Bank Indonesia menyoroti risiko geopolitik dan kondisi cuaca yang berpotensi mempengaruhi inflasi di Provinsi Bengkulu sehingga kondisi ini menjadi perhatian utama dalam upaya penurunan inflasi daerah.

"Risiko geopolitik, kondisi cuaca, dan program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) serta Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) menjadi fokus utama dalam menurunkan inflasi," ujar Deputi Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bengkulu, Dhita Aditya Nugraha, saat diwawancarai di Bengkulu pada Kamis.

Fenomena cuaca, seperti El Nino, diakui mempengaruhi produksi pangan lokal. Hal ini menyebabkan permintaan pangan lebih tinggi dari kecukupan produksi, memberikan tekanan pada inflasi Bengkulu.

Untuk mengatasi hal ini, Tim Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi Bengkulu fokus mengembangkan klaster pertanian untuk tiga komoditas penting dalam mengatasi inflasi.

Hingga November 2023, TPID Bengkulu telah mengembangkan demplot dan klaster seluas 26 hektare untuk tiga komoditas bahan pangan utama, yaitu padi, cabai merah termasuk cabai rawit, dan bawang merah. Ketiga komoditas ini merupakan kontributor inflasi terbesar dari sektor konsumsi rumah tangga di Bengkulu.

Dhita menambahkan, Program GNPIP dan TPID di Provinsi Bengkulu diharapkan dapat menurunkan inflasi bahan makanan.

"Program GNPIP dan TPID di Provinsi Bengkulu diharapkan dapat menurunkan inflasi bahan makanan. TPID Provinsi Bengkulu berupaya menjaga inflasi tetap rendah melalui kerangka 4K, ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif," katanya.

Bank Indonesia memprediksi inflasi Bengkulu di tahun 2023 akan sedikit melambat, namun tetap dalam rentang target inflasi nasional, yaitu 3 plus minus 1 persen (yoy). Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bengkulu menunjukkan bahwa hingga Oktober 2023, inflasi Bengkulu berada pada angka 2,83 persen (yoy), yang masih dalam rentang target inflasi nasional.

Pewarta: Boyke Ledy Watra

Editor : Anom Prihantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023