Dinas Pariwisata Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu memberikan apresiasi upaya pelestarian Aksara Kaganga yang dilakukan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VII Bengkulu-Lampung di daerah itu.

Kepala Bidang Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata Rejang Lebong Decki Eka Putra usai menghadiri sosialisasi Aksara Kaganga dengan menggunakan alat peraga yang dilaksanakan di Balai Desa Perbo, Kecamatan Curup Utara, Rejang Lebong, Sabtu, mengatakan Aksara Kaganga merupakan aksara suku Rejang yang menjadi suku mayoritas di Rejang Lebong dan beberapa daerah lainnya di Provinsi Bengkulu.

"Kegiatan ini merupakan hal sangat positif, di mana tujuan kegiatan ini agar kebudayaan Rejang Lebong khususnya Aksara Kaganga tidak sampai hilang, jadi bisa terus turun temurun dari generasi ke generasi," kata dia.

Dia menjelaskan sosialisasi Aksara Kaganga dengan media alat peraga ini difasilitasi oleh Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah II Bengkulu-Lampung yang dilaksanakan tim penyusun buku panduan Aksara Kaganga dengan media alat peraga daerah itu.

Diharapkan dengan adanya alat peraga Aksara Kaganga ini, kata dia, nantinya bisa membantu para guru di Kabupaten Rejang Lebong saat mengajarkannya sebagai muatan lokal (mulok) kepada para siswanya di sekolah masing-masing.

Sementara itu Nurningsih (61) yang menjadi instruktur pada kegiatan ini menjelaskan, untuk mencegah agar Aksara Kaganga tidak punah dan bisa dipelajari oleh anak-anak serta masyarakat luas dirinya telah menyusun dan menerbitkan buku mulok panduan Aksara Kaganga untuk SD/MI di Kabupaten Rejang Lebong.

"Generasi kita saat ini terutama di bahasa daerah kurang sekali pada hal orang tuanya orang Rejang, bapak-ibunya orang Rejang tetapi mereka tidak berbahasa Rejang sehingga bahasanya hampir punah, apalagi aksaranya," terang Nurningsih.

Menurut dia, buku panduan Aksara Kaganga ini diterbitkannya dengan menggunakan biaya sendiri terbagi dalam dua jilid. Jilid pertama untuk kelas 1,2 dan 3. Kemudian jilid kedua untuk kelas 4,5 dan 6.

"Di sini lengkap, ada buah tua, tanda bunyi, huruf bimbang yang digunakan dalam Bahasa Rejang tidak boleh digunakan dalam Bahasa Indonesia, karena Bahasa Indonesia itu ada suku katanya sehingga jangan sampai salah," urainya.

Dalam buku panduan yang sudah diproduksi secara massal pada 2021 lalu ini, tambah dia, juga berisikan cerita, kata-kata, kalimat, pantun, puisi, lagu-lagu daerah suku Rejang.

Kepala Desa Perbo Yudi Ardiansyah dalam kesempatan menyatakan terima kasih karena desanya itu telah dijadikan lokasi kegiatan sosialisasi Aksara Kaganga, dan berharap dapat memberikan pemahaman kepada generasi muda di daerah itu dalam upaya melestarikan aksara maupun bahasa suku Rejang.

"Kegiatan ini sangat bermanfaat, sangat positif. Saya berharap kegiatan seperti ini dapat terus dilaksanakan, karena ini menyangkut budaya nenek moyang kami suku Rejang," tegas Yudi. 
 

Pewarta: Nur Muhamad

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023