Bengkulu (Antara) - Perangkat enam desa di Kecamatan Pondok Suguh Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu mengusulkan pengelolaan hutan produksi terbatas (HPT) Air Ipuh II seluas 371 hektare lewat perhutanan sosial dengan skema kemitraan.
"Kami mengusulkan kawasan hutan itu dikelola secara bersama-sama enam desa dengan pola kemitraan,? kata Kepala Desa Karya Mulya, Edi Zainal di Bengkulu, Selasa.
Edi mengatakan kawasan hutan yang diusulkan menjadi perhutanan sosial itu merupakan bekas lahan yang pernah dikelola perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Daria Dharma Pratama (DDP).
Saat ini, kawasan hutan berisi sawit produktif itu dikuasai sekelompok orang tanpa legalitas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
"Kalau tidak ada penyelesaian maka hutan berisi sawit produktif itu bisa menjadi sumber perselisihan antara warga, karena saat ini siapapun bisa memanen di kawasan itu," ucapnya.
Kepala Desa Pondok Suguh, Efendi Darwis menambahkan usulan pengelolaan kawasan hutan dengan pola kemitraan tersebut bagian dari resolusi konflik kawasan hutan produksi itu.
Enam desa yang berbatasan dengan kawasan hutan tersebut yakni Pondok Suguh, Karya Mulya, Tunggang, Pondok Kandang, Air Brau dan Lubuk Bento.
Menanggapi usulan masyarakat, Kepala Dinas LHK Provinsi Bengkulu, Agus Priambudi mengatakan akan menindaklanjuti usulan masyarakat tersebut sebagai bagian dari percepatan perhutanan sosial di daerah ini.
"Setiap desa yang berbatasan dengan kawasan akan mengelola hutan itu dengan pola kemitraan bersama Kesatuan Pengelola Hutan," ujarnya.
Selama perijinan kemitraan tersebut diproses lanjut Agus, kawasan hutan yang berisi sawit itu berada di bawah pengawasan Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Produksi Mukomuko.
Terkait sawit dalam kawasan hutan, ia mengatakan dapat dipanen setelah ada regulasi yang mengatur. Selama proses pengurusan ijin kemitraan, buah sawit tersebut tidak dapat dipanen. Bila warga kedapatan memanen sawit, akan berurusan dengan penegak hukum.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2017
"Kami mengusulkan kawasan hutan itu dikelola secara bersama-sama enam desa dengan pola kemitraan,? kata Kepala Desa Karya Mulya, Edi Zainal di Bengkulu, Selasa.
Edi mengatakan kawasan hutan yang diusulkan menjadi perhutanan sosial itu merupakan bekas lahan yang pernah dikelola perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Daria Dharma Pratama (DDP).
Saat ini, kawasan hutan berisi sawit produktif itu dikuasai sekelompok orang tanpa legalitas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
"Kalau tidak ada penyelesaian maka hutan berisi sawit produktif itu bisa menjadi sumber perselisihan antara warga, karena saat ini siapapun bisa memanen di kawasan itu," ucapnya.
Kepala Desa Pondok Suguh, Efendi Darwis menambahkan usulan pengelolaan kawasan hutan dengan pola kemitraan tersebut bagian dari resolusi konflik kawasan hutan produksi itu.
Enam desa yang berbatasan dengan kawasan hutan tersebut yakni Pondok Suguh, Karya Mulya, Tunggang, Pondok Kandang, Air Brau dan Lubuk Bento.
Menanggapi usulan masyarakat, Kepala Dinas LHK Provinsi Bengkulu, Agus Priambudi mengatakan akan menindaklanjuti usulan masyarakat tersebut sebagai bagian dari percepatan perhutanan sosial di daerah ini.
"Setiap desa yang berbatasan dengan kawasan akan mengelola hutan itu dengan pola kemitraan bersama Kesatuan Pengelola Hutan," ujarnya.
Selama perijinan kemitraan tersebut diproses lanjut Agus, kawasan hutan yang berisi sawit itu berada di bawah pengawasan Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Produksi Mukomuko.
Terkait sawit dalam kawasan hutan, ia mengatakan dapat dipanen setelah ada regulasi yang mengatur. Selama proses pengurusan ijin kemitraan, buah sawit tersebut tidak dapat dipanen. Bila warga kedapatan memanen sawit, akan berurusan dengan penegak hukum.
"Setelah kawasan itu disetujui menjadi perhutanan soal maka tanaman sawit akan diganti dengan tanaman hutan, seperti pala, durian dan lainnya.***3***
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2017