Pemerintah Provinsi Bengkulu menekankan pentingnya kolaborasi semua elemen sebagai upaya mencegah terjadinya tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
 
"Kekerasan terhadap perempuan dan TPPO adalah masalah serius yang tidak hanya menjadi tanggung jawab aparat hukum, tetapi juga seluruh elemen masyarakat, termasuk organisasi perempuan dan lembaga keagamaan," kata Asisten I Pemerintah Provinsi Bengkulu Khairil Anwar di Bengkulu, Selasa.
 
Penanganan TPPO harus komprehensif, serta tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja seperti pembebanan tanggung jawab pada pemerintah.
 
Khairil mengatakan pemerintah telah mengeluarkan regulasi mengenai Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
 
Namun, regulasi dan penindakan saja tentu tidak cukup dalam memberantas dan mencegah kejahatan terorganisir tersebut.
 
Sebagai upaya lanjutan, pemerintah daerah juga telah menyediakan berbagai layanan, seperti Woman Crisis Center, serta mengembangkan aplikasi SIMPONI, yang merupakan sistem laporan terpadu untuk memantau data kekerasan secara nasional.
 
Namun, tentu tetap membutuhkan dukungan dari berbagai pihak termasuk masyarakat agar berbagai kebijakan yang telah direalisasikan terus benar-benar efektif menjaga masyarakat, khususnya perempuan dan anak-anak yang sering kali menjadi korban TPPO.
 
"Korban TPPO sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Korban sering kali mengalami dampak serius, seperti gangguan kesehatan, HIV, trauma mental, dan gangguan psikis," kata dia.
 
Selain itu, Khairil juga menekankan pentingnya pemahaman agama yang kuat untuk mencegah perilaku menyimpang, seperti kasus orang tua yang memperdagangkan anaknya sendiri.

Pewarta: Boyke Ledy Watra

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024