Bengkulu (Antara) - Badan Pusat Satistik Provinsi Bengkulu mengungkapkan ekspor komoditas sawit provinsi itu mengalami penurunan pada Juli, tercatat turun sampai 79,16 persen.

"Pada bulan Juni ekspor cangkang sawit mencapai 1,81 juta dolar AS, pada Juli hanya sebesar 0,38 juta dolar AS," kata Kepala BPS Provinsi Bengkulu, Dodi Herlando, di Bengkulu, Kamis.

Kurang bergairahnya harga "crude palm oil" (CPO) di pasar internasional ditengarai menjadi salah satu penyebab penurunan ekspor salah satu komoditas unggulan Provinsi Bengkulu.

"Negara tujuan ekspor terbesar Provinsi Bengkulu bulan Juli 2015 yakni ke Filipina sebesar 23,30 persen, Malaysia 21,69 persen, Amerika Serikat 13,93 persen, dan beberapa negara di Asia lainnya," kata dia.

Sementara, salah satu negara tujuan pengimpor komoditas utama Bengkulu, India, selama Juni hingga Juli absen mengimpor komoditas Bengkulu.

"Kalau Tiongkok, pada Juni kosong, dan Juli mulai ada transaksi, namun masih kecil yakni 0,06 juta dolar AS," katanya.

Dampak tersebut, terasa sampai ke tingkat petani, bahkan harga sawit di Kabupaten Seluma, salah satu daerah perkebunan sawit di Bengkulu, mencapai harga terendah.

"Harga di tingkat petani dibeli pengumpul hanya dengan harga Rp300 per kilogram, bahkan harga tersebut tidak mampu memenuhi ongkos produksi, kata salah seorang petani sawit setempat, Noca Alamsyah.

Di Kabupaten Bengkulu Tengah, harga sawit di beli pedagang pengumpul bervariasi, harga di tingkat petani berkisar Rp300 hingga Rp600.

"Tergantung lokasi, kalau jauh sampai ke pedalaman kami tidak berani mengambil dengan harga Rp600, karena angkos distribusi dari pedalaman ke pabrik lumayan mahal, sementara pabrik hanya membeli dengan harga Rp800," kata pedagang pengumpul,  Wawan.***3***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2015