Dua sepeda motor melaju pelan menyusuri jalan setapak sepanjang pinggir Sungai Lubuk Bangko di Kecamatan Selagan Raya, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, yang menjadi tempat rekreasi warga dari dan luar wilayah itu.
Dua sepeda motor dinas kepala desa dan warga ini menyusuri jalan setapak yang dipenuhi semak belukar untuk menjangkau lokasi intake atau pintu air yang tidak berfungsi lagi akibat tertimbun material tanah yang dibawa banjir yang melanda lokasi tersebut sejak 6 tahun terakhir.
Banjir yang berasal dari luapan Sungai Lubuk Bangko sekitar tahun 2016 merusak sebagian besar bendung semi-teknis yang berfungsi untuk menyalurkan air sungai melewati pintu air menuju jaringan sekunder lalu tersier ke petak-petak sawah petani di Desa Pondok Baru, Kecamatan Selagan Raya.
Baca juga: Samba Lokan dari Mukomuko terdaftar sebagai pengetahuan tradisional
Sekitar 120 hektare sawah warga di Desa Pondok Baru yang mengandalkan sumber pengairan melalui bendung semi-teknis tersebut, tetapi kini sawah tersebut terbengkalai akibat tidak mendapatkan air dari irigasi tersebut.
Kepala Desa Pondok Baru, Kecamatan Selagan Raya, Suswandi menyatakan masalah utama desa ini, ada seluas 120 hektare sawah yang tidak mendapatkan air irigasi.
Ratusan hektare sawah di wilayah itu terbengkalai sejak intake atau pintu air di Daerah Irigasi (DI) Lubuk Bangko tertimbun material akibat banjir yang melanda wilayah ini pada 2016--2017.
Namun dari seluas 120 hektare sawah yang terbengkalai di desa tersebut, seluas 60 hektare malah beralih fungsi menjadi lahan tanaman sawit.
Lahan sawah itu dialihfungsikan karena penantian masyarakat dari tahun ke tahun tidak ada kejelasan, lalu akhirnya ada yang mulai menanam kelapa sawit.
Awalnya, warga di wilayah ini sempat menanam palawija, namun setelah ditunggu-tunggu tidak juga ada air, akhirnya mereka menanam sawit.
Sebenarnya masyarakat di wilayah ini berpikir dua kali untuk menanam sawit karena lahan persawahan bagi sebagian warga di desa ini bukan sekadar media tanam padi dan mata pencaharian, melainkan warisan leluhur yang harus dijaga dan dipertahankan keberadaannya.
Baca juga: Angka kemiskinan di Mukomuko turun jadi 10,76 persen
Bahkan, lahan sawah di desa yang menjadi penyangga Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) ini tidak bisa dihargai dengan uang sebesar apa pun. Warga desa ini tidak mau menjual sawahnya meskipun dengan harga ratusan juta rupiah.
Begitu berharganya sawah bagi warga di desa yang memiliki populasi sekitar 700 jiwa dari 172 keluarga ini karena sawah sebagai mata pencaharian utama yang diturunkan oleh nenek moyangnya.
Sejak terjadi penambahan penduduk di desa itu, warga yang mempunyai sawah luas, dari hari ke hari sawah inilah yang dibagi-bagi kepada anak-anaknya.
Dulu, sebelum dibangun irigasi teknis, warga di wilayah ini memakai bendungan tradisional seperti batu ditumpuk-tumpuk dan pada waktu itu air mengalir ke lahan sawah warga di wilayah ini.
Akan tetapi, setelah dibangun bendungan intake, lokasi yang menjadi sumber pengairan sawah dinaikkan ke atas, tetapi bendungan yang memakai gorong-gorong hanya bertahan beberapa tahun bisa dipakai.
Infrastruktur dasar
Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah desa setempat, setiap kali musyawarah rencana pembangunan desa (musrenbangdes), pembangunan bendungan yang rusak akibat banjir diusulkan untuk diperbaiki ke instansi terkait.
Bahkan usulan pembangunan bendungan irigasi yang rusak akibat banjir di desa ini sudah masuk dan menjadi skala prioritas dalam musrebangcam dan musrenbangkab.
"Bagi warga di wilayah ini, itu merupakan infrastruktur dasar yang betul-betul dibutuhkan oleh mereka yang punya lahan sawah," ujar Suswandi.
Pemerintah Kabupaten Mukomuko, melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang tahun 2025 mengusulkan dana sebesar Rp5 miliar yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) untuk membangun intake atau pintu air di Daerah Irigasi (DI) Lubuk Bangko yang rusak akibat banjir.
"Kami mengusulkan pembangunan intake di DI Lubuk Bangko ke Pemerintah Pusat, kami mengusulkan DAK 2025 untuk pembangunannya," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Mukomuko Apriansyah.
Pemerintah daerah selain mengusulkan pembangunan intake DI Lubuk Bangko, juga mengajukan pembangunan jaringan sekunder yang rusak akibat berusia tua dan terdampak banjir.
Pemkab Mukomuko pada 2024 menyiapkan anggaran Rp3,3 miliar untuk rehabilitasi saluran irigasi di delapan titik yang mengalami kerusakan di sejumlah wilayah daerah ini agar air mengalir lancar ke sawah petani di Mukomuko.
Dari anggaran sebesar Rp3,3 miliar tersebut, Rp2,6 miliar untuk rehabilitasi saluran irigasi sekunder yang mengalami kerusakan di tiga titik di Kecamatan Selagan Raya dan Rp700 juta untuk rehabilitasi saluran tersier di lima titik di Kecamatan V Koto dan Kecamatan Lubuk Pinang.
Baca juga: Penambahan mitra Bulog di Mukomuko dukung stabilisasi harga beras
Dari tiga titik saluran irigasi yang direhabilitasi tersebut, anggaran rehabilitasi di dua titik masing-masing sebesar Rp1,1 miliar dan satu titik Rp400 juta, anggaran untuk rehabilitasi saluran irigasi tahun ini lebih besar dibandingkan tahun 2023 sebesar Rp400 juta.
Adapun anggaran Rp700 juta untuk rehabilitasi jaringan irigasi tersier di Kecamatan V Koto dan Kecamatan Lubuk Pinang bersumber dari dana alokasi umum (DAU).
Dinas tersebut telah mengidentifikasi seluruh kendala terkait aliran daerah irigasi di kawasan ini. Dengan adanya alokasi anggaran ini, itu dapat menjadi solusi yang efektif.
Selain itu, pemerintah daerah melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang melakukan pemetaan bangunan irigasi yang rusak di Kecamatan Selagan Raya untuk diperbaiki menggunakan dana alokasi khusus (DAK) tahun 2025 sehingga air mengalir lancar ke sawah petani.
Dinas itu menyebutkan sebanyak 12 daerah irigasi mengairi seluas 1.400 hektare sawah di Kecamatan Selagan Raya.
"Kami akan perdalam seluruh DI di Kecamatan Selagan Raya dan memetakan bangunan yang rusak. Mana yang belum baik, kami ajukan di DAK 2025," ujarnya.
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Mukomuko memiliki kewenangan membangun bendungan dan saluran sekunder di daerah irigasi Kecamatan Selagan Raya.
Instansi tersebut sudah melakukan inventarisasi 12 bangunan irigasi yang rusak di Desa Pondok Baru.
Baca juga: Dinsos jamin logistik bencana di Mukomuko aman
Rencana pengusulan DAK fisik senilai Rp5 miliar ke Pemerintah Pusat untuk perbaikan intake Daerah Irigasi Air Lubuk Bangko yang rusak parah akibat banjir.
Instansi tersebut mengusulkan pembangunan intake rusak di DI Lubuk Bangko agar dapat mengaliri lahan persawahan seluas 120 hektare milik warga di Desa Pondok Baru.
Selain itu, pemetaan irigasi yang rusak untuk deteksi dini kondisi terakhir di lapangan. Berapa banyak bangunan irigasi yang tidak baik karena banjir dan bangunan irigasi yang berusia tua, apakah yang rusak bendung atau jaringan sekundernya.
Sebanyak 12 DI di Kecamatan Selagan Raya yang terdiri atas DI Arah Lubuk Nau, DI Air Selagan Sungai Ipuh, DI Air Lubuk Bangko, DI Air Lubuk angit, DI Air Payang 1. Kemudian DI Air Payang II, DI Air Sungai Gading Besar, DI Air Sungai Gading Kecil, DI Air Selagan Kecil, DI Air Sungai Ulak, DI Air Cino.
Lindungi sawah
Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Mukomuko bekerja sama dengan Kejaksaan Negeri dan Kepolisian Resor setempat, intensif melakukan sosialisasi terkait perlindungan lahan pertanian untuk mengatasi masalah alih fungsi lahan sawah menjadi perkebunan kelapa sawit
Alih fungsi dari sawah menjadi kelapa sawit tersebut ditengarai mengancam keberlanjutan pertanian di wilayah tersebut.
Plt. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Mukomuko, Fitriani Ilyas, menekankan pentingnya mematuhi peraturan, seperti Keputusan Bupati Nomor 100-726 tahun 2022 dan Perda Nomor 1 tahun 2015, untuk menjaga lahan pertanian.
Pemkab melibatkan aparat Kejari dan Polres dalam sosialisasi tersebut karena pesan yang disampaikan mereka lebih didengarkan para petani.
Sudah ada lahan pertanian yang seharusnya menjadi sawah baru melalui program Pemerintah, namun malah berubah fungsi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit.
Baca juga: Gubernur Bengkulu dorong Mukomuko bangun pasar representatif
Baca juga: KPU santuni sembilan petugas ad hoc di Mukomuko
Baca juga: Polisi-TNI kawal ketat PSU di Mukomuko
Kecamatan Air Manjuto menjadi salah satu contoh, dengan 28 hektare lahan yang seharusnya menjadi sawah baru, namun 9 hektare di antaranya telah berubah menjadi kebun sawit.
Dinas Pertanian Mukomuko telah meninjau langsung ke lokasi dan bertemu dengan kepala desa serta ketua kelompok tani untuk membahas masalah ini.
Alih fungsi lahan tidak hanya terjadi di Kecamatan Air Manjuto, tetapi juga di wilayah lain yang pernah menerima program cetak sawah baru.
Sebagai langkah lanjutan, Distan Mukomuko meminta petugas penyuluh pertanian dan kepala desa untuk mendata luas lahan yang telah berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit.
Semua ikhtiar tersebut ditempuh agar luas lahan persawahan tetap terjaga, tidak ada lagi yang beralih fungsi menjadi kebun sawit.
Dua sepeda motor dinas kepala desa dan warga ini menyusuri jalan setapak yang dipenuhi semak belukar untuk menjangkau lokasi intake atau pintu air yang tidak berfungsi lagi akibat tertimbun material tanah yang dibawa banjir yang melanda lokasi tersebut sejak 6 tahun terakhir.
Banjir yang berasal dari luapan Sungai Lubuk Bangko sekitar tahun 2016 merusak sebagian besar bendung semi-teknis yang berfungsi untuk menyalurkan air sungai melewati pintu air menuju jaringan sekunder lalu tersier ke petak-petak sawah petani di Desa Pondok Baru, Kecamatan Selagan Raya.
Baca juga: Samba Lokan dari Mukomuko terdaftar sebagai pengetahuan tradisional
Sekitar 120 hektare sawah warga di Desa Pondok Baru yang mengandalkan sumber pengairan melalui bendung semi-teknis tersebut, tetapi kini sawah tersebut terbengkalai akibat tidak mendapatkan air dari irigasi tersebut.
Kepala Desa Pondok Baru, Kecamatan Selagan Raya, Suswandi menyatakan masalah utama desa ini, ada seluas 120 hektare sawah yang tidak mendapatkan air irigasi.
Ratusan hektare sawah di wilayah itu terbengkalai sejak intake atau pintu air di Daerah Irigasi (DI) Lubuk Bangko tertimbun material akibat banjir yang melanda wilayah ini pada 2016--2017.
Namun dari seluas 120 hektare sawah yang terbengkalai di desa tersebut, seluas 60 hektare malah beralih fungsi menjadi lahan tanaman sawit.
Lahan sawah itu dialihfungsikan karena penantian masyarakat dari tahun ke tahun tidak ada kejelasan, lalu akhirnya ada yang mulai menanam kelapa sawit.
Awalnya, warga di wilayah ini sempat menanam palawija, namun setelah ditunggu-tunggu tidak juga ada air, akhirnya mereka menanam sawit.
Sebenarnya masyarakat di wilayah ini berpikir dua kali untuk menanam sawit karena lahan persawahan bagi sebagian warga di desa ini bukan sekadar media tanam padi dan mata pencaharian, melainkan warisan leluhur yang harus dijaga dan dipertahankan keberadaannya.
Baca juga: Angka kemiskinan di Mukomuko turun jadi 10,76 persen
Bahkan, lahan sawah di desa yang menjadi penyangga Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) ini tidak bisa dihargai dengan uang sebesar apa pun. Warga desa ini tidak mau menjual sawahnya meskipun dengan harga ratusan juta rupiah.
Begitu berharganya sawah bagi warga di desa yang memiliki populasi sekitar 700 jiwa dari 172 keluarga ini karena sawah sebagai mata pencaharian utama yang diturunkan oleh nenek moyangnya.
Sejak terjadi penambahan penduduk di desa itu, warga yang mempunyai sawah luas, dari hari ke hari sawah inilah yang dibagi-bagi kepada anak-anaknya.
Dulu, sebelum dibangun irigasi teknis, warga di wilayah ini memakai bendungan tradisional seperti batu ditumpuk-tumpuk dan pada waktu itu air mengalir ke lahan sawah warga di wilayah ini.
Akan tetapi, setelah dibangun bendungan intake, lokasi yang menjadi sumber pengairan sawah dinaikkan ke atas, tetapi bendungan yang memakai gorong-gorong hanya bertahan beberapa tahun bisa dipakai.
Infrastruktur dasar
Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah desa setempat, setiap kali musyawarah rencana pembangunan desa (musrenbangdes), pembangunan bendungan yang rusak akibat banjir diusulkan untuk diperbaiki ke instansi terkait.
Bahkan usulan pembangunan bendungan irigasi yang rusak akibat banjir di desa ini sudah masuk dan menjadi skala prioritas dalam musrebangcam dan musrenbangkab.
"Bagi warga di wilayah ini, itu merupakan infrastruktur dasar yang betul-betul dibutuhkan oleh mereka yang punya lahan sawah," ujar Suswandi.
Pemerintah Kabupaten Mukomuko, melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang tahun 2025 mengusulkan dana sebesar Rp5 miliar yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) untuk membangun intake atau pintu air di Daerah Irigasi (DI) Lubuk Bangko yang rusak akibat banjir.
"Kami mengusulkan pembangunan intake di DI Lubuk Bangko ke Pemerintah Pusat, kami mengusulkan DAK 2025 untuk pembangunannya," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Mukomuko Apriansyah.
Pemerintah daerah selain mengusulkan pembangunan intake DI Lubuk Bangko, juga mengajukan pembangunan jaringan sekunder yang rusak akibat berusia tua dan terdampak banjir.
Pemkab Mukomuko pada 2024 menyiapkan anggaran Rp3,3 miliar untuk rehabilitasi saluran irigasi di delapan titik yang mengalami kerusakan di sejumlah wilayah daerah ini agar air mengalir lancar ke sawah petani di Mukomuko.
Dari anggaran sebesar Rp3,3 miliar tersebut, Rp2,6 miliar untuk rehabilitasi saluran irigasi sekunder yang mengalami kerusakan di tiga titik di Kecamatan Selagan Raya dan Rp700 juta untuk rehabilitasi saluran tersier di lima titik di Kecamatan V Koto dan Kecamatan Lubuk Pinang.
Baca juga: Penambahan mitra Bulog di Mukomuko dukung stabilisasi harga beras
Dari tiga titik saluran irigasi yang direhabilitasi tersebut, anggaran rehabilitasi di dua titik masing-masing sebesar Rp1,1 miliar dan satu titik Rp400 juta, anggaran untuk rehabilitasi saluran irigasi tahun ini lebih besar dibandingkan tahun 2023 sebesar Rp400 juta.
Adapun anggaran Rp700 juta untuk rehabilitasi jaringan irigasi tersier di Kecamatan V Koto dan Kecamatan Lubuk Pinang bersumber dari dana alokasi umum (DAU).
Dinas tersebut telah mengidentifikasi seluruh kendala terkait aliran daerah irigasi di kawasan ini. Dengan adanya alokasi anggaran ini, itu dapat menjadi solusi yang efektif.
Selain itu, pemerintah daerah melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang melakukan pemetaan bangunan irigasi yang rusak di Kecamatan Selagan Raya untuk diperbaiki menggunakan dana alokasi khusus (DAK) tahun 2025 sehingga air mengalir lancar ke sawah petani.
Dinas itu menyebutkan sebanyak 12 daerah irigasi mengairi seluas 1.400 hektare sawah di Kecamatan Selagan Raya.
"Kami akan perdalam seluruh DI di Kecamatan Selagan Raya dan memetakan bangunan yang rusak. Mana yang belum baik, kami ajukan di DAK 2025," ujarnya.
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Mukomuko memiliki kewenangan membangun bendungan dan saluran sekunder di daerah irigasi Kecamatan Selagan Raya.
Instansi tersebut sudah melakukan inventarisasi 12 bangunan irigasi yang rusak di Desa Pondok Baru.
Baca juga: Dinsos jamin logistik bencana di Mukomuko aman
Rencana pengusulan DAK fisik senilai Rp5 miliar ke Pemerintah Pusat untuk perbaikan intake Daerah Irigasi Air Lubuk Bangko yang rusak parah akibat banjir.
Instansi tersebut mengusulkan pembangunan intake rusak di DI Lubuk Bangko agar dapat mengaliri lahan persawahan seluas 120 hektare milik warga di Desa Pondok Baru.
Selain itu, pemetaan irigasi yang rusak untuk deteksi dini kondisi terakhir di lapangan. Berapa banyak bangunan irigasi yang tidak baik karena banjir dan bangunan irigasi yang berusia tua, apakah yang rusak bendung atau jaringan sekundernya.
Sebanyak 12 DI di Kecamatan Selagan Raya yang terdiri atas DI Arah Lubuk Nau, DI Air Selagan Sungai Ipuh, DI Air Lubuk Bangko, DI Air Lubuk angit, DI Air Payang 1. Kemudian DI Air Payang II, DI Air Sungai Gading Besar, DI Air Sungai Gading Kecil, DI Air Selagan Kecil, DI Air Sungai Ulak, DI Air Cino.
Lindungi sawah
Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Mukomuko bekerja sama dengan Kejaksaan Negeri dan Kepolisian Resor setempat, intensif melakukan sosialisasi terkait perlindungan lahan pertanian untuk mengatasi masalah alih fungsi lahan sawah menjadi perkebunan kelapa sawit
Alih fungsi dari sawah menjadi kelapa sawit tersebut ditengarai mengancam keberlanjutan pertanian di wilayah tersebut.
Plt. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Mukomuko, Fitriani Ilyas, menekankan pentingnya mematuhi peraturan, seperti Keputusan Bupati Nomor 100-726 tahun 2022 dan Perda Nomor 1 tahun 2015, untuk menjaga lahan pertanian.
Pemkab melibatkan aparat Kejari dan Polres dalam sosialisasi tersebut karena pesan yang disampaikan mereka lebih didengarkan para petani.
Sudah ada lahan pertanian yang seharusnya menjadi sawah baru melalui program Pemerintah, namun malah berubah fungsi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit.
Baca juga: Gubernur Bengkulu dorong Mukomuko bangun pasar representatif
Baca juga: KPU santuni sembilan petugas ad hoc di Mukomuko
Baca juga: Polisi-TNI kawal ketat PSU di Mukomuko
Kecamatan Air Manjuto menjadi salah satu contoh, dengan 28 hektare lahan yang seharusnya menjadi sawah baru, namun 9 hektare di antaranya telah berubah menjadi kebun sawit.
Dinas Pertanian Mukomuko telah meninjau langsung ke lokasi dan bertemu dengan kepala desa serta ketua kelompok tani untuk membahas masalah ini.
Alih fungsi lahan tidak hanya terjadi di Kecamatan Air Manjuto, tetapi juga di wilayah lain yang pernah menerima program cetak sawah baru.
Sebagai langkah lanjutan, Distan Mukomuko meminta petugas penyuluh pertanian dan kepala desa untuk mendata luas lahan yang telah berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit.
Semua ikhtiar tersebut ditempuh agar luas lahan persawahan tetap terjaga, tidak ada lagi yang beralih fungsi menjadi kebun sawit.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024