Bengkulu (Antara) - Bank Indonesia memperkirakan harga karet Bengkulu tidak akan mengalami kenaikan sampai akhir 2016 akibat pasar dunia khususnya untuk komoditas karet masih lesu.
Deputi Kepala Perwakilan BI Provinsi Bengkulu, Christin Sidabutar di Bengkulu, Kamis, mengatakan, tidak hanya Bengkulu atau Indonesia saja yang merasakan permasalahan tersebut, namun negara lain penghasil komoditas itu juga ikut terkena dampak pasar dunia yang belum kunjung membaik.
"Salah satu tujuan utama ekspor karet yakni Tiongkok, namun sampai saat ini perekonomian negara itu belum membaik sehingga permintaan kurang," kata dia.
Serapan komoditas karet di pasar Indonesia juga masih sedikit sekali, akibat belum adanya industri besar yang memanfaatkan bahan baku karet.
"Selama ini perusahaan yang membutuhkan karet sebagai bahan baku untuk pembuatan ban kendaraan dan lainnya membangun pabrik di luar negeri," ucapnya.
Berbeda dengan komoditas sawit yang diprediksi terus membaik mulai dari awal 2016. Hal itu disebabkan permintaan pasar mulai meningkat sedangkan stok dari produksi komoditas itu mulai berkurang.
"Dampak dari fenomena el nino kemarin, produksi sawit mulai berkurang sementara permintaan pasar meningkat," kata Christin.
Kedua komoditas tersebut, menurut Christin sangat berdampak pada perekonomian Bengkulu, oleh karena sawit dan karet merupakan komoditas unggulan daerah.
"Jika keduanya membaik, pendapatan masyarakat juga ikut membaik. Artinya sektor konsumsi Bengkulu menunjukkan pertumbuhan positif," ujarnya.
Harga komoditas karet diprediksi baru akan mengalami kenaikan yakni pada 2017. Pada awal April 2016, harga karet di Bengkulu berkisar Rp6.000 hingga Rp6.700 per kilogram. ***3***
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2016
Deputi Kepala Perwakilan BI Provinsi Bengkulu, Christin Sidabutar di Bengkulu, Kamis, mengatakan, tidak hanya Bengkulu atau Indonesia saja yang merasakan permasalahan tersebut, namun negara lain penghasil komoditas itu juga ikut terkena dampak pasar dunia yang belum kunjung membaik.
"Salah satu tujuan utama ekspor karet yakni Tiongkok, namun sampai saat ini perekonomian negara itu belum membaik sehingga permintaan kurang," kata dia.
Serapan komoditas karet di pasar Indonesia juga masih sedikit sekali, akibat belum adanya industri besar yang memanfaatkan bahan baku karet.
"Selama ini perusahaan yang membutuhkan karet sebagai bahan baku untuk pembuatan ban kendaraan dan lainnya membangun pabrik di luar negeri," ucapnya.
Berbeda dengan komoditas sawit yang diprediksi terus membaik mulai dari awal 2016. Hal itu disebabkan permintaan pasar mulai meningkat sedangkan stok dari produksi komoditas itu mulai berkurang.
"Dampak dari fenomena el nino kemarin, produksi sawit mulai berkurang sementara permintaan pasar meningkat," kata Christin.
Kedua komoditas tersebut, menurut Christin sangat berdampak pada perekonomian Bengkulu, oleh karena sawit dan karet merupakan komoditas unggulan daerah.
"Jika keduanya membaik, pendapatan masyarakat juga ikut membaik. Artinya sektor konsumsi Bengkulu menunjukkan pertumbuhan positif," ujarnya.
Harga komoditas karet diprediksi baru akan mengalami kenaikan yakni pada 2017. Pada awal April 2016, harga karet di Bengkulu berkisar Rp6.000 hingga Rp6.700 per kilogram. ***3***
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2016