Puluhan jurnalis dari 'Koalisi Jurnalis Bengkulu Bersatu' menggelar aksi damai di depan kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan DPRD Provinsi Bengkulu menolak sejumlah pasal kontroversi dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran karena mengancam kebebasan pers.

Puluhan jurnalis yang berasal dari Alisansi Jurnalis Indonesia (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Media Siber Indonesia (AMSI) dan lainnya aksi menutup mulut dengan lakban warna hitam di depan kantor KPI Bengkulu serta melakukan aksi jalan mundur dengan membawa keranda mayat bertuliskan "Mayat Kebebasan Pers" di depan kantor DPRD Provinsi Bengkulu.
 
Aksi tutup mulut menggunakan lakban hitam dilakukan sebagai tanda pembungkaman serta membatasi kerja-kerja jurnalistik maupun kebebasan berekspresi secara umum dan aksi membawa keranda mayat sebagai tanda mati demokrasi serta jalan mundur menandakan mundurnya demokrasi di Indonesia.
 
"Kami dari Koalisi Jurnalis Bengkulu Bersatu menolak rancangan Undang-Undang penyiaran yang telah dibahas oleh DPR RI saat ini. Sebab dalam RUU yang dibahas mengancam kebebasan pers dengan pasal pasal yang problematik," kata Ketua AJI Bengkulu Yunike Karolina di Bengkulu, Rabu.
 
Ia menerangkan,RUU Penyiaran versi Maret 2024 dinilai terdapat sejumlah pasal problematik yang dapat mengancam kebebasan pers, berekspresi, demokrasi dan HAM.  
 
Seperti pada Pasal 50B ayat 2 huruf c yang mengatur pelarangan praktik jurnalisme investigasi, padahal jurnalisme investigasi merupakan dasar dari jurnalisme profesional. 
 
Lanjut Yunike, jika pasal tersebut disahkan maka publik hanya mendapat informasi seadanya dan tidak liputan mendalam serta kontrol sosial menjadi terbatas.
 
Hal tersebut bertentangan dengan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, Pasal 4 ayat 2 bahwa pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran dan pada RUU Penyiaran pada Pasal 34 sampai 36 disebutkan bahwa kewenangan KPI untuk melakukan penyensoran dan pembredelan konten di media sosial.
 
Sebab, mengancam kebebasan konten kreator maupun lembaga penyiaran yang mengunggah konten di internet, konten siaran di internet wajib patuh pada Standar Isi Siaran (SIS) yang jelas-jelas mengancam kebebasan pers dan melanggar prinsip-prinsip HAM.
 
"Serta pasal-pasal tersebut mengancam kebebasan pers, tetapi juga kebebasan berekspresi. Sehingga kita harus lawan pasal-pasal problematik, jegal dan jangan sampai lolos. Aksi kita tidak hanya ini karena kita pastikan aspirasi yang kita sampaikan sampai ke DPR RI," terang Yunike.
 
Diketahui, pada aksi tersebut, KPID Bengkulu dan seluruh anggota DPRD Provinsi Bengkulu, menolak untuk menandatangani surat pernyataan penolakan RUU Penyiaran.

Pewarta: Anggi Mayasari

Editor : Anom Prihantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024