Mantan Kadis Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Maluku David S. Katayane dijerat dengan UU RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atas kasus pelecehan yang dilakukan terhadap bawahannya.
"Sidang perdana perkara ini pada Senin, (27/11) sudah berlangsung di Pengadilan Negeri Ambon secara tertutup," kata Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku Wahyudi Kareba di Ambon, Selasa.
Dalam persidangan tersebut, ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Ambon Martha Maitimu didampingi dua hakim anggota dengan agenda mendengarkan pembacaan surat dakwaan jaksa penuntut umum.
Menurut Wahyudi, baik terdakwa maupun penasihat hukumnya tidak melakukan eksepsi atas dakwaan JPU sehingga proses persidangan dilanjutkan pekan dengan dengan agenda pemeriksaan para saksi.
Awalnya terdakwa memanggil korban ke ke ruang kerjanya dalam hal urusan pekerjaan dan ada keluhan dari terdakwa kalau dirinya merasa meriang.
Selanjutnya korban menawarkan beberapa tukang pijat, namun ditolak terdakwa dan mengatakan bahwa dirinya lebih suka dipijat oleh orang-orang terdekat.
Kemudian korban memijat terdakwa dari arah belakang tanpa ada unsur paksaan dan ketika sementara dipijat, terdakwa mengangkat tangannya dan tidak sengaja mungkin menyentuh dada korban.
Sebab, pada kesempatan hari berikutnya, korban juga sempat memijat pundak terdakwa tanpa ada unsur paksaan.
"Terdakwa dijerat melanggar Pasal 6 huruf c dari UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang kekerasan seksual setelah diduga melakukan tindak pidana pelecehan seksual terhadap stafnya pada Juli 2023," jelas Wahyudi.
Pasal ini menyatakan setiap orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain.
Ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300 juta.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023
"Sidang perdana perkara ini pada Senin, (27/11) sudah berlangsung di Pengadilan Negeri Ambon secara tertutup," kata Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku Wahyudi Kareba di Ambon, Selasa.
Dalam persidangan tersebut, ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Ambon Martha Maitimu didampingi dua hakim anggota dengan agenda mendengarkan pembacaan surat dakwaan jaksa penuntut umum.
Menurut Wahyudi, baik terdakwa maupun penasihat hukumnya tidak melakukan eksepsi atas dakwaan JPU sehingga proses persidangan dilanjutkan pekan dengan dengan agenda pemeriksaan para saksi.
Awalnya terdakwa memanggil korban ke ke ruang kerjanya dalam hal urusan pekerjaan dan ada keluhan dari terdakwa kalau dirinya merasa meriang.
Selanjutnya korban menawarkan beberapa tukang pijat, namun ditolak terdakwa dan mengatakan bahwa dirinya lebih suka dipijat oleh orang-orang terdekat.
Kemudian korban memijat terdakwa dari arah belakang tanpa ada unsur paksaan dan ketika sementara dipijat, terdakwa mengangkat tangannya dan tidak sengaja mungkin menyentuh dada korban.
Sebab, pada kesempatan hari berikutnya, korban juga sempat memijat pundak terdakwa tanpa ada unsur paksaan.
"Terdakwa dijerat melanggar Pasal 6 huruf c dari UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang kekerasan seksual setelah diduga melakukan tindak pidana pelecehan seksual terhadap stafnya pada Juli 2023," jelas Wahyudi.
Pasal ini menyatakan setiap orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain.
Ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300 juta.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023