Bengkulu (Antara) - Aktivis lingkungan hidup di Bengkulu mendesak pemerintah menghentikan pengrusakan kawasan hutan lindung dari daya rusak pertambangan batu bara, emas dan pasir biji besi.

"Ada puluhan izin usaha pertambangan di dalam hutan, ini berarti mengundang bencana," kata koordinator lapangan Uli Arta Siagian saat aksi simpatik di depan Kantor Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Kota Bengkulu, Jumat.

Aksi yang digelar memperingati Hari Anti Tambang 2015 itu diikuti puluhan aktivis lingkungan hidup dari sejumlah organisasi.

Mereka membentangkan kain putih sepanjang lebih 20 meter sebagai simbol kain kafan untuk mafia tambang.

Uli mengatakan seluas 46 persen dari 1,9 juta hektare wilayah Provinsi Bengkulu merupakan kawasan hutan dengan berbagai fungsi, termasuk lindung dan konservasi. Dari luasan tersebut 444 ribu hektare sudah dikuasai pertambangan batu bara, emas dan pasir biji besi dengan masing-masing seluas 237 ribu hektare, 168 hektare dan 39 ribu hektare.

Sementara seluas 37 ribu areal pertambangan batu bara memasuki kawasan hutan lindung. Padahal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hanya menerbitkan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan seluas lebih 2.000 hektare.

"Pemerintah masih menganggap kawasan hutan sebagai beban pembangunan, ini keliru dan kebijakan yang diambil juga tidak prolingkungan," kata dia.

Sementara Direktur Walhi Bengkulu Beni Ardiansyah mengatakan pemerintah harus mencabut izin pertambangan yang beroperasi dalam kawasan hutan lindung dan konservasi di wilayah itu.

"Pemerintah harus tegas menindak korporasi yang beroperasi di kawasan hutan lindung bahkan kawasan konservasi," katanya.

Ia mengatakan bahwa berdasarkan data yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 22 April 2014 menyebutkan bahwa di Provinsi Bengkulu, aktivitas pertambangan berada dalam kawasan hutan lindung dan konservasi seluas 118,6 ribu hektare.

Kegiatan pertambangan dalam kawasan hutan itu dioperasionalkan oleh 41 perusahaan tambang pemegang izin usaha pertambangan.

"Ini sangat miris, kalau masyarakat menebang satu pohon langsung masuk penjara, sedangkan perusahaan tambang mengeruk ratusan ribu hektare dibiarkan," ujar dia.

Ia menambahkan bahwa berdasarkan amanat UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Gubernur berwenang mencabut izin-izin pertambangan yang bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Aksi simpati yang diikuti aktivis lingkungan dari Yayasan Genesis, Ulayat, Walhi dan Mapetala itu dijaga ketat oleh aparat kepolisian dan bubar dengan tertiba setelah menyampaikan aspirasi mereka. ***2***

Pewarta: Oleh Helti Marini Sipayung

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2015