Palembang (Antara) - Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup merancang Peraturan Menteri tentang pemanfaatan hasil hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi dan Lindung untuk memberikan akses dan legalitas kepada masyarakat dan pihak swasta dalam pemanfatan hutan kayu maupun hasil nonkayu.

"Peraturan ini membuka pintu bagi masyarakat untuk terlibat dalam pengelolan hutan produksi dan lindung terutama pemanfatan hasil hutan melalui kelompok atau koperasi," kata Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Ida Bagus Putera Parthama di Palembang, Kamis.

Putera mengatakan selama ini masyarakat sudah memanfaatkan dan memungut hasil hutan tersebut namun belum terorganisir sehingga kualitas produk sangat rendah dan harganya tidak bersaing.

Dengan Permen tersebut, nantinya masyarakat dan KPH dapat membentuk kerja sama dengan tujuan meningkatkan pendapatan masyarakat sekaligus mewujudkan kemandirian KPH.

"Nanti masyarakat, UKM bahkan BUMN dan BUMD serta swasta Indonesia dapat bekerjasama dengan KPH untuk memanfaatkan hutan dan hasil hutan," ucapnya.

Konsultasi yang diikuti para kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Produksi dan Lindung dari seluruh provinsi di Sumatera tersebut untuk menampung masukan dan saran dari peserta untuk penyempurnaan rancangan Permen itu.

Salah satu usulan dalam Permen itu yakni kerja sama antara KPH, masyarakat atau pihak swasta di kawasan hutan yang sudah kritis adalah silvopastura yakni sistem yang menggabungkan kegiatan kehutanan dan peternakan.

Peraturan tersebut tambah Putera, akan menjadi dasar bagi 600 KPH yang tersebar di seluruh Indonesia untuk memanfaatkan hutan dan hasil hutan.

Koordinator Bidang Akses Masyarakat terhadap Hutan dan Sumber Daya Hutan dari "Multistakeholders Forestry Programme" (MFP) atau Program Kehutanan Multipihak yang dibentuk KLHK, Nur Amalia mengatakan saat ini masyarakat di sejumlah wilayah di Nusantara sudah memungut hasil hutan nonkayu.

"Dengan peraturan ini legalitas mereka akan semakin kuat dan kami memberikan pendampingan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pengolahan produk hingga pemasarannya," katanya.

Ia mencontohkan di KPH Benakat Provinsi Sumatera Selatan di mana masyarakat sudah memungut hasil hutan nonkayu berupa madu, KPH Lindung di Alor Provinsi NTT berupa produk madu, kenari, cengkeh dan kemiri.

Selanjutnya KPH Sarolangun di Jambi yang memproduksi minyak buah kepayang serta silvopastura rusa dan pengolahan minyak gaharu serta madu di KPH Sijunjung, Sumatera Barat.

Bentuk kerja sama tersebut selain meningkatkan pendapatan masyarakat dan memperkuat kemandirian KPH juga mencegah kebocoran keuangan negara dari pendapatan negara bukan pajar.

"Peraturan ini juga akan memperkuat program Perhutanan Sosial di mana negara memberikan akses kelola hutan kepada masyarakat dan memungut hasilnya," katanya.***3***

Pewarta: Helti Marini Sipayung

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2016