Oknum polisi yang bertugas di Polda Kalimantan Tengah berinisial Iptu ATW yang menembak mati warga Desa Bangka, Kabupaten Seruyan, divonis 10 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palangka Raya, setelah sebelumnya mendapatkan tuntutan dari jaksa satu tahun.

Hakim Ketua M Affan membacakan putusan majelis hakim memvonis terdakwa ATW karena kelalaian yang bersangkutan sehingga mengakibatkan korban Gijik meninggal dunia dan rekannya Taufik mengalami luka berat.

"Majelis hakim menyatakan terdakwa bersalah karena kelalaiannya sehingga menyebabkan orang lain meninggal dunia dan luka berat serta menjatuhkan pidana selama 10 bulan penjara," kata Affan saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Palangka Raya, Senin.

Hasil vonis dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palangka Raya tersebut, nantinya akan dikurangi masa tahanan terdakwa karena ia sudah menjalani masa kurungan penjara.

Jaksa Penuntut Umum maupun kuasa hukum terdakwa memutuskan untuk berfikir dahulu sebelum mengajukan banding atas vonis terhadap terdakwa.

Sementara itu, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya Nugroho, di Palangka Raya mengatakan, putusan tersebut memang tidak mengagetkan bagi pihaknya, sebab sejak awal ketika kasus tersebut mulai diumumkan oleh Polda Kalteng perihal pelaku penembakan, tersangka dijerat dengan Pasal 351, 359 dan 360 KUHPidana,

Pasal itu juga digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalteng sebagai dakwaan.

"Tentunya kami tidak kaget dengan vonis tersebut. Maka dari itu kami LBH Palangka Raya dan koalisi telah mengirimkan surat kepada Kejati Kalteng untuk memasukan Pasal 340 Jo 338 KUHPidana, karena kami yakin terdakwa melakukan penembakan dengan sengaja dan hal ini terungkap dalam fakta persidangan serta diakui oleh terdakwa. Namun surat kami tersebut tidak digubris oleh pihak Kejaksaan," katanya dalam rilis resminya.

Nugroho juga menilai dalam perkara tersebut, proses pembacaan tuntutan lebih membuat terang penanganan kasus ini dimana Jaksa hanya menuntut terdakwa satu tahun penjara. Jaksa dalam hal tersebut tidak ubahnya sebagai Penasehat Hukum/Pembela terdakwa karena dalam dalil tuntutan menyatakan pihak keluarga korban telah menerima santunan Rp70 juta hingga Rp100 juta dan telah ada sidang adat sehingga terdakwa dituntut hanya satu tahun.

"Memang aneh bin ajaib, karena faktanya santunan tersebut bukan dari terdakwa namun dari pihak lain. Lebih saktinya lagi pertimbangan soal santunan juga digunakan oleh Majelis Hakim untuk memvonis terdakwa 10 bulan penjara lebih rendah dari tuntutan Jaksa," ujar Nugroho.

Berdasarkan pantauan di lapangan, di luar ruang sidang aksi massa dan keluarga almarhum Gijik berteriak saat terdakwa keluar dari ruang sidang dan meneriakkan 'pembunuh-pembunuh'. Bahkan suasana di luar siding sempat tegang dan berakhir aman terkendali serta tidak ada gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) lainnya.

Pewarta: Adi Wibowo

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024