Jakarta (Antara) - Pelaksanaan pemilihan gubernur, bupati dan wali kota serentak gelombang pertama terancam tidak optimal mengingat banyak daerah masih terkendala dengan anggaran dana pilkada.

Dari 259 daerah, yang sudah melaporkan ketersediaan anggaran pilkada ke KPU Pusat, sebagian besar di antaranya hanya disetujui sebagian oleh pemerintah daerah setempat.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman, Rabu, mengatakan hal itu berisiko pada pemangkasan sejumlah kegiatan tahapan pelaksanaan pilkada.

"Anggaran pilkada yang sudah disetujui pemda tetapi tidak mencukupi itu dapat menimbulkan risiko, misalnya sosialisasi yang harusnya dilakukan lima kali menjadi hanya satu atau dua kali karena anggarannya tidak dipenuhi (oleh pemda) 100 persen," kata Arief ditemui di Gedung KPU Pusat Jakarta.

Selain itu, kegiatan kampanye juga bisa dipersingkat karena keterbatasan anggaran yang dialami oleh sejumlah KPU provinsi, kabupaten dan kota.

"Lalu kampanye yang di media massa elektronik dan cetak seperti televisi, radio dan koran itu juga harus dikurangi karena pos anggarannya kurang," tambahnya.

Sementara itu, KPU mencatat hingga saat ini masih ada 10 daerah yang belum melaporkan ketersediaan anggaran untuk pilkada, antara lain Kota Bontang, Kota Batam, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Kutai Timur, Kutai Barat, Malinau, Nunukan, Natuna dan Sambas.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Antara, sejumlah daerah yang anggaran pilkadanya tidak disetujui seluruhnya oleh pemda setempat antara lain Provinsi Jambi (disetujui Rp101 miliar dari Rp109 miliar pengajuan KPU), Rembang (disetujui Rp17 miliar dari Rp19 miliar pengajuan KPU) dan Poso (disetujui Rp15 miliar dari Rp21 miliar pengajuan KPU).

Sementara daerah yang sama sekali belum disetujui anggarannya oleh pemda setempat adalah Nias Selatan (Sumatera Utara), Mandailing Natal (Sumatera Utara), dan Tanjung Jabung Barat (Jambi). ***2*** 

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2015