehkan diikuti oleh masyarakat umum.
 
Beragam hiburan juga disiapkan, seperti penampilan gambus dan shalawat, marching band, termasuk penampilan tarian sufi.
 
Pesan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Tahun Baru Islam harus disambut dengan penuh semangat dan optimisme. Pergantian tahun Hijriyah ini hendaknya dijadikan momentum hijrah untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.
 
Intinya, ajakan Khofifah itu, mari sambut Tahun Baru Islam dengan hati bahagia dan fisik yang sehat.
 
Awali tahun dengan penuh semangat dan kebaikan, sehingga di tahun selanjutnya bisa terus meningkatkan kualitas ibadah kita. Jalani masa ke depan dengan jiwa dan perilaku yang lebih banyak memberi manfaat besar untuk kebaikan banyak orang atau kemakmuran bangsa.
 
Selamat Tahun Baru 1445 Hijriyah bagi umat Islam se-Indonesia, dan Muslim seluruh dunia. Hari ini harus lebih baik dari kemarin. Besok harus lebih baik dari hari ini, begitu pesan Nabi Muhammad Saw dalam hadistnya yang hendaknya menjadi pegangan kita, Umat Islam.


Update Berita Antara Bengkulu Lainnya di Google News

Pewarta: Fiqih Arfani

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023